- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Jurus Jitu Pemerintah Bereskan Ketimpangan si Kaya dan si Miskin


TS
aghilfath
Jurus Jitu Pemerintah Bereskan Ketimpangan si Kaya dan si Miskin
Spoiler for Jurus Jitu Pemerintah Bereskan Ketimpangan si Kaya dan si Miskin:

Quote:
Jakarta - Kemiskinan dan ketimpangan ekonomi bukan persoalan yang sederhana. Berganti pemerintah telah mengeluarkan banyak jurus untuk mengentaskannya. Namun belum terselesaikan sepenuhnya.
Tercatat berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin mencapai 10,7% pada 2016 atau 27,7 juta jiwa dari total penduduk berdasarkan pernghitungan 2015 mencapai 255,18 juta jiwa.
Untuk ketimpangan yang tergambar dari gini rasio, sekarang masih ada pada level 0,397 atau sedikit di bawah batas yang dianggap 'mengkhawatirkan', sesuai kesepakatan internasional, yaitu 0,40.
Pengentasan kemiskinan menjadi prioritas nasional. Dalam rencana kerja pemerintah, telah disiapkan program dengan anggaran triliunan rupiah.
Menteri Perencanaan dan Pembangunan (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menjelaskan secara khusus kepada detikFinance, tentang program yang akan dijalankan. Berikut petikan wawancaranya:

Foto: Maikel Jefriando
Dalam dua tahun terakhir, meskipun pertumbuhan cuma sekitar 5% tapi gini rasio turun?
Gini rasio turun dari 0,41 ke 0,397. Pengangguran dan kemiskinan turun. Artinya begini, kalau kita pakai analisa tadi dengan 40% terendah 40% menengah dan 20% terkaya, di 2016 kemaren seperti saya katakan tadi semua kelompok membaik, cuma tadi masalah kecepatan membaiknya itu.
Kalau saya perhatikan dari 3 kelompok ini, yang 40% menengah kecepatannya incomenya paling tinggi sehingga dia bisa memperkecil gap antara 20% orang terkaya. Jadi bagan utama dari penurunan gini tadi, kan itu kok kelihatannya kecil ya. Itu karena yang baru membaik itu adalah 40% menengah dan 20% yang kaya dan itu kelihatan kalau kita lihat porsinya, itu yang 40% menengah naik 20% turun. Sehingga kesenjangan mengecil. Tapi yang 40% terendah praktis tidak mengalami perubahan. Artinya porsi mereka tetap.
Jadi ini kondisi sebelum 2016, 40% terendah 40% menengah dan 20% terkaya. Kemudian pada 2016 yang menengah naik cukup tinggi porsinya, yang 20% turun. Artinya mereka saling mengkompensasi, tapi yang di bawah tetap. Bahwa income mereka membaik itu iya tapi itu akhirnya membuat penurunan gini rasio kita ada, tapi kecil. Kita ingin penurunan gini rasio lebih besar.
Caranya gimana, harus 40% terendah ini diintervensi lebih serius lagi supaya porsi mereka naik sehingga mereka bisa memperkecil kesenjangan baik dengan yang menengah maupun dengan yang kaya. Saya percaya kalau 40% terendah itu diurusin istilahnya, menjadi fokus utama maka penurunan gini lebih cepat.
Apa yang sudah disiapkan pemerintah untuk mengatasi ketimpangan?
Caranya intervensi paling tepat pasti gini. Kemiskinan, kan ada garis kemiskinan, kelompok di sini (di bawah garis) disebut orang miskin, artinya dari garis kemiskinan sampai 80%. Kemudian yang 80% ke bawah itu disebut sangat miskin atau yang ekstrem istilahnya. Nah kemudian di atasnya ada yang hampir miskin. Jadi dari garis kemiskinan sampai 20% ke atas ada rentan miskin. Kemudian baru di atasnya tidak miskin.
Nah berarti kalau bicara intervensi, berarti harus pada empat kelompok ini. Rentan, hampir, miskin dan sangat miskin. Intervensi pada kelompok ini harus ada perbedaan, meskipun basic-nya sama.
Kenapa harus ada perbedaan intervensi?
Bedanya gini, kalau yang sangat miskin ini praktis 80% dari garis kemiskinan dan di bawahnya itu memang tidak punya apa-apa. Dia benar-benar bergantung dari bantuan pemerintah. Maka untuk orang seperti ini harus pastikan dulu intervensi yang prioritas adalah pelayanan dasar, jadi pendidikan dan kesehatan.
Kemudian infrastruktur dasar. Kita bicara intinya sanitasi dan air bersih karena supaya orang bisa ikut sekolah dengan baik, itu harus sehat, dan itu harus ada sanitasi, air bersih plus pemukiman. Pemukiman itu tidak harus memiliki yang penting harus sewa pemukiman. Jadi harus ada intervensi di lima area ini untuk yang sangat miskin.
Nah tentunya yang sangat miskin iya selain menerima BPJS kesehatan, juga harus menerima Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS), dia juga harus terima misalkan PKH (Program Keluarga Harapan).
PKH ini di belahan dunia lain diangap sebagai salah satu cara paling cepat untuk mengurangi kesenjangan. Ini yang disebut conditional cash transfer. Tapi nama kita PKH.
Kenapa dianggap mengurangi, karena ini adalah bantuan tunai bersyarat, yaitu kalau dia terima tunai, anaknya harus sekolah penuh, tidak boleh paruh waktu. Kalau ibunya sedang mengandung, ibunya harus periksa dan bisa ditambahkan juga harus diperbaiki sanitasi, akses air bersih dan seterusnya. Jadi kita kasih uang tapi mereka mendapatkan akses memfokuskan pada akses layanan dasar dan infrastruktur dasar.
Ini juga berlaku untuk yang miskin, meskipun yang miskin kemungkinan pelayanan dasarnya relatif lebih punya. Tapi tetap kalau mereka kurang tetap harus di-support. Ketika dia sudah cash transfer memang akan membantu dia mendekati garis kemiskinan, sehingga bisa lompat lewat garis kemiskinan.
Bagaimana kalau yang hampir dan rentan miskin?
Tadi selain bantuan yang tadi, kita juga tetap intervensi di mana beras. Beras ini mulai tahun depan, elpiji dan listrik kan kebutuhan dasar, maka akan diberikan dalam bentuk voucher.
Artinya apa, mereka punya daya beli untuk mendapatkan elpiji listrik maupun beras. Sehingga kebutuhan dasar bisa dipenuhi dan dia memang bisa di atas garis kemiskinan. Karena ada hampir atau rentan, berarti anytime mereka bisa kembali ke kemiskinan. Dan itu terjadi.
Kalau kita melihat data kemiskinan, itu selalu ada namanya migrasi, ada orang yang tadinya miskin menjadi hampir miskin atau rentan miskin. Sebaliknya ada yang balik menjadi miskin.
Jadi kalau ke daerah, banyak melihat orang yang tidak dikategorikan miskin lagi, jangan keburu senang dulu, karena mungkin di daerah lain ada dengan jumlah yang hampir sama orang yang rentan miskin, kembali ke miskin.
Maka untuk menjaga itu tidak terjadi, maka di sini perlu peran Kredit Usaha Rakyat (KUR). Orang kan supaya tidak miskin kan perlu ada income tetap kan. Itu cuma dua, kerja atau usaha. Nah jadi di sini pentingnya pendidikan vokasi.
Kalau orang miskin tadi kan dapatnya pendidikan dasar, nah ketika dia sudah masuk usia belasan tahun, maka harus diarahkan ke vokasi. Yang penting supaya dia bekerja. Pendidikan di sini bukan cuma soal bisa baca tulis tapi pendidikan yang bisa kerja. Nah itu juga kenapa kesehatan penting. Kalau dia tidak dapat sanitasi atau air bersih yang benar, maka dia bisa dapat penyakit, ya buru-buru bekerja, belajar saja nggak bisa. Susah kan begitu.
Nah jadi kita pastikan orang ini bisa kerja atau kalau dia merasa bekerja bukan kelebihannya, maka dia harus berusaha. Cuma kan berusaha butuh modal, di situlah peranan KUR penting, kenapa KUR itu tadi ada jaminan kredit. Karena dia mungkin belum bankable dan tidak punya kolateral. Maka itu di-support oleh Jamkrindo dan Askrindo. Kemudian dia bisa pinjam dengan suku bunga yang disubsidi.
Nanti juga ada program yang disusun oleh Menko yaitu ekonomi berkeadilan, bisa saja kita masukan orang-orang itu ke sektor pertanian. Tapi bukan penggarap atau lahan kecil tapi ya bagaimana petani yang lebih modern tapi petani yang bisa meningkatkan produktivitasnya. Tapi intinya untuk yang hampir dan rentan miskin ini, kredit untuk usaha, dan yang kedua adalah pekerjaan.
Skema penyaluran elpiji 3 kg sepertinya program baru, apa yang akan dijalankan pemerintah?
Kenapa kita mengubah dari yang sekarang, yang cuma subsidi harga itu malah akan lebih besar anggaran yang dibutuhkan dibandingkan langsung menyalurkan ke 40% masyarakat terbawah. Jadi ini bukan subsidi, kita kasih daya beli. Dengan voucher, ini mereka bisa beli misalnya dua tabung sebulan. Nah itu secara total itu lebih sedikit anggarannya karena sekarang banyak orang yang mampu itu membeli 3 kg.
Jadi selama ini pemerintah tahu bahwa banyak orang kaya yang ikut menikmati elpiji 3 kg?
Artinya begini ada orang kaya, itu bukan berarti butuh elpiji besar. Sekarang kan mungkin hanya makan pagi dan malam di rumah, siang pasti di luar. Kalau satu rumah cuma isinya dua orang buat apa pakai elpiji 12 kg, kan masaknya jarang. Jadi beli 3 kg.
Ketika dibeli kan nggak ditanya kamu kaya atau nggak? kasih harga, kita beli kan sekian. Jadi kayak bensin dulu. Jadi banyak yang salah sasaran. Alasannya ya memang karena niat dapat yang murah, tapi ada juga yang karena praktis. Kita ingin elpiji 3 kg dijual pada harga normal, tapi untuk keluarga miskin, itu dikasih daya beli. Kita upayakan secepatnya aturan ini diberlakukan.
Infrastruktur juga bisa mengurangi kesenjangan ya pak?
Iya infrastruktur. Orang kadang-kadang suka mempersepsikan wah infrastruktur ini bisa memperlebar kesenjangan, kan infrastruktur itu bukan cuma jalan tol, nggak cuma pembangkit listrik pelabuhan atau bandara besar. Ada jalan desa, arteri biasa, ada irigasi ada sanitasi, ada air bersih, ada perumahan dan banyak yang bisa membantu membuka akses lebih mudah kepada masyakat miskin untuk mendapatkan pelayanan atau berbagai akses ekonomi yang mereka memang kesulitan.
Misalnya ada desa nih, miskin sekali. Desa itu sebenarnya bisa menghasilkan produk pertanian, tapi karena jalan ke situ jelek, jadi untuk dijual ke tengkulak atau siapa lah yang mau membeli itu susah. Sehingga petani dalam posisi terdesak. Ada yang mau datang tapi petani mau nggak saya bayar sekian. Kalau kepepet kan dia jual apa adanya dan dia jadi miskin.
Nah begitu jalan dibuka, maka paling tidak bargaining power petani bisa naik, atau tadinya kering dia hanya panen sekali jadi dua kali setahun atau syukur-syukur tiga kali. Jadi kita harus lihatnya infrastruktur itu secara luas. Bahwa kita orang kota dan yang banyak seremoni kan jalan tol pembangkit listrik. Siapa yang mau resmikan sanitasi di desa ini? mungkin cuma anggota DPR yang lagi kampanye mungkin menarik, tapi buat kebanyakan orang kan lebih gagah kalau meresmikan yang infrastruktur besar.
Sebenarnya infrastruktur sangat membantu, bahwa efeknya nggak cuma jangka panjang, jangka pendek juga. Waktu membangun itu pun mempekerjakan orang yang bisa memperbaiki income, dari yang tidak kerja menjadi kerja, atau yang tadinya cuma dua hari seminggu menjadi lima hari seminggu.
Tercatat berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin mencapai 10,7% pada 2016 atau 27,7 juta jiwa dari total penduduk berdasarkan pernghitungan 2015 mencapai 255,18 juta jiwa.
Untuk ketimpangan yang tergambar dari gini rasio, sekarang masih ada pada level 0,397 atau sedikit di bawah batas yang dianggap 'mengkhawatirkan', sesuai kesepakatan internasional, yaitu 0,40.
Pengentasan kemiskinan menjadi prioritas nasional. Dalam rencana kerja pemerintah, telah disiapkan program dengan anggaran triliunan rupiah.
Menteri Perencanaan dan Pembangunan (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menjelaskan secara khusus kepada detikFinance, tentang program yang akan dijalankan. Berikut petikan wawancaranya:
Spoiler for Jurus Jitu Pemerintah Bereskan Ketimpangan si Kaya dan si Miskin:

Foto: Maikel Jefriando
Dalam dua tahun terakhir, meskipun pertumbuhan cuma sekitar 5% tapi gini rasio turun?
Gini rasio turun dari 0,41 ke 0,397. Pengangguran dan kemiskinan turun. Artinya begini, kalau kita pakai analisa tadi dengan 40% terendah 40% menengah dan 20% terkaya, di 2016 kemaren seperti saya katakan tadi semua kelompok membaik, cuma tadi masalah kecepatan membaiknya itu.
Kalau saya perhatikan dari 3 kelompok ini, yang 40% menengah kecepatannya incomenya paling tinggi sehingga dia bisa memperkecil gap antara 20% orang terkaya. Jadi bagan utama dari penurunan gini tadi, kan itu kok kelihatannya kecil ya. Itu karena yang baru membaik itu adalah 40% menengah dan 20% yang kaya dan itu kelihatan kalau kita lihat porsinya, itu yang 40% menengah naik 20% turun. Sehingga kesenjangan mengecil. Tapi yang 40% terendah praktis tidak mengalami perubahan. Artinya porsi mereka tetap.
Jadi ini kondisi sebelum 2016, 40% terendah 40% menengah dan 20% terkaya. Kemudian pada 2016 yang menengah naik cukup tinggi porsinya, yang 20% turun. Artinya mereka saling mengkompensasi, tapi yang di bawah tetap. Bahwa income mereka membaik itu iya tapi itu akhirnya membuat penurunan gini rasio kita ada, tapi kecil. Kita ingin penurunan gini rasio lebih besar.
Caranya gimana, harus 40% terendah ini diintervensi lebih serius lagi supaya porsi mereka naik sehingga mereka bisa memperkecil kesenjangan baik dengan yang menengah maupun dengan yang kaya. Saya percaya kalau 40% terendah itu diurusin istilahnya, menjadi fokus utama maka penurunan gini lebih cepat.
Apa yang sudah disiapkan pemerintah untuk mengatasi ketimpangan?
Caranya intervensi paling tepat pasti gini. Kemiskinan, kan ada garis kemiskinan, kelompok di sini (di bawah garis) disebut orang miskin, artinya dari garis kemiskinan sampai 80%. Kemudian yang 80% ke bawah itu disebut sangat miskin atau yang ekstrem istilahnya. Nah kemudian di atasnya ada yang hampir miskin. Jadi dari garis kemiskinan sampai 20% ke atas ada rentan miskin. Kemudian baru di atasnya tidak miskin.
Nah berarti kalau bicara intervensi, berarti harus pada empat kelompok ini. Rentan, hampir, miskin dan sangat miskin. Intervensi pada kelompok ini harus ada perbedaan, meskipun basic-nya sama.
Kenapa harus ada perbedaan intervensi?
Bedanya gini, kalau yang sangat miskin ini praktis 80% dari garis kemiskinan dan di bawahnya itu memang tidak punya apa-apa. Dia benar-benar bergantung dari bantuan pemerintah. Maka untuk orang seperti ini harus pastikan dulu intervensi yang prioritas adalah pelayanan dasar, jadi pendidikan dan kesehatan.
Kemudian infrastruktur dasar. Kita bicara intinya sanitasi dan air bersih karena supaya orang bisa ikut sekolah dengan baik, itu harus sehat, dan itu harus ada sanitasi, air bersih plus pemukiman. Pemukiman itu tidak harus memiliki yang penting harus sewa pemukiman. Jadi harus ada intervensi di lima area ini untuk yang sangat miskin.
Nah tentunya yang sangat miskin iya selain menerima BPJS kesehatan, juga harus menerima Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS), dia juga harus terima misalkan PKH (Program Keluarga Harapan).
PKH ini di belahan dunia lain diangap sebagai salah satu cara paling cepat untuk mengurangi kesenjangan. Ini yang disebut conditional cash transfer. Tapi nama kita PKH.
Kenapa dianggap mengurangi, karena ini adalah bantuan tunai bersyarat, yaitu kalau dia terima tunai, anaknya harus sekolah penuh, tidak boleh paruh waktu. Kalau ibunya sedang mengandung, ibunya harus periksa dan bisa ditambahkan juga harus diperbaiki sanitasi, akses air bersih dan seterusnya. Jadi kita kasih uang tapi mereka mendapatkan akses memfokuskan pada akses layanan dasar dan infrastruktur dasar.
Ini juga berlaku untuk yang miskin, meskipun yang miskin kemungkinan pelayanan dasarnya relatif lebih punya. Tapi tetap kalau mereka kurang tetap harus di-support. Ketika dia sudah cash transfer memang akan membantu dia mendekati garis kemiskinan, sehingga bisa lompat lewat garis kemiskinan.
Bagaimana kalau yang hampir dan rentan miskin?
Tadi selain bantuan yang tadi, kita juga tetap intervensi di mana beras. Beras ini mulai tahun depan, elpiji dan listrik kan kebutuhan dasar, maka akan diberikan dalam bentuk voucher.
Artinya apa, mereka punya daya beli untuk mendapatkan elpiji listrik maupun beras. Sehingga kebutuhan dasar bisa dipenuhi dan dia memang bisa di atas garis kemiskinan. Karena ada hampir atau rentan, berarti anytime mereka bisa kembali ke kemiskinan. Dan itu terjadi.
Kalau kita melihat data kemiskinan, itu selalu ada namanya migrasi, ada orang yang tadinya miskin menjadi hampir miskin atau rentan miskin. Sebaliknya ada yang balik menjadi miskin.
Jadi kalau ke daerah, banyak melihat orang yang tidak dikategorikan miskin lagi, jangan keburu senang dulu, karena mungkin di daerah lain ada dengan jumlah yang hampir sama orang yang rentan miskin, kembali ke miskin.
Maka untuk menjaga itu tidak terjadi, maka di sini perlu peran Kredit Usaha Rakyat (KUR). Orang kan supaya tidak miskin kan perlu ada income tetap kan. Itu cuma dua, kerja atau usaha. Nah jadi di sini pentingnya pendidikan vokasi.
Kalau orang miskin tadi kan dapatnya pendidikan dasar, nah ketika dia sudah masuk usia belasan tahun, maka harus diarahkan ke vokasi. Yang penting supaya dia bekerja. Pendidikan di sini bukan cuma soal bisa baca tulis tapi pendidikan yang bisa kerja. Nah itu juga kenapa kesehatan penting. Kalau dia tidak dapat sanitasi atau air bersih yang benar, maka dia bisa dapat penyakit, ya buru-buru bekerja, belajar saja nggak bisa. Susah kan begitu.
Nah jadi kita pastikan orang ini bisa kerja atau kalau dia merasa bekerja bukan kelebihannya, maka dia harus berusaha. Cuma kan berusaha butuh modal, di situlah peranan KUR penting, kenapa KUR itu tadi ada jaminan kredit. Karena dia mungkin belum bankable dan tidak punya kolateral. Maka itu di-support oleh Jamkrindo dan Askrindo. Kemudian dia bisa pinjam dengan suku bunga yang disubsidi.
Nanti juga ada program yang disusun oleh Menko yaitu ekonomi berkeadilan, bisa saja kita masukan orang-orang itu ke sektor pertanian. Tapi bukan penggarap atau lahan kecil tapi ya bagaimana petani yang lebih modern tapi petani yang bisa meningkatkan produktivitasnya. Tapi intinya untuk yang hampir dan rentan miskin ini, kredit untuk usaha, dan yang kedua adalah pekerjaan.
Skema penyaluran elpiji 3 kg sepertinya program baru, apa yang akan dijalankan pemerintah?
Kenapa kita mengubah dari yang sekarang, yang cuma subsidi harga itu malah akan lebih besar anggaran yang dibutuhkan dibandingkan langsung menyalurkan ke 40% masyarakat terbawah. Jadi ini bukan subsidi, kita kasih daya beli. Dengan voucher, ini mereka bisa beli misalnya dua tabung sebulan. Nah itu secara total itu lebih sedikit anggarannya karena sekarang banyak orang yang mampu itu membeli 3 kg.
Jadi selama ini pemerintah tahu bahwa banyak orang kaya yang ikut menikmati elpiji 3 kg?
Artinya begini ada orang kaya, itu bukan berarti butuh elpiji besar. Sekarang kan mungkin hanya makan pagi dan malam di rumah, siang pasti di luar. Kalau satu rumah cuma isinya dua orang buat apa pakai elpiji 12 kg, kan masaknya jarang. Jadi beli 3 kg.
Ketika dibeli kan nggak ditanya kamu kaya atau nggak? kasih harga, kita beli kan sekian. Jadi kayak bensin dulu. Jadi banyak yang salah sasaran. Alasannya ya memang karena niat dapat yang murah, tapi ada juga yang karena praktis. Kita ingin elpiji 3 kg dijual pada harga normal, tapi untuk keluarga miskin, itu dikasih daya beli. Kita upayakan secepatnya aturan ini diberlakukan.
Infrastruktur juga bisa mengurangi kesenjangan ya pak?
Iya infrastruktur. Orang kadang-kadang suka mempersepsikan wah infrastruktur ini bisa memperlebar kesenjangan, kan infrastruktur itu bukan cuma jalan tol, nggak cuma pembangkit listrik pelabuhan atau bandara besar. Ada jalan desa, arteri biasa, ada irigasi ada sanitasi, ada air bersih, ada perumahan dan banyak yang bisa membantu membuka akses lebih mudah kepada masyakat miskin untuk mendapatkan pelayanan atau berbagai akses ekonomi yang mereka memang kesulitan.
Misalnya ada desa nih, miskin sekali. Desa itu sebenarnya bisa menghasilkan produk pertanian, tapi karena jalan ke situ jelek, jadi untuk dijual ke tengkulak atau siapa lah yang mau membeli itu susah. Sehingga petani dalam posisi terdesak. Ada yang mau datang tapi petani mau nggak saya bayar sekian. Kalau kepepet kan dia jual apa adanya dan dia jadi miskin.
Nah begitu jalan dibuka, maka paling tidak bargaining power petani bisa naik, atau tadinya kering dia hanya panen sekali jadi dua kali setahun atau syukur-syukur tiga kali. Jadi kita harus lihatnya infrastruktur itu secara luas. Bahwa kita orang kota dan yang banyak seremoni kan jalan tol pembangkit listrik. Siapa yang mau resmikan sanitasi di desa ini? mungkin cuma anggota DPR yang lagi kampanye mungkin menarik, tapi buat kebanyakan orang kan lebih gagah kalau meresmikan yang infrastruktur besar.
Sebenarnya infrastruktur sangat membantu, bahwa efeknya nggak cuma jangka panjang, jangka pendek juga. Waktu membangun itu pun mempekerjakan orang yang bisa memperbaiki income, dari yang tidak kerja menjadi kerja, atau yang tadinya cuma dua hari seminggu menjadi lima hari seminggu.
detik
Perubahan skema subsidi ini dirasakan oleh sebagian besar yg sebenarnya mulai masuk kelas menengah menjadi beban dan bentuk kesewenangan pemerintah dalam menaikkan biaya hidup mereka, contoh kenaikan (penarikan subsidi) listrik 900 VA ke sebagian yg sudah masuk kategori 40% medium class, seperti awal2 dicabutnya subsidi bbm, hal ini juga akan menjadi gejolak bila lpg 3 kg dikembalikan ke harga pasar (cabut subsidi) dan mengganti dengan voucher pembelian ke 40% golongan miskin, bagaimanapun pengurangan kenyamanan akan memiliki efek keresahan terhadap penikmatnya

0
1.7K
Kutip
17
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan