- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Megawati: Kalau Mau Kaya, Jangan di Partai Politik


TS
sukhoivsf22
Megawati: Kalau Mau Kaya, Jangan di Partai Politik
Uang Suap Proyek Bakamla Diduga Mengalir ke Sejumlah Anggota DPR
Sabtu, 8 April 2017 | 07:38 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Uang suap proyek satelite monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla) disebut mengalir ke sejumlah politisi dan anggota DPR.
Itu terungkap saat Direktur PT Merial Esa, Fahmi Darmawansyah bersaksi untuk anak buahnya, yakni marketing/opreasional PT Merial Esa Hardy Stefanus dan bagian operasional PT Merial Esa Adami Okta di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jumat (8/4/2017).
Dalam sidang itu, Jaksa Komisi Pemberantasa Korupsi Kiki Ahmad Yani membacakan BAP Fahmi Nomor 31 huruf c tertanggal 18 Januari 2017.
Di BAP itu disebut bahwa 6 persen dari nilai proyek sebesar Rp 400 miliar atau Rp 24 miliar dibagikan ke sejumlah anggota DPR melalui politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Ali Fahmi alias Fahmi Al Habsy sebagai pelicin guna memperlancar proyek.
"Uang saya berikan kepada Ali Fahmi alias Fahmi Al Habsy untuk mengurus proyek satmon Bakamla melalui Balitbang PDI-P Eva Sundari, anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PKB Bertus Merlas, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar Fayakun Andriadi, Bappenas, dan Kementerian Keuangan. Betul itu keterangan saudara?" tanya Kiki, seperti dilansir Antara.
"Betul," jawab Fahmi.
Dalam dakwaan disebutkan bahwa uang Rp 400 miliar itu diserahkan oleh Adami dan Hardy di hotel Ritz Carlton Kuningan, Jakarta Selatan.
Ali, kata Fahmi, adalah orang yang mengarahkan dirinya agar bisa memenangkan proyek ini dan menjanjikan fee sebesar 15 persen dari nilai pengadaan.
Kiki kemudian bertanya lagi soal rincian besaran uang yang diterima para politisi itu. "Tapi rincian berapa ke orang-orang ini saudara tidak mengerti?" tanya jaksa Kiki.
Fahmi menjawab tidak tahu. Fahmi juga mengaku tak tahu kapan dan dimana Ali menyerahkan uang kepada para politisi tersebut.
Menurut Fahmi, Ali lah yang bertanggung jawab untuk mengatur pengadaan proyek satelite monitoring saat dianggarkan. "Ali Fahmi apakah memberi tahu bahwa ini itu nanti untuk penganggaran?" tanya jaksa.
"Pernah Pak. Setelah saya tanya, waktu saya nagih, tetapi dia beralasan panjang itu bahasanya, buat sebelas. Saya jawab saya tidak ada urusan sama mereka. Lu yang tanggung jawab," jawab Fahmi.
"Sebelas itu apa?" tanya jaksa.
"Komisi XI," jawab Fahmi.
"Siapa saja DPR itu?" tanya jaksa.
"Kalau, saya tidak tahu pastinya, kalau dari Ali Fahmi menyebutkan ada namanya Doni. Doni itu anggota 11, Nasdem apa gitu. Saya lupa partainya, takut salah kan Pak," jawab Fahmi.
Dalam perkara ini, Fahmi, Adami dan Hardy didakwa menyuap mantan Deputi Informasi, Hukum, dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut (Bakamla) yang juga Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Eko Susilo Hadi sebesar 100 ribu dolar Singapura, 88.500 ribu dolar AS, 10 ribu euro.
Mereka juga didakwa menyuap Direktur Data dan Informasi Bakamla merangkap Pejabat Pembuat Komitment (PPK) Bambang Udoyo sebesar 105 ribu dolar Singapura.
Suap juga masih diberikan kepada Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan 104.500 dolar Singapura; dan Kasubag TU Sestama Bakamla Tri Nanda Wicaksono Rp 120 juta sehingga total suap adalah 309.500 dolar Singapura, 88.500 dolar AS, 10 ribu euro dan Rp 120 juta.
Editor: Krisiandi
Sumber: antaranews.com
http://nasional.kompas.com/read/2017...ah.anggota.dpr
Megawati: Kalau Mau Kaya, Jangan di Partai Politik
Oleh Putu Merta Surya Putra pada 30 Mar 2017, 21:02 WIB
:strip_icc():format(jpeg)/liputan6-media-production/medias/1530476/original/004071200_1488963324-20170308-Megawati-FF2.jpg)
Liputan6.com, Jakarta - Beberapa kader PDIP masih ada yang terseret kasus korupsi. Hal ini membuat Ketua Umumnya Megawati Soekarnoputri meradang. Dia meminta agar kader mematuhi aturan dan memahami makna dari keberadaan partai politik.
"Dengan demikian semuanya harus mengikuti aturan. Kalau enggak suka dengan PDIP, monggo baik-baik saja mengembalikan kartu anggota, lalu ya keluar saja," kata Megawati di Jakarta, Kamis (30/3/2017).
Dia tak menampik ada kader nakal di partainya. Namun, Megawati mengingatkan agar tidak mencari kekayaan lewat parpol.
"Di partai kami, tentu ada anak nakal. Kalau mau cari kaya, saya bilang kenapa enggak jadi pengusaha, monggo saja. Lebih baik demikian. Karena organisasi parpol basic-nya bukan cari kekayaan. Kalau mau hidup secukupnya, ya boleh lah," jelas Megawati.
Megawati mengatakan, banyak orang yang ingin menjadi anggota DPR tapi masih menyelewengkan jabatannya setelah duduk di parlemen.
"Keinginan semua orang jadi anggota DPR, ya saya bilang bersabar saja. Karena setiap orang kursinya saja sangat terbatas. Kalau sudah jadi, kalau kerja baik-baik sana. Kalau sudah bosan, berhenti. Jangan setengah-setengah gitu," pungkas Megawati.
http://m.liputan6.com/news/read/2905...partai-politik
Mantap,,,

Sabtu, 8 April 2017 | 07:38 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Uang suap proyek satelite monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla) disebut mengalir ke sejumlah politisi dan anggota DPR.
Itu terungkap saat Direktur PT Merial Esa, Fahmi Darmawansyah bersaksi untuk anak buahnya, yakni marketing/opreasional PT Merial Esa Hardy Stefanus dan bagian operasional PT Merial Esa Adami Okta di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jumat (8/4/2017).
Dalam sidang itu, Jaksa Komisi Pemberantasa Korupsi Kiki Ahmad Yani membacakan BAP Fahmi Nomor 31 huruf c tertanggal 18 Januari 2017.
Di BAP itu disebut bahwa 6 persen dari nilai proyek sebesar Rp 400 miliar atau Rp 24 miliar dibagikan ke sejumlah anggota DPR melalui politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Ali Fahmi alias Fahmi Al Habsy sebagai pelicin guna memperlancar proyek.
"Uang saya berikan kepada Ali Fahmi alias Fahmi Al Habsy untuk mengurus proyek satmon Bakamla melalui Balitbang PDI-P Eva Sundari, anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PKB Bertus Merlas, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar Fayakun Andriadi, Bappenas, dan Kementerian Keuangan. Betul itu keterangan saudara?" tanya Kiki, seperti dilansir Antara.
"Betul," jawab Fahmi.
Dalam dakwaan disebutkan bahwa uang Rp 400 miliar itu diserahkan oleh Adami dan Hardy di hotel Ritz Carlton Kuningan, Jakarta Selatan.
Ali, kata Fahmi, adalah orang yang mengarahkan dirinya agar bisa memenangkan proyek ini dan menjanjikan fee sebesar 15 persen dari nilai pengadaan.
Kiki kemudian bertanya lagi soal rincian besaran uang yang diterima para politisi itu. "Tapi rincian berapa ke orang-orang ini saudara tidak mengerti?" tanya jaksa Kiki.
Fahmi menjawab tidak tahu. Fahmi juga mengaku tak tahu kapan dan dimana Ali menyerahkan uang kepada para politisi tersebut.
Menurut Fahmi, Ali lah yang bertanggung jawab untuk mengatur pengadaan proyek satelite monitoring saat dianggarkan. "Ali Fahmi apakah memberi tahu bahwa ini itu nanti untuk penganggaran?" tanya jaksa.
"Pernah Pak. Setelah saya tanya, waktu saya nagih, tetapi dia beralasan panjang itu bahasanya, buat sebelas. Saya jawab saya tidak ada urusan sama mereka. Lu yang tanggung jawab," jawab Fahmi.
"Sebelas itu apa?" tanya jaksa.
"Komisi XI," jawab Fahmi.
"Siapa saja DPR itu?" tanya jaksa.
"Kalau, saya tidak tahu pastinya, kalau dari Ali Fahmi menyebutkan ada namanya Doni. Doni itu anggota 11, Nasdem apa gitu. Saya lupa partainya, takut salah kan Pak," jawab Fahmi.
Dalam perkara ini, Fahmi, Adami dan Hardy didakwa menyuap mantan Deputi Informasi, Hukum, dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut (Bakamla) yang juga Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Eko Susilo Hadi sebesar 100 ribu dolar Singapura, 88.500 ribu dolar AS, 10 ribu euro.
Mereka juga didakwa menyuap Direktur Data dan Informasi Bakamla merangkap Pejabat Pembuat Komitment (PPK) Bambang Udoyo sebesar 105 ribu dolar Singapura.
Suap juga masih diberikan kepada Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan 104.500 dolar Singapura; dan Kasubag TU Sestama Bakamla Tri Nanda Wicaksono Rp 120 juta sehingga total suap adalah 309.500 dolar Singapura, 88.500 dolar AS, 10 ribu euro dan Rp 120 juta.
Editor: Krisiandi
Sumber: antaranews.com
http://nasional.kompas.com/read/2017...ah.anggota.dpr
Megawati: Kalau Mau Kaya, Jangan di Partai Politik
Oleh Putu Merta Surya Putra pada 30 Mar 2017, 21:02 WIB
:strip_icc():format(jpeg)/liputan6-media-production/medias/1530476/original/004071200_1488963324-20170308-Megawati-FF2.jpg)
Liputan6.com, Jakarta - Beberapa kader PDIP masih ada yang terseret kasus korupsi. Hal ini membuat Ketua Umumnya Megawati Soekarnoputri meradang. Dia meminta agar kader mematuhi aturan dan memahami makna dari keberadaan partai politik.
"Dengan demikian semuanya harus mengikuti aturan. Kalau enggak suka dengan PDIP, monggo baik-baik saja mengembalikan kartu anggota, lalu ya keluar saja," kata Megawati di Jakarta, Kamis (30/3/2017).
Dia tak menampik ada kader nakal di partainya. Namun, Megawati mengingatkan agar tidak mencari kekayaan lewat parpol.
"Di partai kami, tentu ada anak nakal. Kalau mau cari kaya, saya bilang kenapa enggak jadi pengusaha, monggo saja. Lebih baik demikian. Karena organisasi parpol basic-nya bukan cari kekayaan. Kalau mau hidup secukupnya, ya boleh lah," jelas Megawati.
Megawati mengatakan, banyak orang yang ingin menjadi anggota DPR tapi masih menyelewengkan jabatannya setelah duduk di parlemen.
"Keinginan semua orang jadi anggota DPR, ya saya bilang bersabar saja. Karena setiap orang kursinya saja sangat terbatas. Kalau sudah jadi, kalau kerja baik-baik sana. Kalau sudah bosan, berhenti. Jangan setengah-setengah gitu," pungkas Megawati.
http://m.liputan6.com/news/read/2905...partai-politik
Mantap,,,

Diubah oleh sukhoivsf22 08-04-2017 12:26
0
2.1K
28


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan