- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
MUI Disebut Sepakat Pecat Ishomuddin


TS
aghilfath
MUI Disebut Sepakat Pecat Ishomuddin
Spoiler for MUI Disebut Sepakat Pecat Ishomuddin:

Quote:
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) disebut telah memecat KH Ahmad Ishomuddin, saksi ahli agama Islam yang juga rais syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Jakarta dan dosen Fakultas Syari’ah IAIN Raden Intan, Lampung. Pemecatan dilakukan karena pernyataan Ishomuddin saat menjadi saksi meringankan untuk terdakwa penista agama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok bisa memecah belah umat Islam.
Komisi hukum MUI, Anton Digdoyo, mengatakan, pemecatan terhadap Ishomuddin dilakukan setelah Anton mengirim pesan WA ke ketum dan waketum MUI Pusat usai sidang Ahok, Selasa (21/3, malam. Pesan agar Ishomuddin juga ditembuskan ke sekjen MUI. Dalam pesannya Anton menyatakan, pihaknya akan keluar dari MUI.
"Jika tidak dipecat dalam waktu satu bulan ke depan, saya resign dari MUI," ujar Anton dalam pesannya tertulisnya yang diterima Republika.co.id, Kamis (23/3).
Mantan jenderal polisi ini menuturkan, pemecatan terhadap Ishomuddin terpaksa dilakukan karena pernyataannya dalam membela Ahok telah meresahkan umat Islam. Karena dalam kesaksiannya, Ishomuddin menyatakan surah al-Maidah ayat 51 sudah tak relevan lagi. Padahal, Alquran itu berlaku sejak kenabian Muhammad SAW 15 abad silam sampai hari kiamat.
"Alhamdulillah Pimpinan MUI Pusat sudah hubungi saya Kamis 23 Maret 2017 bahwa yang bersangkutan (Ishomudin) telah dikeluarkan dari MUI. Insya Allah, PBNU akan bersikap sama dengan MUI," katanya.
Mantan ajudan presiden kedua ini menuturkan, menafsirkan Alquran terutama ayat-ayat krusial itu ada penjelasan dari Rasulullah SAW yang dicatat dengan rapi dan rinci oleh para sahabat Nabi lalu dibukukan denga rapi pula. "Berjilid-jilid hadis dan kitab tafsir pasca turunnya wahyu terakhir al-Maidah ayat 3 yang artinya 'Hari ini telah Aku sempurnakan agamamu dan Aku sempurnakan pula nikmatku dan aku ridha Islam sebagai agamamu'."
Jadi, kata Anton, menafsirkan ayat Alquran tidak boleh ditambah atau dikurangi karena sudah dijadikan dalil baku ulama sampai hari kiamat. "Termasuk menafsirkan Alquran wajib dengan penjelasan Rasulullah SAW. Karena itu dengan tegas Nabi berkata, 'Siapa yang tafsirkan Alquran dengan pikirannya atau pendapatnya sendiri maka telah disiapkan tempatnya di neraka'."
Anton mengatakan, jika Ishom sampai berkata bahwa Alquran surah al-Maidah ayat 51 tak berlaku lagi, harus ditanyakan apa dasarnya. "Harus ada dasarnya dari Alquran atau sunah, semua harus dari penjelasan Nabi SAW," katanya.
Mengenai reaksi publik terhadap pernyataannya di ruang sidang, Ishomuddin belum mengeluarkan komentar. Republika berusaha untuk menghubunginya. Namun telepon maupun pesan melalui aplikasi WA yang dikirim Republika tidak direspons Ishomuddin.
Komisi hukum MUI, Anton Digdoyo, mengatakan, pemecatan terhadap Ishomuddin dilakukan setelah Anton mengirim pesan WA ke ketum dan waketum MUI Pusat usai sidang Ahok, Selasa (21/3, malam. Pesan agar Ishomuddin juga ditembuskan ke sekjen MUI. Dalam pesannya Anton menyatakan, pihaknya akan keluar dari MUI.
"Jika tidak dipecat dalam waktu satu bulan ke depan, saya resign dari MUI," ujar Anton dalam pesannya tertulisnya yang diterima Republika.co.id, Kamis (23/3).
Mantan jenderal polisi ini menuturkan, pemecatan terhadap Ishomuddin terpaksa dilakukan karena pernyataannya dalam membela Ahok telah meresahkan umat Islam. Karena dalam kesaksiannya, Ishomuddin menyatakan surah al-Maidah ayat 51 sudah tak relevan lagi. Padahal, Alquran itu berlaku sejak kenabian Muhammad SAW 15 abad silam sampai hari kiamat.
"Alhamdulillah Pimpinan MUI Pusat sudah hubungi saya Kamis 23 Maret 2017 bahwa yang bersangkutan (Ishomudin) telah dikeluarkan dari MUI. Insya Allah, PBNU akan bersikap sama dengan MUI," katanya.
Mantan ajudan presiden kedua ini menuturkan, menafsirkan Alquran terutama ayat-ayat krusial itu ada penjelasan dari Rasulullah SAW yang dicatat dengan rapi dan rinci oleh para sahabat Nabi lalu dibukukan denga rapi pula. "Berjilid-jilid hadis dan kitab tafsir pasca turunnya wahyu terakhir al-Maidah ayat 3 yang artinya 'Hari ini telah Aku sempurnakan agamamu dan Aku sempurnakan pula nikmatku dan aku ridha Islam sebagai agamamu'."
Jadi, kata Anton, menafsirkan ayat Alquran tidak boleh ditambah atau dikurangi karena sudah dijadikan dalil baku ulama sampai hari kiamat. "Termasuk menafsirkan Alquran wajib dengan penjelasan Rasulullah SAW. Karena itu dengan tegas Nabi berkata, 'Siapa yang tafsirkan Alquran dengan pikirannya atau pendapatnya sendiri maka telah disiapkan tempatnya di neraka'."
Anton mengatakan, jika Ishom sampai berkata bahwa Alquran surah al-Maidah ayat 51 tak berlaku lagi, harus ditanyakan apa dasarnya. "Harus ada dasarnya dari Alquran atau sunah, semua harus dari penjelasan Nabi SAW," katanya.
Mengenai reaksi publik terhadap pernyataannya di ruang sidang, Ishomuddin belum mengeluarkan komentar. Republika berusaha untuk menghubunginya. Namun telepon maupun pesan melalui aplikasi WA yang dikirim Republika tidak direspons Ishomuddin.
Spoiler for Wakil Ketua MUI: Ahmad Ishomuddin Diberhentikan dari Pengurus:
Idham Kholid - detikNews
Wakil Ketua MUI: Ahmad Ishomuddin Diberhentikan dari Pengurus

Foto: Ari Saputra
Quote:
Jakarta - Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid membenarkan Ahmad Ishomuddin diberhentikan dari kepengurusan MUI. Ahmad Ishomuddin sebelumnya menjabat Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI.
"Pertama, berkaitan dengan berita tentang pemberhentian Saudara Ishomuddin dari kepengurusan MUI dengan ini kami sampaikan behwa berita tersebut benar," kata Zainut saat dihubungi detikcom, Jumat (24/3/2017).
Zainut mengatakan, pemberhentian tersebut berdasarkan keputusan Rapat Pimpinan MUI pada Selasa (21/3/2017). Pemberhentian Ishomuddin bukan semata karena menjadi saksi ahli dugaan penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
"Tetapi karena ketidak-aktifan beliau selama menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi Fatwa di MUI," ujarnya.
Perlu diketahui, lanjut Zainut, Dewan Pimpinan MUI secara berkala melakukan evaluasi kepengurusan untuk memastikan bahwa semua anggota pengurus MUI agar dapat melaksanakan amanat dan tugas sesuai dengan tanggung jawabnya. Evaluasi tersebut berlaku untuk semua pengurus.
"Jadi bukan hanya terhadap Pak Ishomuddin semata. Kriteria ketidakaktifan itu dinilai dari kehadiran dalam rapat-rapat dan kegiatan MUI lainnya," tuturnya.
"Kedua, terhadap Pak Ishomuddin pemberhentian beliau sebagai pengurus selain karena tidak aktif juga karena melanggar disiplin organisasi," ucapnya.
"Pertama, berkaitan dengan berita tentang pemberhentian Saudara Ishomuddin dari kepengurusan MUI dengan ini kami sampaikan behwa berita tersebut benar," kata Zainut saat dihubungi detikcom, Jumat (24/3/2017).
Zainut mengatakan, pemberhentian tersebut berdasarkan keputusan Rapat Pimpinan MUI pada Selasa (21/3/2017). Pemberhentian Ishomuddin bukan semata karena menjadi saksi ahli dugaan penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
"Tetapi karena ketidak-aktifan beliau selama menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi Fatwa di MUI," ujarnya.
Perlu diketahui, lanjut Zainut, Dewan Pimpinan MUI secara berkala melakukan evaluasi kepengurusan untuk memastikan bahwa semua anggota pengurus MUI agar dapat melaksanakan amanat dan tugas sesuai dengan tanggung jawabnya. Evaluasi tersebut berlaku untuk semua pengurus.
"Jadi bukan hanya terhadap Pak Ishomuddin semata. Kriteria ketidakaktifan itu dinilai dari kehadiran dalam rapat-rapat dan kegiatan MUI lainnya," tuturnya.
"Kedua, terhadap Pak Ishomuddin pemberhentian beliau sebagai pengurus selain karena tidak aktif juga karena melanggar disiplin organisasi," ucapnya.
Spoiler for MUI Akan Bahas Nasib Ahmad Ishomuddin dalam Rapat Dewan Pimpinan:

Quote:
JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas mengatakan pihaknya masih harus merapatkan soal pemberhentian Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI Ahmad Ishomuddin dengan seluruh pimpinan yang ada di MUI.
Anwar menjelaskan, pihaknya tidak bisa secara semena-mena memutuskan untuk memberhentikan Ishomuddin tanpa melalui proses rapat dengan pimpinan. Adapun Anwar memastikan bahwa sampai saat ini Ishomuddin masih menjadi pengurus MUI.
"Saya ingin membawa rapat dengan pimpinan mana yang terbaik. Apapun keputusan saya akan patuh dan tanda tangani keputusan itu," ujar Anwar saat dihubungi Kompas.com, Jumat (24/3/2017).
"MUI itu adalah organisasi, ada tata tertib administrasi. Kalau ada orang dipecat itu kan harus pakai surat keputusan (SK). Saya sebagai sekjen belum pernah menandatangi SK tersebut," ujar Anwar.
Anwar mengatakan banyak usulan agar MUI memecat Ishomuddin. Hal itu dikarenakan pandangan yang berbeda yang telah disampaikan Ishomuddin saat menjadi saksi dalam persidangan kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Usulan itu berasal dari seluruh pimpinan yang ada di MUI. Usulan lainnya karena Anwar dinilai tidak aktif sebagai pengurus MUI. Untuk itu, dalam waktu dekat MUI akan mengadakan rapat pimpinan untuk memutuskan nasib Ishomuddin. (Baca: Saksi Kasus Ahok Diberhentikan dari Kepengurusan MUI)
Anwar akan melemparkan opsi ke dalam rapat apakah nantinya perlu menghadirkan Ishomuddin dalam rapat tersebut.
"Tapi kalau ada usul-usul diberhentikan ya banyak. Tidak hanya dari kalangan MUI tapi dari kalangan luar pun sangat banyak. Mereka menyayangkan kenapa Pak Ishomuddin pandangannya seperti itu," ujar Anwar.
"Ini kan kalau dia akan diberhentikan itu diputuskan dalam rapat dewan pimpinan. Jumlahnya sekitar 30 orang. Jadi mereka yang akan memutuskan," ujar Anwar.
Ishomuddin merupakan saksi yang dihadirkan oleh Ahok saat sidang kasus penodaan agama. Pandangan yang disampaikan Ishomuddin soal kasus Ahok dinilai bertentangan dengan pandangan MUI.
Anwar menjelaskan, pihaknya tidak bisa secara semena-mena memutuskan untuk memberhentikan Ishomuddin tanpa melalui proses rapat dengan pimpinan. Adapun Anwar memastikan bahwa sampai saat ini Ishomuddin masih menjadi pengurus MUI.
"Saya ingin membawa rapat dengan pimpinan mana yang terbaik. Apapun keputusan saya akan patuh dan tanda tangani keputusan itu," ujar Anwar saat dihubungi Kompas.com, Jumat (24/3/2017).
"MUI itu adalah organisasi, ada tata tertib administrasi. Kalau ada orang dipecat itu kan harus pakai surat keputusan (SK). Saya sebagai sekjen belum pernah menandatangi SK tersebut," ujar Anwar.
Anwar mengatakan banyak usulan agar MUI memecat Ishomuddin. Hal itu dikarenakan pandangan yang berbeda yang telah disampaikan Ishomuddin saat menjadi saksi dalam persidangan kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Usulan itu berasal dari seluruh pimpinan yang ada di MUI. Usulan lainnya karena Anwar dinilai tidak aktif sebagai pengurus MUI. Untuk itu, dalam waktu dekat MUI akan mengadakan rapat pimpinan untuk memutuskan nasib Ishomuddin. (Baca: Saksi Kasus Ahok Diberhentikan dari Kepengurusan MUI)
Anwar akan melemparkan opsi ke dalam rapat apakah nantinya perlu menghadirkan Ishomuddin dalam rapat tersebut.
"Tapi kalau ada usul-usul diberhentikan ya banyak. Tidak hanya dari kalangan MUI tapi dari kalangan luar pun sangat banyak. Mereka menyayangkan kenapa Pak Ishomuddin pandangannya seperti itu," ujar Anwar.
"Ini kan kalau dia akan diberhentikan itu diputuskan dalam rapat dewan pimpinan. Jumlahnya sekitar 30 orang. Jadi mereka yang akan memutuskan," ujar Anwar.
Ishomuddin merupakan saksi yang dihadirkan oleh Ahok saat sidang kasus penodaan agama. Pandangan yang disampaikan Ishomuddin soal kasus Ahok dinilai bertentangan dengan pandangan MUI.
kompas
Udah 2 yg bilang dipecat 1 belum, gini amat kualitas pimpinan MUI, tungku zulkarnain yg berkali-kali buat statemen meresahkan tidak pernah dapat sanksi, satu orang membuat kesaksian sesuai kompetensi ilmunya dan ga cocok dg genk al-maidah langsung dipecat, jangan salahkan masyarakat klo tidak akan mematuhi/percaya produk fatwa MUI karena mereka semakin mempertontonkan kedangkalan berfikir didepan publik

republika & detik
Ya ga heran karena MUI dikuasai kelompok politik tertentu, justru lebih baik buat Gus Ishom bisa terpisah dari orang2 yg menyebut dirinya ulama tapi kerjaannya bukan membuat sejuk umat justru membuat umat terbakar

Obrolan santai :
Quote:
DEBAT SANTRI KAMPUNG (SK) VS USTADZ DAUROH (UD) TENTANG AL MAIDAH 51
SK: "Pak ustadz, apa artinya ayat "La tattakhizul Yahuda wan Nashara Auliya'a" dalam Al Maidah 51?"
UD: "Artinya haram memilih pemimpin kafir."
SK: "Ok pak ustadz, kalau begitu apakah para pegawai yang bekerja di perusahaan yang dipimpin orang kafir wajib mengundurkan diri?"
UD: "Nah antum salah, inilah penafsiran sesat kaum Syi'ah dan Liberal. Yang dilarang dalam ayat itu adalah memilih orang kafir sebagai pemimpin kita, bukan dipimpin oleh kafir."
SK: "Pak ustadz, kalau begitu bila saya melamar pekerjaan ke sebuah perusahaan saya harus cek dulu pimpinannya kafir atau muslim ya?"
UD: "Lho kan sudah ana bilang, yang dilarang itu memilih/mengambil orang kafir sebagai pemimpinmu, jadi kalau dipimpin oleh kafir ya tidak apa-apa, karena bukan kamu yang milih dia."
SK: "Lho pak ustadz, bukankah kalau melamar pekerjaan di perusahaan yang dipimpin orang kafir berarti sama saja kita mengambil orang kafir tsb sebagai pemimpin kita di perusahaan?"
UD: "Lho, tapi kan kamu bukan memilih dia, memangnya kamu coblos dia?"
SK: "Yang berbicara tentang mencoblos itu siapa pak ustadz? Memangnya ayat itu diturunkan dalam konteks coblos-mencoblos? Memangnya di zaman Nabi sudah ada pemilu? Bukankah ayat itu tidak berbicara tentang pemilu apalagi coblos-coblosan?"
UD: "Ya, mau pakai pemilu atau tidak. tetap saja haram menjadikan kafir sebagai pemimpin!"
SK: "Nah kalau begitu para pencari kerja yang muslim juga haram melamar ke perusahaan yang dipimpin kafir. Bahkan para perantau yang mencari kos-kosan juga haram cari kos-kosan di lingkungan yang dipimpin pak RT kafir. Bukankah ayat itu jelas berkata "la tattakhizu" artinya "jangan mengambil", "jangan menjadikan", "don't take" atau "ojo njupuk wong yahudi lan nasrani dadi auliya'mu", jadi sangat universal redaksinya bukan hanya mencoblos. Jadi apapun metodenya tetap haram menjadikan kafir sebagai pemimpin kita, mau lewat pemilu atau bergabung di barisan yang dipimpinnya."
UD: "Ya tapi kan kalau di perusahaan itu ga ngurusin agama, mereka hanya dalam hal-hal keduniawian, administratif dll sehingga ga ada urusannya sama Al Maidah 51".
SK: "Lho memangnya di Al Maidah 51 disebutkan pemimpin yang dimaksud hanya berkaitan dengan agama? Setahu saya ayat itu redaksinya sangat universal tadz. Lagipula kalau antum bilang gitu maka jabatan seperti Gubernur Jakarta adalah persis seperti yang antum bilang, yaitu hanya menyangkut hal-hal keduniawian, administratif dll. Bagaimana si pemimpin mengurusi banjir, pelayanan administratif masyarakat, pendidikan murah, kesehatan, harga sembako, jalanan rusak, pembangunan dll, bukan untuk jadi pemimpin pengajian toh?"
UD: "Ya udah kalau itu maumu!"
SK: "Lho pak ustadz kok baper? Kalau gitu fatwakan juga donk ke masyarakat bahwa pencari kerja haram melamar kerja di perusahaan yang dipimpin kafir karena itu termasuk mengambil orang kafir sebagai Auliya'nya. Fatwakan juga haram para pencari kontrakan untuk mencari kontrakan di lingkungan pak RT yang kafir karena itu juga mengambil (Tattakhizu) orang kafir sebagai pemimpinnya dimana ia tinggal."
UD: "Ga gitu juga kalee, kan diatasnya RT masih ada lurah, diatasnya lurah masih ada camat, diatasnya camat masih ada walikota dst sampai Presiden. Bahkan diatasnya kepala cabang tempat ente melamar kerja juga pasti ada pimpinan Area, pimpinan Regional, dst sampai CEO, nah kalau mereka muslim ya ga pa-pa."
SK: "Lho kalau begitu Ahok ini tidak apa-apa donk dicoblos ustadz, kan diatasnya Gubernur masih ada Presiden yang muslim."
UD: "............"
SK: "Jadi masih mau mengartikan Auliya' sebagai pemimpin ustadz?"
UD: "Sak karepmu! pokoke yen sampean mati ora dishalatkan!"
SK: "Pak ustadz, apa artinya ayat "La tattakhizul Yahuda wan Nashara Auliya'a" dalam Al Maidah 51?"
UD: "Artinya haram memilih pemimpin kafir."
SK: "Ok pak ustadz, kalau begitu apakah para pegawai yang bekerja di perusahaan yang dipimpin orang kafir wajib mengundurkan diri?"
UD: "Nah antum salah, inilah penafsiran sesat kaum Syi'ah dan Liberal. Yang dilarang dalam ayat itu adalah memilih orang kafir sebagai pemimpin kita, bukan dipimpin oleh kafir."
SK: "Pak ustadz, kalau begitu bila saya melamar pekerjaan ke sebuah perusahaan saya harus cek dulu pimpinannya kafir atau muslim ya?"
UD: "Lho kan sudah ana bilang, yang dilarang itu memilih/mengambil orang kafir sebagai pemimpinmu, jadi kalau dipimpin oleh kafir ya tidak apa-apa, karena bukan kamu yang milih dia."
SK: "Lho pak ustadz, bukankah kalau melamar pekerjaan di perusahaan yang dipimpin orang kafir berarti sama saja kita mengambil orang kafir tsb sebagai pemimpin kita di perusahaan?"
UD: "Lho, tapi kan kamu bukan memilih dia, memangnya kamu coblos dia?"
SK: "Yang berbicara tentang mencoblos itu siapa pak ustadz? Memangnya ayat itu diturunkan dalam konteks coblos-mencoblos? Memangnya di zaman Nabi sudah ada pemilu? Bukankah ayat itu tidak berbicara tentang pemilu apalagi coblos-coblosan?"
UD: "Ya, mau pakai pemilu atau tidak. tetap saja haram menjadikan kafir sebagai pemimpin!"
SK: "Nah kalau begitu para pencari kerja yang muslim juga haram melamar ke perusahaan yang dipimpin kafir. Bahkan para perantau yang mencari kos-kosan juga haram cari kos-kosan di lingkungan yang dipimpin pak RT kafir. Bukankah ayat itu jelas berkata "la tattakhizu" artinya "jangan mengambil", "jangan menjadikan", "don't take" atau "ojo njupuk wong yahudi lan nasrani dadi auliya'mu", jadi sangat universal redaksinya bukan hanya mencoblos. Jadi apapun metodenya tetap haram menjadikan kafir sebagai pemimpin kita, mau lewat pemilu atau bergabung di barisan yang dipimpinnya."
UD: "Ya tapi kan kalau di perusahaan itu ga ngurusin agama, mereka hanya dalam hal-hal keduniawian, administratif dll sehingga ga ada urusannya sama Al Maidah 51".
SK: "Lho memangnya di Al Maidah 51 disebutkan pemimpin yang dimaksud hanya berkaitan dengan agama? Setahu saya ayat itu redaksinya sangat universal tadz. Lagipula kalau antum bilang gitu maka jabatan seperti Gubernur Jakarta adalah persis seperti yang antum bilang, yaitu hanya menyangkut hal-hal keduniawian, administratif dll. Bagaimana si pemimpin mengurusi banjir, pelayanan administratif masyarakat, pendidikan murah, kesehatan, harga sembako, jalanan rusak, pembangunan dll, bukan untuk jadi pemimpin pengajian toh?"
UD: "Ya udah kalau itu maumu!"
SK: "Lho pak ustadz kok baper? Kalau gitu fatwakan juga donk ke masyarakat bahwa pencari kerja haram melamar kerja di perusahaan yang dipimpin kafir karena itu termasuk mengambil orang kafir sebagai Auliya'nya. Fatwakan juga haram para pencari kontrakan untuk mencari kontrakan di lingkungan pak RT yang kafir karena itu juga mengambil (Tattakhizu) orang kafir sebagai pemimpinnya dimana ia tinggal."
UD: "Ga gitu juga kalee, kan diatasnya RT masih ada lurah, diatasnya lurah masih ada camat, diatasnya camat masih ada walikota dst sampai Presiden. Bahkan diatasnya kepala cabang tempat ente melamar kerja juga pasti ada pimpinan Area, pimpinan Regional, dst sampai CEO, nah kalau mereka muslim ya ga pa-pa."
SK: "Lho kalau begitu Ahok ini tidak apa-apa donk dicoblos ustadz, kan diatasnya Gubernur masih ada Presiden yang muslim."
UD: "............"
SK: "Jadi masih mau mengartikan Auliya' sebagai pemimpin ustadz?"
UD: "Sak karepmu! pokoke yen sampean mati ora dishalatkan!"
Diubah oleh aghilfath 25-03-2017 07:57
0
18.5K
Kutip
231
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan