BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Isu SARA tak banyak ditanggapi di bilik suara

Massa dalam aksi 212 di depan Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (21/2). Isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan terbukti tumpul dalam mendulang suara dalam Pilkada DKI Jakarta putaran I.
Isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA) dalam Pilkada DKI Jakarta memang sangat kental. Namun ternyata, isu itu kurang ditanggapi pemilih di balik bilik suara.

Menurut penelitian Pusat Data Bersatu (PDB), selama masa kampanye muncul isu SARA yang menyerang pasangan calon Basuki Tjahaja 'Ahok' Purnama-Djarot Saiful Hidayat. Tapi hasil perolehan suara putaran pertama menunjukkan pasangan tersebut menang dengan angka cukup tinggi.

Peneliti PDB Agus Herta Soemarto mengatakan, hasil pilkada putaran pertama, suara tersebar. "Bahkan suara pemilih muslim pun menyebar, tidak menunjukkan adanya konsentrasi di salah satu calon tertentu," kata Agus Jumat (17/3) seperti dikutip dari CNNIndonesia.com.

Menurut data yang masuk, dari 5.555.209 suara yang masuk, Ahok-Djarot bisa merebut 42,98 persen suara.

Agus menambahkan, Ahok yang berasal dari kelompok minoritas, justru berhasil mendulang suara lebih banyak dari kelompok mayoritas Muslim, dibandingkan Anies-Sandi.

Padahal pasangan nomor urut dua itu paling sering diserang dengan isu SARA saat kampanye. Menurutnya, SARA ini hanya sebatas isu. "Faktanya di bilik suara tetap tidak jadi soal," kata dia.

Agus menyebut pada putaran I pasangan Ahok-Djarot justru unggul di empat wilayah, yaitu di Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu. Sementara, pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno hanya unggul di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur.

Peneliti Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan hasil Pilkada DKI Jakarta ini membuktikan jika isu SARA tak laku.

"Ternyata terbukti, SARA enggak pengaruh. Kalau SARA pengaruh, enggak pilih Ahok. Karena itu, ini enggak usah digoreng (isu SARA)," kata Siti seperti dinukil dari Kompas.com.

Untuk putaran kedua, menurut Siti, isu SARA tidak perlu 'digoreng' lagi. Jika isu ini kembali dimainkan, maka fokus publik jadi habis mengurusi isu SARA lagi.

Saat ini, kembali muncul isu SARA yang menyebut dirinya Tamasya Al Maidah. Program ini mengajak orang dari luar DKI Jakarta untuk mengawasi pemilihan di hari H, pada 19 April 2017.

Salah satu panitia Tamasya Al Maidah, Gimy menyatakan gerakan tersebut bukanlah 'intimidasi' dari warga luar Jakarta terhadap proses pemilihan di Jakarta.

"Siapa yang mau intimidasi? Tidak ada. Itu kan dari lawan Anies Sandi (saja) yang gerah dengan gerakan ini. Kami hanya mengawal saja," kepada BBC Indonesia.

Siti melihat, kini usaha membangun budaya politik yang mundur dalam Pilkada DKI Jakarta. Padahal, selama ini Jakarta adalah provinsi dengan indeks demokrasi tertinggi di Indonesia.

Demokrasi yang terus diisi dengan isu SARA dikhawatirkan bisa membuat masyarakat jenuh dengan demokrasi. Menurutnya, budaya politik yang harusnya dibangun bukan dengan isu SARA. Patokan dalam demokrasi bukan mayoritas yang menang.

"Saya khawatir kalau demokrasi gini terus ada saatnya nanti akan bersama mengatakan cukuplah demokrasi karena rusuh, gaduh, banyak aksi SARA," ujarnya. Hasilnya, bisa beranggapan demokrasi sudah tak berarti lagi.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...di-bilik-suara

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Meliput Papua, dua wartawan Prancis diusir

- Lima syarat pembuatan paspor baru

- Lima berita populer dan penting pekan ketiga Maret 2017

anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
1.1K
6
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan