- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Busrah Suriah di Bawah Kaisar Romawi Timur


TS
c4punk1950...
Busrah Suriah di Bawah Kaisar Romawi Timur
Quote:

Busra asy-Syam (bahasa Arab: بصرى الشام, juga dieja Bushra, Bostra, Busrana, Bozrah, Bozra adalah sebuah kota di Suriah bagian selatan, wilayah provinsi Daraa. Berdasarkan sensus oleh Badan Pusat Statistik Syria (CBS), kota Busra asy-Syam memiliki populasi sebanyak 19.683 orang. Kota ini merupakan pusat administratif dari sub-distrik Nahiyah yang terdiri dari sembilan wilayah lokal dengan total populasi 33.839 pada tahun 2004.Penduduknya sebagian besar adalah Muslim Sunni.
Busra merupakan kota tua yang bersejarah. Pada era kekuasaan Romawi, Busra merupakan ibukota provinsi yang makmur. Kemudian dilanjutkan sebagai kota administratif yang penting pada masa kekuasan Islam, namun kemudian perannya menjadi kurang penting pada masa pemerintahan Turki Utsmani. Saat ini, kota Busra merupakan sebuah situs arkeologi yang besar dan telah dicanangkan oleh UNESCO sebagai salah satu Situs Warisan Dunia.
Pemukiman manusia pertama kali disebutkan dalam dokumen Tutmose III dan Akhenaton (abad ke-14 SM). Busra adalah kota terbesar bangsa Nabath pada abad ke-2 SM. Kerajaan Nabath Raya akhirnya ditaklukkan oleh Cornelius Palma, seorang jenderal dari Trajan, pada tahun 106.
Era Romawi dan Bizantium
Di bawah Kekaisaran Romawi, Busra berganti nama menjadi Nova Trajana Bostra dan kediaman Legio III Cyrenaica. Pada masa itu kota ini menjadi ibukota provinsi Romawi di Arab. Kota ini menjadi jalur utama perdagangan yang berkembang karena letaknya tepat dipersimpangan beberapa rute perdagangan. Menghubungkan Via Traiana Nova, sebuah jalur penghubung antara Damaskus menuju Laut Merah. Kota ini menjadi pusat penting bagi produksi jagung pada masa pemerintahan Kaisar Phillip.
Pada periode Bizantium yang dimulai pada abad ke-5, Kristen menjadi agama yang dominan di Busra. Kota ini memiliki Uskup Agung kursi dan katedral besar yang dibangun pada abad ke-6. Pada awal abad ke 7 Busra ditaklukkan oleh. Kekaisaran Sasaniyah dari Persia, tetapi berhasil direbut kembali selama penaklukan Bizantium.

Flavius Heraklius Augustus (bahasa Yunani: Φλάβιος Ἡράκλειος; atau Herakleios; c. 575 - 11 Februari 641) adalah kaisar Romawi Timur. Pada masa kekuasaannya, ia melancarkan beberapa serangan. Heraklius menyerbu Sassaniyah, namun mengalami kegagalan. Ia membangun kembali pasukannya, dan berhasil mengalahkan tentara Sassaniyah di Niniwe. Setelah kemenangannya, meningkatnya pengaruh Islam menjadi ancaman bagi Romawi Timur. Tentara Islam berhasil mengalahkan tentara Sassaniyah, lalu mereka menyerbu Suriah. Heraklius mengalami kekalahan di Suriah. Dalam masa pemerintahannya Heraklius kehilangan provinsi Suriah dan Mesir yang ditaklukan oleh pasukan Khulafaur Rasyidin.
Wilayah ini disebut Provinsi Iudaea oleh Bizantium. Selama perang Romawi-Persia terakhir, yang dimulai pada tahun 603, pasukan Persia di bawah pimpinan Khisra II berhasil menduduki Suriah, Palestina and Mesir selama lebih dari satu dekade sebelum akhirnya berhasil dipukul mundur oleh Heraclius dan dipaksa berdamai dan mundur dari wilayah yang mereka kuasai itu pada tahun 628 M.

Pada tahun 628 M, Rasulullah Muhammad mengutus sahabatnya Dihyah al-Kalbi untuk menemui Penguasa Kerajaan Byzantium, yang ketika itu dipimpin oleh Kaisar Heraclius (Heracles).
Setelah Sang Raja membaca surat dakwah dari Rasulullah, serta mendengar tentang sosok pribadi Nabi Muhammad, ia berkata :
“Jika apa yang diceritakan tentang dia adalah benar, maka sesungguhnya kekuasaannya akan sampai di tempat aku berdiri pada saat ini…”
Ketika berada di Anthakiyah,Heraklius bertanyakepada para pasukan Romawi yang kalah perang, “Celakalah kalian, beritahukan kepadaku tentang musuh yang kalian perangi. Bukankah mereka manusia seperti kalian juga?”Mereka menjawab, “Ya!” Heraklius kembali bertanya, “Apakah jumlah kalian lebih banyak daripada jumlah mereka atau sebaliknya?” Mereka menjawab, “Jumlah kami lebih banyak berlipat ganda dari jumlah mereka di setiap tempat.” Heraklius bertanya lagi, “Jadi kenapa kalian kalah?”
Maka salah seorang yang dituakan dari mereka menjawab, “Kami kalah disebabkan mereka shalat di malam hari, berpuasa di siang hari, mereka menepati janji, mengajak kepada perbuatan ma’ruf mencegah dari perbuatan mungkar dan saling jujur sesama mereka. Sementara kita gemar meminum khamr, berzina, mengerjakan segala yang haram, menyalahi janji, menjarah harta, berbuat kezhaliman, menyuruh kepada kemungkaran, melarang dari apa-apa yang diridhai Allah dan kita selalu berbuat kerusakan di bumi.”Mendengar jawaban itu Heraklius berkata, “Engkau telah berkata benar.“
“Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persabahatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata, “Sesungguhnya kami ini orang Nasrani.” Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka (orang-orang Nasrani) itu terdapat pendeta-pendeta (yang alim) dan rahib-rahib (yang zuhud terhadap dunia), dan (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri (terhadap kebenaran).” (Qs. Al-Maidah [5]:82)

Pertempuran Busrah terjadi dalam rangka perebutan kota yang juga merupakan ibukota dari kerajaan Ghassan (dibawah kekuasaan kekaisaran Romawi Timur).
Pengepungan kota memakan waktu satu bulan lamanya yaitu mulai bulan Juni hingga Juli 634 M. Kota Busrah adalah kota penting pertama di Suriah yang jatuh ke tangan kaum muslimin.
Sesudah Khalid bin Walid tiba di Suriah dan memimpin pasukan, dengan cepat satu persatu kota berhasil direbut dan akhirnya tiba di kota Busrah pada bulan Juni 634 M. Sesuai instruksi, Abu Ubaidah bin Jarrah harusnya tetap berada di distrik Hauran yang telah direbutnya untuk menunggu kedatangan Khalid di Busrah. Tetapi ia merasa sangat khawatir karena kota Busrah dijaga oleh gabungan tentara romawi dan arab kristen yang kuat dan terlatih dibawah seorang pimpinan panglima Romawi.
Ketika Khalid disibukkan oleh pembebasan kota di Suriah Timur, Abu Ubaidah memutuskan menyerang kota Busrah. Ia mengirim Shurahbil beserta 4000 tentara untuk merebut kota tersebut. Saat pasukan Shurahbil bergerak menuju kota, dengan segera pasukan romawi membuat benteng pertahanan yang terdiri atas 4000 orang. Sebenarnya pasukan Shurahbil ini adalah pasukan garis depan saja karena mereka ditugasi untuk mengepung kota sambil menunggu tibanya pasukan Khalid. Shurahbil berkemah di barat kota dan menugaskan pasukannya mengepung benteng.
Selama dua hari tidak terjadi pertempuran, baru pada hari ketiga ketika pasukan Khalid sedang bergerak menuju Busrah, tentara Romawi keluar dari benteng dan bertempur dengan pasukan Shurahbil di luar batas kota.
Ketika kedua pasukan telah siap bertempur, Shurahbil menawarkan terlebih dahulu kepada komandan Romawi (seperti yang selalu disampaikan oleh setiap komandan muslim sebelum memulai pertempuran) tiga opsi yaitu masuk Islam, atau berdamai dan membayar jizyah atau perang. Komandan Romawi tetap memilih perang. Pertempuran-pun akhirnya pecah menjelang siang hari.
Selama dua jam pertama peperangan, kedua belah pihak tidak menunjukkan kemajuan yang berarti. Baru menjelang sore hari, keunggulan pasukan Romawi mulai tampak dan pertempuran berjalan sesuai rencana mereka. Pasukan roma berhasil maju dan membuat pengepungan dikedua sisi, pertempuran semakin sengit. Pasukan muslim menunjukkan keberanian yang luar biasa dengan bertempur sengit untuk membongkar pengepungan ini meskipun usaha mereka tidak berhasil dan pada sore harinya pengepungan semakin kuat.

Secara mengejutkan datanglah bala bantuan pasukan berkuda khalid terjun ke medan perang. Khalid bin Walid saat itu berada satu mil dari kota ketika mendengar suara peperangan. Dengan segera ia memerintahkan pasukan berkudanya terjun ke medan perang tetapi ia sendiri tidak ikut serta.
Menyadari kedatangan pasukan berkuda muslim, pasukan romawi segera membubarkan pengepungan dan mundur kembali kedalam benteng sehingga pasukan Shurahbil terbebas dari kepungan. Setelah peristiwa pembebasan ini, kharisma panglima Khalid menjadi semakin bersinar di mata para tentara Islam.
Masuknya Romanus kedalam Islam membuat ciut nyali pasukan Romawi, mereka memutuskan mundur dari pertempuran untuk mempertahankan benteng kota. Pada saat pasukan Islam mengepung kota Busrah, Romanus memandu satu detasemen khusus yang dikomandani oleh Abdur Rahman untuk melewati terowongan tepat dibawah benteng kota. Mereka berhasil membuka pintu gerbang kota sehingga seluruh pasukan muslim bisa memasuki benteng. Dengan meneriakkan kalimat Allahu Akbar mereka menyerbu dan membunuh banyak pasukan romawi sedangkan sisanya langsung menyerah. Rakyat kota Busrah akhirnya menyetujui pembayaran jizyah sehingga perdamaian tercapai.

Penaklukan kota Busrah yang terjadi pada minggu kedua bulan Juli tahun 634 M. adalah penaklukan kota penting pertama di Suriah oleh kaum muslimin. Tentara Islam hanya kehilangan 130 jiwa sedangkan pasukan Romawi harus merelakan beberapa ribu nyawa pasukannya. Khalid mengirim surat kepada Khalifah Abu Bakar tentang keberhasilan merebut kota ini dan juga mengirim seperlima dari rampasan perang. Penaklukan kota Busrah ini membuka jalan kepada pasukan Islam untuk menaklukkan seluruh Suriah.
Referensi
Wikipedia
Era muslim
Rodja
Dan sumber lainnya
Quote:
Busra Riwayatmu Kini

Busra asy-Syam Kota Saksi Kejayaan Tiga Peradaban Dunia yang Kini Hancur
Busra asy-Syam, saksi bisu kejayaan tiga peradaban besar dunia, Kota yang pernah dihuni oleh tiga peradaban yaitu Romawi, Bizantium, dan Muslim ini kian rusak akibat perang saudara di Suriah.
Selama rentang 2.500 tahun, Busra pernah dihuni tiga peradaban: Romawi, Bizantium, dan Muslim.
Kota ini mengekalkan repihan biara, gedung teater, monumen, saluran air, gereja, masjid, dan benteng.
Inilah Situs Warisan Dunia dengan status terancam, yang kian rusak karena perang saudara di Suriah.
Pada abad kedua Sebelum Masehi, Busra menjelma sebagai kota terbesar Kerajaan Nabath.
Wilayah kerajaan ini dicaplok oleh jenderal Romawi Trajan, bernama Cornelius Palma, pada 106 Masehi.
Busra pun menjadi sebuah ibu kota bagi Provinsi Romawi di Arab.
Gedung teater romawi dibangun pada abad kedua. Panggungnya sepanjang 45 meter, dan mampu menampung hingga 15.000 orang.
Kaisar Romawi Marcus Julius Philippus atau Filipus si Arab, yang bertakhta 244-249 M, berasal dari provinsi ini.
Kekaisaran bizantium menguasai Busra pada abad keempat. Kota ini menjadi jantung Keuskupan Kristen dan pasar terbesar bagi pedagang Arab.
Reruntuhan dua gereja semasa masih bisa disaksikan hingga hari ini.
Sejarah islam meriwayatkan perjumpaan Buhaira, pendeta Kristen Nestorian di Busra, dengan masa kecil Muhammad yang bersama pamannya singgah ke kota itu.
Sang pendeta takjub dan meramalkan bahwa anak itu akan menjadi nabi terakhir.

Di kota itulah, seorang pendeta bernama Buhaira mampu melihat tanda-tanda kerasulan pada seorang anak laki-laki yang bernama Muhammad.
Alkisah, pada saat Muhammad SAW berusia 12 tahun, Abu Thalib hendak melakukan ekspedisi niaga dari Makkah ke Syam (Suriah). Lalu Muhammad berkata, ‘’Paman mengapa kau tak mengajakku? Aku tidak memiliki pelindung selain dirimu.’’
Abu Thalib pun tak tega meninggalkan keponakan kesayangannya seorang diri di Makkah. Ia lalu mengangkat tubuh Muhammad dan mendudukkannya di atas hewan tunggangan. Kafilah dagang dari Quraisy pun menempuh perjalanan darat menuju Syam.
Hingga akhirnya, kafilah itu tiba di sebuah tempat pertapaan di Bushra, antara Syam dan Hijaz. Di sana mereka bertemu dengan seorang rahib bernama Buhaira. Sang rahib takjub menyaksikan anak laki-laki yang bernama Muhammad itu.
Betapa tidak. Awan selalu bergerak memayungi kemana pun Muhammad kecil melangkah. Sang rahib pun segera menghampiri calon nabi dan rasul terkahir itu. Buhaira memeriksa sekujur tubuh Muhammad untuk melihat tanda-tanda kenabian yang diterangkan dalam kitab-kitab suci terdahulu.
Ia akhirnya menemukan tanda kenabian itu di punggung Muhammad, di antara kedua pundaknya, lalu ia mencium tanda itu. Menyaksikan tanda-tanda kenabian itu, sang rahib pun berpesan kepada Abu Thalib agar menjaga keponakannya itu dengan hati-hati, karena dia adalah calon Rasul yang dinanti umat manusia.
Prediksi Buhaira dari kota Bushra itu menjadi kenyataan.
Konstelasi konflik Suriah kini makin rumit. Perang dipicu ketidakpuasan rakyat atas rezim di Damaskus. Tapi di belakang layar juga ada negara lain yang ikut terlibat, baik yang punya kepentingan atau tunggangi konflik.

Suriah termasuk negara baru—perbatasannya baru ada tahun 1920. Seperti Indonesia, masyarakat Suriah terdiri dari beberapa suku dan agama.
Sejak akhir tahun 70an, Suriah berada dibawah pemerintahan diktator keluarga al-Assad, yang merupakan kaum Islam Syi’ah. Sejak tahun 2000, Suriah konsisten stabil dibawa rezim Presiden Mashar al-Assad.
Sampai tahun 2011, ketika perang sipil pecah di Suriah, sampai sekarang. Apa penyebabnya?

Tahun 2006-2011, Suriah mengalami bencana kekeringan berkepanjangan. Ternak mati, hasil panen hancur.
Presiden al-Assad cuek aja, sampai para petani harus ngebor sumur-sumur ilegal sendiri.

Hampir 1 juta penduduk Suriah kehilangan lahan dan peternakannya gara-gara bencana kekeringan ini. Para petani kehilangan sumber penghasilan, sehingga terpaksa cari kerja di kota.
Tahun 2011, di kota Daraa, sekelompok anak muda mencorat-coret tembok, mengekspresikan protes mereka kepada pemerintah yang cuek aja terhadap krisis pangan dan lahan pekerjaan ini. Mereka menulis slogan-slogan revolusi. Ke-15 anak muda ini segera ditangkap, lalu disiksa.
Kulit mereka dibakar dan kuku mereka dicabuti.

Beberapa anak muda ini adalah anak-anak dari keluarga terpandang di Daraa. Karena nggak terima, keluarga mereka protes ke pemerintah.
Protes-protes masyarakat ini sebenarnya kecil, tapi jadi membesar akibat dendam terpendam masyarakat Suriah kepada Presiden al-Assad.
Selama ini, rezim al-Assad kesannya stabil-stabil aja, tapi sebenarnya enggak. Banyak masyarakat Suriah diam-diam kzl sama al-Assad, karena segala isu korupsi dan ketidaksetaraan yang tumbuh subur di Suriah.
Maret 18 2011, tentara Suriah menembaki sekelompok demonstran (yang sedang berdemonstrasi dengan damai, nggak rusuh) di kota Daraa. Tiga meninggal. Masyarakat ngamuk, terjadi kerusuhan dimana-mana.
Tentara al-Assad nggak mau kalah, malah makin membabi buta—mereka menembaki demonstran, menculik dan menyiksa aktivis, bahkan membunuhi anak-anak kecil.
Protes meledak dimana-mana...
Nah, lucunya, NGGAK ADA yang nyangka bahwa Suriah bisa rusuh begini. Selama ini, Suriah dikenal sebagai salah satu negara paling stabil di Timur Tengah. Bahkan ketika negara-negara Timur Tengah lainnya sedang bergejolak, Suriah nggak ikut-ikutan.
Sampai kali ini.
Tahun 2012, konflik di Suriah berkembang menjadi perang sipil. Pemerintah nggak pandang bulu, ngebom semua warga sipil. Presiden al-Assad berniat ngancurin semua pemberontak dan pendukung-pendukungnya dengan kekerasan maksimal.

Presiden al-Assad sengaja fokus menyerang kaum Islam Sunni, terserah itu warga sipil atau para pemberontak. Tujuan al-Assad adalah “mengadu domba”. Konflik ini ‘kan awalnya pemerintah vs rakyat, tapi mau diputar menjadi perang antar golongan agama. Al-Assad sengaja membuat kaum ekstrimis memerangi dirinya, supaya ia “dikasihani” oleh dunia.
Strategi al-Assad berhasil. Tahun 2013, kaum Islam Sunni garis keras menjadi golongan anti-Assad terbesar, dan mereka didukung oleh negara-negara Sunni seperti Arab Saudi dan Qatar.
Sementara, pemerintah Iran yang Syi’ah mendukung al-Assad dengan uang, senjata dan tentara.
At the same time, grup ekstrimis Sunni al-Qaeda di Irak pelan-pelan sedang membangun dirinya lagi, setelah dibikin keok pada tahun 2007. Al-Qaeda juga termasuk kubu yang abis-abisan melawan al-Assad di Suriah, lalu kemudikan menghabisi Irak utara dibawah nama baru—ISIS.
Pada tahun 2014, Suriah terbelah antara pihak pemerintah, pihak pemberontak, ISIS, dan kaum Kurdi (yang dari dulu berusaha mendapatkan kemerdekaannya sendiri).
Now here comes the big question:
Rezim al-Assad memang sangat opresif terhadap masyarakat Suriah. Walaupun masyarakatnya mungkin nggak puas dengan rezim ini, tetep aja, pemerintah sukses membuat negara kalem dan stabil selama 40 tahun terakhir.

Trus kenapa, dong, sekarang tau-tau perang sipil?
Salah satu teorinya adalah karena PERUBAHAN IKLIM.
Jadi, udah diterangin di awal, ya, bahwa antara 2006-2011, Suriah mengalami bencana kekeringan berkepanjangan.
Akibatnya, petani dan peternak kehilangan mata pencahariannya, dan terpaksa urbanisasi besar-besaran ke kota.
Masyarakat jadi gelisah dan mereka melampiaskannya kepada pemerintah. Setelah berpuluh-puluh tahun ditekan oleh pemerintah, akhirnya mereka meledak juga.
Kalaupun nanti perang sipil di Suriah mereda, mereka tetap terancam kehilangan sumber daya alamnya sampai 50% pada tahun 2050 nanti.
Dalam setiap perang, yang paling menderita adalah warga sipil. Tapi warga sipil Suriah amat sangat menderita. Al-Assad menargetkan mereka habis-habisan dengan bom dan senjata kimia. Trus, setiap kali kelompok ekstrim—seperti ISIS—menduduki suatu kota di Suriah, mereka juga mengambil alih kota dengan peraturan-peraturan brutal.
Perang ini benar-benar menghancurkan Suriah.

Nyangka nggak kamu, bahwa salah satu pemicu perang sipil ini adalah PERUBAHAN IKLIM?
I bet you don't.
Kalau kita ngeliat kampanye-kampanye go green, gerakan-gerakan ramah lingkungan, atau bahkan anomali alam seperti El Nino, kita seringkali nggak sadar, apa signifikansinya.
Diubah oleh c4punk1950... 22-05-2017 05:34




4iinch dan anasabila memberi reputasi
2
4.9K
Kutip
29
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan