Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

hamizan77Avatar border
TS
hamizan77
Rasulullah pun Sangat Marah Ketika Islam Dihina
Ummat Islam itu pemaaf. Jadi, jika dihina apapun bentuknya, tetaplah memberi maaf. Sering kita dengar ungkapan seperti ini dari sebagian kaum muslimin. Terlebih dalam situasi seperti saat ini, dimana kasus penghinaan agama islam terus bermunculan. Memang, Islam itu agama pemaaf. Namun, konteks pemaaf itu pun ada tempatnya. Sebagaimana yang dicontohkan junjungan kita Rasulullah shallallohu’alaihi wa sallam. Beliau adalah sebaik-baik manusia pemaaf dan penyabar. Tapi, tidak lantas ghirah dalam diri Rasulullah hilang begitu saja. Justru, posisi maaf itu ditempatkan Rasulullah dengan sebaik-baiknya.

Sikap pemaaf memang merupakan akhlaq Rasulullah Shalallohu ‘Alaihi Wa sallam. Apapun yang ditujukan kepada Beliau dari keburukan orang lain, bahkan pelecehan sekalipun, Beliau sikapi dengan penuh kemaafan.

Di antara kisah luar biasa yang sampai kepada kita dari kemaafan Rasulullah Shalallohu ‘Alaihi Wa sallam adalah Kisah Dakwah ke Thaif.

Rasulullah Shalallohu ‘Alaihi Wa sallam mengatakan kepada Aisyah, bahwa apa yang Beliau dapati di Thaif merupakan hal yang sangat berat Beliau hadapi sebagaimana Perang Uhud. Sampai-sampai Malaikat Jibril menawarkan, agar malaikat gunung menimpakan gunung kepada Penduduk Thaif akibat perbuatan mereka kepada Nabi.
Namun, Nabi Muhammad Shalallohu ‘Alaihi Wa sallam malah memaafkan mereka dan mendoakan kebaikan bagi mereka.

Namun, apakah selalu seperti itu sikap Nabi Muhammad Shalallohu ‘Alaihi Wa sallam?

Dalam sirah kita akan dapati bahwa Rasulullah Shalallohu ‘Alaihi Wa sallam mengutus beberapa orang ke berbagai pimpinan negara untuk berdakwah kepada mereka.
Diantara utusan tersebut ada yang diutus kepada Kisra Persia, akan tetapi ketika Sang Kisra membaca surat yang dikirim kepadanya, maka sang kisra kemudian merobek-robek surat tersebut.

Pertanyaan yang timbul dalam diri kita, apakah yang akan dilakukan oleh Rasulullah Shalallohu ‘Alaihi Wa sallam ketika mendapatkan berita perobekan tersebut?


Kalaulah dipakai kaedah kemaafan, maka kita akan dapati Rasulullah Shalallohu ‘Alaihi Wa sallam akan memaafkan Kisra Persia, karena hanya sebuah surat yang dirobek dan tidak ada seorang muslim yang dihina atau al-Quran yang dilecehkan.

Namun, yang terjadi sebaliknya. Rasulullah Shalallohu ‘Alaihi Wa sallam sangat marah dengan berita tersebut dan Beliau berdoa:

اَللهُم مَزقْ مُلْكَهُ
Artinya:
“ Ya Allah, hancurkanlah dan cerai-beraikanlah kekuasaannya.”

Allah SWT mengabulkan Doa Nabi tersebut. Pada Masa Pemerintahan Umar bin Khattab, semua wilayah yang pernah berada di bawah kekuasaan Kisra Persia, tidak ada satupun yang tertinggal, semua sudah lepas dari kekuasaan mereka.

Apakah yang membedakan antara dua kisah di atas?

Jawabannya ada pada Hadits Aisyah ra:

وَاللهِ مَا انْتَقَمَ لِنَفْسِهِ فِي شَيْءٍ يُؤْتَى إِلَيْهِ قَط، حَتى تُنْتَهَكَ حُرُمَاتُ اللهِ، فَيَنْتَقِمُ لِلهِ

Artinya:
“Demi Allah, tidaklah Rasulullah Shalallohu ‘Alaihi Wa sallam membalas sesuatu yang ditujukan kepada dirinya, kecuali ketika kehormatan agama Allah SWT dilanggar, maka Beliau pun marah semata-mata karena Allah.” (HR Bukhari)


Bukalah lembaran Sirah Rasul, maka kita akan dapati kemaafan diberikan Rasul untuk sesuatu yang berkaitan dengan diri Beliau, baik hinaan, celaan, lemparan batu dan lain sebagainya. Akan tetapi ketika menyangkut *kehormatan agama*, maka Beliau mengajarkan kepada kita untuk menunjukkan kemarahan, supaya tidak ada seorang pun yang mencoba bertindak semena-mena terhadap agama ini.

✅✅✅✅✅✅✅✅✅✅

Kisah lain akan kita dapati pada Kisah Yahudi Bani Qainuqa, yang terkenal sebagai pandai emas.
Suatu hari seorang muslimah datang ke Pasar Bani Qainuqa untuk membeli atau memperbaiki emasnya, namun sang penjual mengikat jilbab muslimah tersebut, sehingga ketika ia berdiri, maka nampaklah aurat bagian belakangnya.

Seorang pemuda muslim yang lewat berusaha membantu sang muslimah, akan tetapi ia dikeroyok oleh orang-orang Yahudi Bani Qainuqa’ yang ada di pasar tersebut.
Ketika sampai berita itu kepada Rasulullah Shalallohu ‘Alaihi Wa sallam, maka apakah yang akan Beliau lakukan?

Kalaulah teori kemaafan yang dipakai, niscaya Rasul akan memaafkan Yahudi Bani Qainuqa dan mengadakan negosiasi dengan mereka.
Akan tetapi, ternyata yang Beliau lakukan adalah sebaliknya.
Beliau perintahkan semua sahabat untuk mengepung Perkampungan Yahudi Bani Qainuqa dengan pilihan: perang atau mereka keluar dari Madinah dalam keadaan terusir. Pengepungan itu terjadi selama 15 hari, lalu mereka memilih untuk keluar dari Madinah dalam keadaan terusir dan tidak boleh kembali lagi ke Madinah.

Cukuplah kisah-kisah di atas sebagai jawaban bagi kita, kenapa umat Islam tidak memaafkan pelecehan yang dilakukan terhadap al-Quran dan agama mereka, sebab Nabi yang mengajarkan kita untuk memaafkan kesalahan orang lain, maka Beliau juga yang mengajarkan kepada kita untuk bersikap tegas kepada penista agama.

Kata kuncinya adalah: kalau pelecehan dan penghinaan itu kepada diri Beliau, maka Beliau akan memaafkan sepenuh hati tanpa perlu diminta.
Akan tetapi kalau pelecehan itu dalam masalah *agama*, maka Beliau menunjukkan kemarahannya.

Seakan-akan pesan kepada kita semua:
*“Kalaulah penghinaan itu kepada diri kita, maka seribu maaf akan kita berikan.*
*Tapi kalaulah penghinaan itu kepada agama, maka seribu nyawa akan kami siapkan!!!”*


sumber: Ghirah Sang Nabi
0
15K
3
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan