chayankuAvatar border
TS
chayanku
Wacana penghapusan pasal penistaan agama muncul dari penguasa
Wacana penghapusan pasal penistaan agama muncul dari penguasa
18 MEI 2017 13:16

Rimanews - Anggota DPR RI, Desmon J Mahesa menilai munculnya keinginan terkait penghapusan pasal 165a tentang penistaan agama adalah rekayasa dari penguasa.

"Jangan mengarang sesuatu yang akan kita langgar juga, kaya politik-politikan tidak penting, yang peting suasana ketenangan, kedamaian. Jangan-jangan ini dibuat juga oleh penguasa agar kegagalan pembangunan yang dilakukan pemerintah di bidang infrastruktur tidak fokus masyarakat," kata Desmon di gedung DPR RI, Kamis (18/05/2017).

Wakil Ketua Komisi III DPR RI itu menambahkan, adanya pasal tesebut dalam rangka jangan sampai terjadinya konflik horizontal di masyarakat dengan melakukan pembatasan di bidang agama.

“Kalau dihapus, apa yang terjadi? Kita menyerahkan peradilan masyarakat. Akhirnya konflik di tengah masyarakat yang tidak masuk ke ranah hukum. Kalau ditiadakan bagaimana proses sosial dan horisontal penghinaan terhadap agama. Pasal itu tidak ada, maka negara tidak terlibat. Padahal, dalam hukum peran negara dalam melindungi warga negara yang lain,” katanya.

“Apakah ini hanya kepentingan sesaat atau kepentingan sosial negara, agar negara punya peran mengatur masyarakatnya?” tambahnya..

Desmon mempertanyakan bila pasal penghinaan agama dihapus, apakah semua warga negara siap tidak melakukan penghinaan terhadap agama lain.

“Kalau sudah siap, tidak masalah. Tapi kalau dicabut dan perbedaan semakin tajam, akhirnya ada peradilan jalanan, kecenderungan mayoritas terhadap minoritas. Apa yang terjadi kalau tidak ada lagi penghinaan agama di negara ini? pasal itu akan mati sendiri,” katanya.

Oleh karena itu, ia lebih memilih supaya pasal penistaan agama itu tetap ada sehingga hukum bisa ditegakkan dan negara hadir.

"Kita harus memilih. Saya memilih yang ada saja, kekurangan diperbaiki gitu loh,” kata dia.
http://rimanews.com/nasional/hukum/r...-dari-penguasa


Yusril: di Negara Sekuler Saja Ada Pasal Penistaan Agama
May 18, 2017



Gema Rakyat – Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menolak wacana penghapusan pasal penodaan/penistaan agama di wilayah hukum Indonesia. Di negara sekular saja, kata dia, ada pasal penistaan agama.

Yusril menilai, di negara demokrasi seperti Indonesia, setiap warga negara mempunyai hak untuk menyampaikan pikiran dan pendapat. Sebab, hal itu dijamin oleh UUD 45. Termasuk pula hak untuk menyuarakan penghapusan pasal-pasal penodaan dan penistaan agama sebagaimana diatur dalan UU No 1/PNPS/1965 dan Pasal 156 serta Pasal 156a KUHP.

“Namun, setiap warga negara berhak pula menyuarakan aspirasi sebaliknya, yakni mempertahankan ketentuan hukum yang mengatur penodaan dan penistaan agama itu. Bahkan mengubah sanksinya menjadi lebih berat lagi,” ujar Yusril seperti dikutip dari keterangan pers yang diterima di Jakarta, Selasa (17/5/2017).

Tahun 2009, jelas Yusril, pernah ada sekelompok orang yang meminta Mahkamah Konsitisui (MK) untuk membatalkan UU No 1/PNPS/1965. Jika permohonan itu dikabulkan, maka praktis ketentuan Pasal 156a KUHP juga hapus, karena keberadaan Pasal 156a itu justru dimasukkan oleh UU No 1/PNPS/1965 ke dalam KUHP.

Namun permohonan itu ditolak seluruhnya oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 140/PUU-VII/2009. MK dalam pertimbangan hukumnya berpendapat pasal-pasal penodaan dan penistaan agama dalam UU No 1/PNPS/1965 itu sejalan dengan UUD 45 yang menjunjung tinggi keberadaan agama. Karena itu, setiap bentuk penodaan dan penistaan terhadap agama wajib diberi sanksi pidana.

“Saya sepenuhnya sependapat dengan MK,” tegas Ketua Umum Partai Bulan Bintang tersebut.

Meski demikian, Yusril sependapat jika rumusan norma pasal-pasal dalam UU No 1/PNPS/1965 dan Pasal 156 serta 156a perlu disempurnakan agar lebih menjamin keadilan dan kepastian hukum serta mempertimbangkan perkembangan zaman. Hanya saja, menghapuskan begitu saja aturan-aturan tersebut tanpa ada penggantinya yang lebih baik, adalah suatu kecerobohan. Dalam suasana kevakuman hukum seperti itu, menurut dia, bukan mustahil perbuatan penodaan dan penistaan terhadap agama akan merajajela dan negara tidak bisa berbuat apa-apa untuk menindaknya.

Agama, kata Yusril, adalah fenomena universal. Banyak negara, termasuk negara yang secara resmi sekuler juga memberikan sanksi bagi mereka yang menista agama.

“Di Philipina misalnya, meski konstitusinya mengatakan bahwa Philipina adalah negara sekuler, penistaan agama tetap diberi sanksi pidana. Apalagi bagi negara kita, yang berdasarkan Pancasila, kedudukan agama sangat fundamental,” tegas dia.

Pembukaan UUD 45 dengan tegas menyatakan bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia hanya bisa terjadi berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa. Pasal 29 UUD 45, lanjuta dia, dengan tegas pula menyatakan bahwa negara Indonesia berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

Menurut Yusril, negara menjamin kemerdekaan setiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu.

“Karena agama-agama itu dipeluk, diyakini dan diamalkan oleh pemeluk-pemeluknya, dan kita menyadari adanya perbedaan ajaran agama, maka tugas negara adalah melindungi agama-agama tersebut termasuk dari setiap bentuk penodaan dan penistaan. Bentuk perlindungan dari sudut hukum antara lain adalah memberikan ancaman sanksi pidana bagi yang melakukannya,” papar Yusril
http://www.gemarakyat.id/yusril-di-n...istaan-agama/#


Ahli pidana: pasal penistaan agama berawal dari penyobekan Al Quran
14 MAR 2017 17:21

Rimanews - Ahli hukum pidana dari UGM, Yogyakarta, Edward Omar Sharif Hiariej menguraikan panjang lebar mengenai muasal pasal 156 dan 156 a KUHP yang menjerat Basuki Tjahaja Purnama, pada zaman Presiden Soekarno.

"Yang dimaksud dalam penistaan pada saat itu karena para pemuda rakyat yang terafiliasi PKI menyobek Alquran, menginjak-injak Alquran, peristiwa itulah yang dianggap sebagai menista agama," ujar Edward dalam sidang ke-14 perkara penistaan agama di auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, hari ini.

Karena ucapannya yang menyitir surat Al-Maidah ayat 51 di Kepuluan Seribu 27 September tahun lalu, Ahok didakwa telah melakukan penodaan agama. JPU mendakwa Ahok dengan dakwaan alternatif antara Pasal 156 huruf a KUHP atau Pasal 156 KUHP.

Edward yang dihadirkan sebagai saksi fakta itu menjelaskan, untuk menetapkan sesorang melakukan penistaan terhadap agama tidak mudah. Ada sejarah panjang dilahirkannya kedua pasal yang diberikan JPU kepada Ahok.

"Pasal itu baru ada setelah Indonesia merdeka. Jadi kalau ditanya soal pasal 156 a, kita tidak bisa terlepas dari UU no 1 PMPS 1965. Kalau kita tinjau ketentuan itu diterbitkan Presiden Soekarno pada tanggal 27 Januari 1965 tepat dua minggu setelah peristiwa di dusun Panigoro, Madiun," terang Edward.

Peristiwa pembantaian para kyai dan santri kala itu oleh PKI, kata dia, menjadikan eskalasi politik di Tanah Air memanas hingga akhirnya Presiden Soekarno mengeluarkan Undang-Undang Nomor 1 PMPS Tahun 1965.

Dia menjelaskan Undang-Undang tersebut terdiri dari lima pasal. Dalam Pasal 1, 2, dan 3 berkaitan dengan penafsiran terhadap ajaran agama atau adanya peribadatan yang menyimpang dari ajaran agama yang dianut di Indonesia. Sedangkan Pasal 5 menyebutkan Undang-Undang tersebut berlaku saat diundangkan yakni 27 Januari 1965.

"Sementara pasal nomor 4, isinya adalah pasal 156 a yang berisi mengenai penodaan dan penistaan terhadap agama, lalu kemudian ada 156 yang terdiri dari huruf a dan b," ujard Edward.
http://rimanews.com/nasional/hukum/r...bekan-Al-Quran


Perintah Megawati, PDIP Akan Gugat Pasal Penjerat Ahok
May 12, 2017


Megawati

Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri memerintahkan jajarannya untuk terus mengawal kasus hukum yang menimpa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Salah satu bentuk pengawalan, PDIP akan menggugat pasal yang menjerat Ahok melalui uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK)

“Semua akan kita tempuh sesuai perintah Ibu Ketum (Megawati). Kita akan tempuh sesuai prosedur, hukum yang berlaku saja,” ujar Kepala Badan Bantuan Hukum dan Advokasi Pusat PDIP Junimart Girsang saat dihubungi, di Jakarta,Jumat (12/5/2017).

Junimart mengatakan, partainya akan mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi atas sejumlah pasal yang menjerat Ahok.

“Kemungkinan besar kami akan ajukan permohonan pada MK. Kami ajukan uji materi pasal 156 KUHP. Putusan yang dieksekusi, (tapi) belum inkrah,” kata Junimart saat dihubungi, di Jakarta,Jumat (12/5/2017).

Uji materi dilakukan agar tidak terjadi lagi persoalan serupa di kemudian hari, yang dapat mencederai hukum di Indonesia.

“(Uji materi) atas nama PDIP atau ada organ-organ lain yang mau turut serta untuk itu. Karena ini untuk kepentingan agar tidak menjadi preseden ke depan,” [GR / tsc]
http://www.gemarakyat.id/perintah-me...enjerat-ahok/#"

-------------------------------

Aturan yang sudah baik begitu, kenapa sih harus di otak-atik kembali hanya gara-gara galau karena seorang Ahok akhirnya di penjara? Bukannya yang kena pasal tuntutan penistaan agama itu selama sejarah Republik ini bukan hanya Ahok seorang saja? Toh peristiwa dituntutnya orang yang dituduh sebagai penista agama itu, tidak sampai membuat Republik ini runtujh. Bahkan tambah kokoh persatuannya karena semua pihak pada akhirnya bisa menyadarai bahwa untuk bisa hidup berdampingan secara damai ... perlu aturan tegas untuk tidak saling memnghujat keimanan dan keyakanina sodara se bangsa lainnya di negeri ini.


emoticon-Angkat Beer


Diubah oleh chayanku 18-05-2017 14:42
0
3.3K
44
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan