- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Bangun Rumah Tapak Massal Murah Sudah Tak Mungkin di Jakarta


TS
aghilfath
Bangun Rumah Tapak Massal Murah Sudah Tak Mungkin di Jakarta
Spoiler for Bangun Rumah Tapak Massal Murah Sudah Tak Mungkin di Jakarta:

Quote:
Jakarta - Sebagai pusat pemerintahan dan perekonomian, Jakarta menjadi kota yang paling padat penduduknya. Padatnya penduduk juga membuat lahan di Ibu Kota semakin langka. Apalagi sekarang sepertinya mustahil ada rumah seharga Rp 350 juta.
Menurut Associate Director Colliers Ferry Salanto program tersebut rasanya sulit untuk direalisasikan. Sebab lahan di Jakarta sudah sangat terbatas.
"Kalau rumah tapak mah repot, agak sulit. Tanahnya itu yang enggak nutup. Lagi pula harganya juga sudah sangat mahal," tuturnya saat dihubungi detikFinance, Minggu (2/4/2017).
Baca juga: Menelusuri Rumah Seharga Rp 350 Juta di Jakarta
Ferry melanjutkan, meskipun ada lahan di Jakarta untuk membangun rumah tapak namun ketersediaannya terpencar. Sehingga sulit untuk dijadikan sebuah program hunian dari pemerintah untuk masyarakat.
"Nyari lahannya juga susah, jadi kerjaan banget nyari nyari satu-satu. Kalau untuk bangun rumah 1 atau 2 mungkin bisa. Tapi tidak bisa untuk proyek perumahan," imbuhnya.
Menurut pandangan Ferry, hanya di Jakarta Timur yang masih tersedia lahan, meskipun juga sudah sangat terbatas. Harga tanah di Jakarta Timur juga terbilang paling murah diantara wilayah lainnya.
"Paling memungkinkan Jakarta Timur. Tapi itu pun harus membangun vertikal jika untuk program hunian masyarakat," tukasnya.
Baca juga: Begini Penampakan Rumah Seharga Rp 350 Juta di Jakarta
Menurut data terkini Indonesia Property Watch (IPW), rata-rata harga tanah paling tinggi berada di Jakarta Pusat senilai Rp 18,76 juta per m2. Sedangkan yang rata-rata harga tanah termurah di Jakarta Timur senilai Rp 7,9 juta per m2.
Sedangkan di Jakarta Selatan senilai Rp 17,97 juta per m2, lalu Jakarta Utara Rp 17,13 juta per m2 dan Jakarta Barat seharga Rp 13,24 juta per m2.
Kendati begitu, pertumbuhan harga tanah di Jakarta Timur dalam 3 tahun terakhir paling tinggi dibanding wilayah lainnya yakni sebesar 5,58%. Sedangkan Jakarta Pusat 4,19%, Jakarta Selatan 4,67%, Jakarta Utara 2,85% dan Jakarta Barat 4,15%.
Menurut Associate Director Colliers Ferry Salanto program tersebut rasanya sulit untuk direalisasikan. Sebab lahan di Jakarta sudah sangat terbatas.
"Kalau rumah tapak mah repot, agak sulit. Tanahnya itu yang enggak nutup. Lagi pula harganya juga sudah sangat mahal," tuturnya saat dihubungi detikFinance, Minggu (2/4/2017).
Baca juga: Menelusuri Rumah Seharga Rp 350 Juta di Jakarta
Ferry melanjutkan, meskipun ada lahan di Jakarta untuk membangun rumah tapak namun ketersediaannya terpencar. Sehingga sulit untuk dijadikan sebuah program hunian dari pemerintah untuk masyarakat.
"Nyari lahannya juga susah, jadi kerjaan banget nyari nyari satu-satu. Kalau untuk bangun rumah 1 atau 2 mungkin bisa. Tapi tidak bisa untuk proyek perumahan," imbuhnya.
Menurut pandangan Ferry, hanya di Jakarta Timur yang masih tersedia lahan, meskipun juga sudah sangat terbatas. Harga tanah di Jakarta Timur juga terbilang paling murah diantara wilayah lainnya.
"Paling memungkinkan Jakarta Timur. Tapi itu pun harus membangun vertikal jika untuk program hunian masyarakat," tukasnya.
Baca juga: Begini Penampakan Rumah Seharga Rp 350 Juta di Jakarta
Menurut data terkini Indonesia Property Watch (IPW), rata-rata harga tanah paling tinggi berada di Jakarta Pusat senilai Rp 18,76 juta per m2. Sedangkan yang rata-rata harga tanah termurah di Jakarta Timur senilai Rp 7,9 juta per m2.
