hamizan77Avatar border
TS
hamizan77
Secuil Kisah Isra’ Mi’raj: Meneladani Keteguhan Iman Abu Bakar As Shiddiq
Pada suatu hari, di kala matahari mulai naik, seluruh warga kota Mekah digegerkan oleh berita yang ajaib dan mengejutkan. Ketika itu, Abu Jahal yang sedang bepergian untuk suatu keperluan, lewat di muka Ka’bah, tampak olehnya Rasulullah saw. sedang duduk sendirian di Masjidil Haram, berdiam diri dan asyik merenung.

Kemudian Abu Jahal mendekatinya dengan maksud akan mengganggunya dengan olok-olok dan penghinaan. Ia bertanya: “Tak adakah lagi hal yang datang padamu tadi malam?” Rasulullah saw. mengangkat kepalanya, lalu terjadi dialog sebagai berikut:

“Memang, saya telah diisra’kan ke Baitul Maqdis di Siria tadi malam”.

“Dan sekarang kamu telah berada lagi diantara kita?” tanya Abu Jahal.

“Benar,” ujar Rasulullah. Abu Jahal tak dapat lagi menahan hatinya untuk berteriak seperti orang gila, serunya: “Hai Bani Ka’ab bin Luai, kemarilah kalian….!”

Orang-orang Quraisy pun berdatangan dan satu sama lain saling berhimbauan. (Ketika itu Rasulullah saw. belum menyampaikan berita tentang Isra’ kepada seorang pun diantara para sahabatnya). Akhirnya orang-orang pun berkumpul dekat Ka’bah, sementara Abu Jahal menceritakan kepada mereka apa yang didengarnya dari Rasulullah dengan penuh semangat.

Menurut dugaannya, datanglah sudah kesempatan yang baik, dimana orang-orang yang beriman kepada Muhammad akan berlarian meninggalkannya. Salah seorang dari kaum Muslimin tampil ke muka dan menanyakan hal itu kepada Nabi: “Benarkah anda diisra’kan tadi malam wahai Rasulullah?” “Benar” ujar Rasulullah, “dan disana saya melakukan shalat bersama kawan-kawan para Anbiya”.

Maka dikalangan massa yang sedang berkerumun itu menjalarlah perasaan yang menggelora dan campur aduk. Orang-orang musyrik bersuka cita karena menyangka bahwa dengan berita ini akan berakhirlah riwayat Muhammad. Bahkan kebimbangan pun menyelinap di hati sebagian kaum muslimin.

Sementara itu, beberapa orang Quraisy datang ke rumah Abu Bakar dengan rasa gembira dan bangga, serta tak sedikit pun merasa bimbang bahwa mereka akan kembali dengan membawa seorang tokoh yang telah murtad dari agamanya. Karena, bukankah Abu Bakar lebih mengetahu betapa sulitnya perjalanan dan lamanya waktu yang diperlukan untuk menempuh jarak antara Mekah dan Siria? Apalagi bagi orang yang pergi lalu pulang kembali dan mengerjakan shalat disana! Sedangkan menurut Muhammad, semua itu terlaksana hanya dalam beberapa jam saja.

Akhirnya, sampailah mereka ke rumah Abu Bakar, lalu berseru memanggilnya: “Hai ‘Atiq (panggilan Abu Bakar), semua urusan sahabatmua sampai saat sebelum ini masih enteng dan dapat dimaklumi. Tetapi sekarang, kemarilah dan dengarkanlah!” Dengan terkejut, Abu Bakar pun menghampiri mereka, lalu tanyanya kepada mereka: “Ada apa gerangan?” “Mengenai sahabatmu, Muhammad”, ujar mereka.

Abu Bakar menghambur ke muka kemudian bentaknya: “Keparat kalian, bahaya apa yang menimpanya?” Mereka pun mundur sedikit, mereka menahan nafas saking takutnya. Kemudian salah seorang dari mereka ada yang memberanikan diri untuk berkata: “Ia sedang berada dekat Ka’bah. Ia menceritakan kepada orang-orang bahwa Tuhannya telah mengisra’kannya ke Baitul Maqdis”. Seorang lagi tampil ke muka, dengan nada mengejek ia menyelesakan cerita temannya: “Ia berangkat malam, pulang malam, dan sekarang telah berada diantara kita”.

Namun, betapa terkejut hati orang-orang Quraisy ketika melihat Abu Bakar tak tampak kekagetan di raut mukanya. Malah dengan wajah berseri-seri Abu Bakar menjawab: “Apa keberatannya? Bahkan saya akan mempercayainya walaupun lebih dari itu. Saya mempercayainya mengenai berita langit yang diterimanya, baik di waktu pergi maupun ketika kembali”. Kemudian diucapkanlah semboyannya yang terkenal: “Jika demikian, maka benarlah ia!”

Abu Bakar kemudian bergegas pergi ke Ka’bah untuk menjumpai Rasulullah saw. Disana dilihatnya kelompok manusia yang mencibir dan yang ragu-ragu sedang mengelilingi Rasulullah saw. dengan suara ribut yang tiada menentu. Dilihatnya Cahaya Allah sedang duduk sambil tunduk dengan khusyuknya menghadap Ka’bah. Ia tidak merasa terganggu dengan berisiknya orang-orang bodoh disekitarnya. Setibanya disana, Abu Bakar pun menjatuhkan diri kepadanya sambil memeluknya, seraya katanya: “Demi bapak dan ibuku yang jadi tebusanmu hai Rasulullah! Demi Allah, sesungguhnya engkau benar……Demi Allah sesungguhnya engkau benar……”



Inilah suatu tontonan dari keimanan yang begitu menakjubkan. Memang, keimanan ini merupakan kesediaan untuk memberi dan berkorban. Adakah kiranya kata-kata yang mampu mengangkat derajat seseorang ke taraf yang tinggi berkenaan dengan persitiwa yang diucapkan oleh Abu Bakar? Hanya satu ucapan saja yang dapat membantu kita dalam memberikan jawaban terhadap peristiwa seperti ini, yaitu: “Ya Allah, Engkaulah yang melimpahkan keyakinan seperti ini, Maha Suci Engkau!”



*disadur dari buku: Khalifah Rasul pengarang: Khalid Muh. Khalid

sumber: CerpenIslam.id
0
1.5K
11
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan