JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto mengapresiasi kinerja para pelaku industri keramik nasional yang mampu menembus pasa ekspor internasional.
Saat ini, menurut Menperin Airlangga, industri keramik nasional sudah menjadi salah satu sektor unggulan ekspor. Hal ini didukung oleh ketersediaan bahan baku berupa sumber daya alam yang tersebar di wilayah Indonesia.
Dia menjelaskan, saat ini dengan kapasitas produksi keramik nasional sebesar 350 juta meter persegi. Dengan demikian, industri keramik telah mampu memenuhi kebutuhan keramik dalam negeri.
"Dengan jumlah kapasitas produksi saat ini, sekitar 87 persen untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri, dan sisanya untuk ekspor ke negara-negara di kawasan Asia, Eropa dan Amerika," jelas Airlangga melalui siaran pers, Kamis (16/3/2017).
Airlangga meminta produsen keramik melakukan diversifikasi produk dengan berbagai desain serta menggunakan motif khas Indonesia untuk meningkatkan permintaan dari konsumen.
“Prospek industri keramik nasional juga dapat dilihat dari pemakaian konsumsi keramik di Indonesia yang masih lebih rendah dibandingkan di negara ASEAN lainnya,” ungkapnya.
Bahkan, lanjut Airlangga, yang juga tidak kalah penting adalah industri keramik perlu melakukan pembaruan sarana dan prasarana penunjang produksi.
"Misalnya, modernisasi pabrik dengan teknologi digital printing serta menggunakan peralatan produksi keramik dengan ukuran besar sesuai tren pasar luar negeri dan domestik," imbuhnya.
Menperin meyakini, industri keramik Indonesia mampu berkompetisi di era perdagangan bebas dan berekspansi ke mancanegara.
16 Maret 2017 - 19:30 WIB, Oleh : Demis Rizky Gosta
Spoiler for buka2:
Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia berpotensi semakin dibanjiri oleh produk keramik impor asal China setelah pembebasan bea masuk produk asal negara tersebut pada 2018.
Ketua Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Elisa Sinaga mengatakan salah satu tantangan yang dihadapi oleh industri keramik nasional adalah perubahan tarif bea masuk keramik asal China.
Tarif bea masuk atas produk keramik impor asal Negeri Tionghoa rencananya akan diubah dari 20% menjadi 0% mulai 2018.
Elisa menjelaskan selama ini produk impor menguasai pasar keramik berukuran besar di Tanah Air. Jumlah produk impor yang beredar di pasar bisa dua hingga tiga kali lipat dari kapasitas produksi.
Mayoritas keramik berukuran besar yang beredar di pasaran adalah produk jenis
homogenous, tegel yang dipanaskan pada temperatur lebih tinggi dibandingkan keramik biasa. Proses itu menjadikan tegel homogeneous lebih tahan lembab dan keras hingga bisa digunakan di dalam dan luar ruangan.
“Pada kondisi 20% saja sudah sangat terganggu dengan produk impor dari China, apalagi kalau menjadi nol. Ini merupakan warning buat industri dalam negeri,” kata Elisa dalam pembukaan Keramika 2017, Kamis (16/3/2017).
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah akan berdiskusi dengan produsen keramik untuk mengantisipasi dampak perubahan aturan tersebut pada daya saing industri.
Dia menilai Indonesia bisa mendukung industri nasional lewat penerapan hambatan non-tarif, terutama penetapan SNI agar pasar nasional terlindungi dari produk murah berkualitas rendah.
Airlangga menambahkan pemerintah juga bisa mengharuskan produk keramik impor masuk lewat Bitung, Sulawesi Utara untuk menjaga daya saing logistik industri keramik.