Sedangkan di Jakarta Selatan senilai Rp 17,97 juta per m2, lalu Jakarta Utara Rp 17,13 juta per m2 dan Jakarta Barat seharga Rp 13,24 juta per m2.
Kendati begitu, pertumbuhan harga tanah di Jakarta Timur dalam 3 tahun terakhir paling tinggi dibanding wilayah lainnya yakni sebesar 5,58%. Sedangkan Jakarta Pusat 4,19%, Jakarta Selatan 4,67%, Jakarta Utara 2,85% dan Jakarta Barat 4,15%.
Spoiler for Anies dan Sandi Beda Pendapat Soal Program DP 0 Rupiah:
Anies dan Sandi Beda Pendapat Soal Program DP 0 Rupiah

Quote:
JAKARTA, KompasProperti - Program perumahan milik pasangan calon Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan-Sandiaga Uno berupa uang muka atau down payment (DP) 0 Rupiah untuk rumah dengan harga Rp 350 juta dan di bawahnya diklaim bakal serupa dengan program Housing and Development Board (HDB) Singapura.
Menurut Sandiaga melalui konsep serupa HBD tersebut, pihaknya akan fokus menyediakan hunian murah dalam bentuk vertikal. Modelnya akan seperti rumah susun (rusun) yang ada di Jakarta.
"Iya, kalau vertikal tentu bentuknya seperti di Singapura ada HDB. Unit-unitnya vertikal dan itu terjangkau oleh masyarakat. Diberikan pembiayaan yang cukup ringan," kata Sandiaga, saat ditemui di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Jumat (31/3/2017).
Namun, pernyataan Sandiaga tersebut justru berseberangan dengan apa yang disampaikan Anies pada debat di Mata Najwa, Senin (27/3/2017).
Kala itu, Anies mengkritik program perumahan Pemprov DKI Jakarta saat ini yang terus bergantung pada penyediaan rusun.
"Jembatan itu belum disediakan Pemprov DKI Jakarta karena selalu bergantung kepada rusun. Kalau program ini (DP 0 Rupiah) tidak, karena suplai yang ada di masyarakat, masyarakat menjual rumah, ukuran apapun juga dan syaratnya ini rumah pertama dan untuk ditinggali," ujar Anies.
Kendati demikian, Sandiaga tak menutup kemungkinan dalam program DP 0 Rupiah juga terdapat rumah tapak murah.
"Bisa ada. Tapi buat kami nanti untuk yang di tanah Pemprov fokusnya itu di hunian vertikal," ucap Sandiaga.
Selain itu, perbedaan pendapat antara keduanya juga muncul terkait program hunian yang serupa HDB Singapura.
Sandi menyamakan Program DP 0 Rupiah dengan HDB Singapura di mana pemprov-lah yang berlaku sebagai pengembang, pembangun, dan melakukan pemeliharaan atas flat atau rusun yang telah dibangun.
Sebaliknya, Anies menuturkan pengadaan atau pasokan justru berasal dari warga yang menjual rumahnya seharga Rp 350 juta atau di bawahnya. Konkritnya adalah warga memiliki kesempatan untuk memilih rumah mereka.
"Pemerintah bisa saja menyiapkan, tetapi di sisi lain ada supply dan demand warga. Ini yang kita selesaikan dengan memberikan kesempatan bantuan untuk pembiayaan. Jadi bukan pemerintah membangun rumahnya saja. Jadi jangan membayangkan program ini kami membangunkan rumah," jelas Anies.
Sekadar informasi, HDB Singapura bersifat nirlaba. Lembaga ini memiliki dua fungsi utama, yakni untuk mengelola sisi permintaan sehingga bertindak laiknya Lembaga Penerbit Kredit Perumahan dan untuk mengelola pasokan.
Terkait suplai tersebut, HDB berfungsi sebagai pengembang, pembangun, dan melakukan pemeliharaan atas flat HDB yang telah dibangun.
Perbedaan pendapat Anies-Sandi karena memang belum adanya skema jelas terkait Program DP 0 Rupiah tersebut.
Keduanya juga selama ini belum menjelaskan hal tersebut secara gamblang kepada publik.
Untuk mencerahkan publik soal rumah murah dengan DP 0 Rupiah itu, Sandi mengaku akan membuat forum group discussion (FGD) terbuka.
Ia berencana mengundang sejumlah organisasi seperti Real Estate Indonesia (REI), Kadin, HIMPI, akademisi dan kalangan lainnya.
"Konsepnya sudah kita launching. Diskursus ini penting, silakan didengar dan kita menjawab. Dan sebuah diskusi yang fokus. Wartawan nanti diundang untuk dengar apa yang jadi posisi kita berkaitan dengan perumahan dengan DP 0 Rupiah ini," pungkasnya.
Menurut Sandiaga melalui konsep serupa HBD tersebut, pihaknya akan fokus menyediakan hunian murah dalam bentuk vertikal. Modelnya akan seperti rumah susun (rusun) yang ada di Jakarta.
"Iya, kalau vertikal tentu bentuknya seperti di Singapura ada HDB. Unit-unitnya vertikal dan itu terjangkau oleh masyarakat. Diberikan pembiayaan yang cukup ringan," kata Sandiaga, saat ditemui di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Jumat (31/3/2017).
Namun, pernyataan Sandiaga tersebut justru berseberangan dengan apa yang disampaikan Anies pada debat di Mata Najwa, Senin (27/3/2017).
Kala itu, Anies mengkritik program perumahan Pemprov DKI Jakarta saat ini yang terus bergantung pada penyediaan rusun.
"Jembatan itu belum disediakan Pemprov DKI Jakarta karena selalu bergantung kepada rusun. Kalau program ini (DP 0 Rupiah) tidak, karena suplai yang ada di masyarakat, masyarakat menjual rumah, ukuran apapun juga dan syaratnya ini rumah pertama dan untuk ditinggali," ujar Anies.
Kendati demikian, Sandiaga tak menutup kemungkinan dalam program DP 0 Rupiah juga terdapat rumah tapak murah.
"Bisa ada. Tapi buat kami nanti untuk yang di tanah Pemprov fokusnya itu di hunian vertikal," ucap Sandiaga.
Selain itu, perbedaan pendapat antara keduanya juga muncul terkait program hunian yang serupa HDB Singapura.
Sandi menyamakan Program DP 0 Rupiah dengan HDB Singapura di mana pemprov-lah yang berlaku sebagai pengembang, pembangun, dan melakukan pemeliharaan atas flat atau rusun yang telah dibangun.
Sebaliknya, Anies menuturkan pengadaan atau pasokan justru berasal dari warga yang menjual rumahnya seharga Rp 350 juta atau di bawahnya. Konkritnya adalah warga memiliki kesempatan untuk memilih rumah mereka.
"Pemerintah bisa saja menyiapkan, tetapi di sisi lain ada supply dan demand warga. Ini yang kita selesaikan dengan memberikan kesempatan bantuan untuk pembiayaan. Jadi bukan pemerintah membangun rumahnya saja. Jadi jangan membayangkan program ini kami membangunkan rumah," jelas Anies.
Sekadar informasi, HDB Singapura bersifat nirlaba. Lembaga ini memiliki dua fungsi utama, yakni untuk mengelola sisi permintaan sehingga bertindak laiknya Lembaga Penerbit Kredit Perumahan dan untuk mengelola pasokan.
Terkait suplai tersebut, HDB berfungsi sebagai pengembang, pembangun, dan melakukan pemeliharaan atas flat HDB yang telah dibangun.
Perbedaan pendapat Anies-Sandi karena memang belum adanya skema jelas terkait Program DP 0 Rupiah tersebut.
Keduanya juga selama ini belum menjelaskan hal tersebut secara gamblang kepada publik.
Untuk mencerahkan publik soal rumah murah dengan DP 0 Rupiah itu, Sandi mengaku akan membuat forum group discussion (FGD) terbuka.
Ia berencana mengundang sejumlah organisasi seperti Real Estate Indonesia (REI), Kadin, HIMPI, akademisi dan kalangan lainnya.
"Konsepnya sudah kita launching. Diskursus ini penting, silakan didengar dan kita menjawab. Dan sebuah diskusi yang fokus. Wartawan nanti diundang untuk dengar apa yang jadi posisi kita berkaitan dengan perumahan dengan DP 0 Rupiah ini," pungkasnya.
detik& kompas
Hanya "aladin dengan lampu ajaibnya & om anies dengan DP nol rupiah" mungkin yg bisa wujudkan rumah tapak murah di DKI dibawah 350 juta

Diubah oleh aghilfath 02-04-2017 11:28
0
7.8K
Kutip
128
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan