tribunnews.comAvatar border
TS
MOD
tribunnews.com
Kisah Mbah Boni, Perajin Mainan Tanah Liat Berusia 1 Abad Lebih Sejak Zaman Jepang



TRIBUNNEWS.COM, BANYUWANGI - Mbah Boni dengan cekatan mengangkat ember berisi air dan membawanya ke halaman rumah.

Kemudian ia menyiapkan tanah liat serta alat putar tradisional.

Dengan tekun, dia membentuk tanah liat sesuai keinginannya.

"Kalau ini buat kempling, mainan anak anak yang bisa ditabuh seperti rebana. Nanti ini dikasih kertas semen. Kalau ditabuh bunyinya pling....pling...." jelasnya kepada Kompas.com, Selasa (18/4/2017).

Mbah Boni bercerita, pekerjaannya membuat mainan dari tanah liat sudah dilakoni sejak zaman Jepang.

Saat itu, hasil karyanya dihargai dua rupiah per buah.

Selain membuat mainan, ia juga menerima pesanan pembuatan piring dari tanah liat serta cobek yang ia buat sendiri di halaman rumahnya.

"Dulu kan nggak ada piring plastik atau keramik, ya makannya pakai piring tanah liat. Ada yang ngajari saya waktu masih belum nikah," katanya.

Menurutnya, dulu di tempat tinggalnya saat ini, Desa Kepundungan Kecamatan Srono banyak yang membuat kerajinan dari tanah liat.

Namun sebagian besar mereka transmigrasi dan pindah ke Papua.

Mbah Boni sempat ditawari ikut pindah namun ia menolak dan memilih tetap tinggal di Banyuwangi bersama suaminya.

"Jadi sekarang ya tinggal saya yang buat mainan seperti ini. Sudah tidak ada lagi penerusnya," kata nenek yang memiliki 12 buyut tersebut.

Saat masih muda, setiap hari Mbah Boni bisa membuat hampir 100 buah kerajinan tanah liat.

Namun kini, dia hanya sanggup membuat paling banyak 30 buah dan itu dikerjakan pagi hari selama kurang lebih dua jam.

"Kalau sinar mataharinya sudah kena pintu rumah saya berhenti. Capek," katanya sambil tertawa.

Untuk satu mainan yang ia buat dihargai Rp 500 sampai Rp 1.000 per buah.

Paling lama seminggu sekali ada orang yang datang ke rumahnya untuk mengambil dan menjualnya kembali ke pasar.

"Yang ambil usianya sama tuanya seperti saya. Ini sudah empat hari nggak ambil katanya masih sakit," ungkapnya.

Biasanya mainan Kempling yang ia buat laris pada saat bulan Puasa karena banyak anak-anak yang memainkan saat jelang berbuka puasa atau saat sahur.

Selain membuat Kempling, Mbah Boni juga membuat pot bunga, cobek, dan peralatan dapur berbentuk mini yang biasanya digunakan untuk anak perempuan bermain masak-masakan.

"Kadang ada yang langsung ke sini buat beli," ungkapnya.

Kepada Kompas.com, Mbah Boni menunjukkan tumpukan Kempling yang hampir jadi di dalam rumahnya.

Setelah tanah liat dibentuk, lalu di jemur hingga kering.

Terakhir hasil karya Mbah Boni di bakar menggunakan tungku sederhana di belakang rumah.

Saat membakar, Mbah Boni dibantu oleh anak yang tinggal bersamanya.

Berusia 108 Tahun

Saat di tanya berapa usianya, Mbah Boni yang masih memiliki pendengaran serta ingatan yang bagus tersebut mengaku tahu tahun berapa dia lahir.

Namun dia memastikan bahwa dia lahir bersamaan dengan lahirnya Putri Juliana Belanda.

"Saat itu siapa yang lahirnya bersama dengan Putri Juliana dapat hadiah. Sayang yang dapat hadiah tetangga. soalnya ibu melahirkan saya sore hari sedangkan Ratu Wilhelmina melahirkan putri Juliana pagi hari. Tetangga saya lahirnya pagi. Hadiahnya kata ibu beras dan minyak goreng," kata Mbah Boni.

Putri Juliana lahir di Den Haag, 30 April 1909.

Jika lahir bersamaan dengan Putri Juliana, Mbah Boni sudha berusia 108 tahun.

Mbah Boni yang lahir di Kediri kemudian pindah ke Banyuwangi bersama keluarganya.

Yang ia ingat, perjalanan dari Kediri ke Banyuwangi menghabiskan hampir 20 hari.

Mbah Boni kemudian menikah dengan suaminya yang asli Banyuwangi dan bekerja sebagai petani.

Untuk mencukupi kebutuhan keluarganya, Mbah Boni juga mulai membuat kerajinan tanah liat.

Dia memiliki 5 anak, 12 cucu dan 12 buyut yang sebagian bekerja di Bali.

"Sekarang saya tinggal sama salah satu anak saya. Dia yang cari tanah liat dan diinjak-injak biar halus," tambahnya.

Ia mengaku selama masih kuat membuat mainan, ia akan tetap bekerja.

Tidak jarang selama bekerja dia ditemani anak-anak tetangganya yang minta dibuatkan mainan olehnya.

"Biasanya anak anak bilang mbah tak kancani dan pulang mereka bawa satu mainan. Liat mereka senang dapat mainan saya juga senang," pungkasnya.

KOMPAS.com/Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati

Sumber : http://www.tribunnews.com/regional/2...k-zaman-jepang

---

Baca Juga :

- Pulau Ini 'Dikuasai' Kucing, Prosesi Penyambutan di Tempat Ini Sangat Unik

- Hadiri KAA, Presiden Jokowi dan Para Menteri Kabinet Kerja Ini Kompak Pakai Baju Adat

- Wapres Amerika dan PM Jepang Menyinggung Krisis Semenanjung Korea

0
975
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan