- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Cerita Anak Hindun Pasca-kematian Sang Ibu


TS
namimi
Cerita Anak Hindun Pasca-kematian Sang Ibu
Quote:

TEMPO.CO, Jakarta - Anak dari almarhumah Hindun, Sunengsih atau Neneng, 47 tahun, mengaku mendapatkan pesan berantai yang berisi sindiran untuk ibunya karena mendukung pasangan calon Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dan Djarot Saiful Hidayat. Pesan singkat itu, kata Neneng, cukup membuat dirinya sedih setelah kehilangan ibunya.
"Kita semua (sekeluarga) sakit hati ya. Setelah ibu saya enggak ada, lalu dikirimi pesan seperti ini. Tadinya sudah adem, 'mengkel' otak saya dan kakak-kakak saya. Cuma, saya bilang jangan dibalas, begitu," ujar Neneng saat dijumpai di rumahnya, Jalan Karet Karya II, Setia Budi, Senin, 13 Maret 2017.
Neneng mengatakan, pesan berantai itu ia dapatkan dari sebuah grup obrolan sebuah sekolah pendidikan usia dini (PAUD). Kebetulan, dalam grup itu keponakannya yang bernama Yenni menjadi salah satu murid, sementara itu kakaknya merupakan wali murid di sekolah itu.
"Setelah sehari ibu saya enggak ada, saya dikirimi ini. Keponakan saya sekolah di Paud Bunda," ujar Neneng. Ia pun tak menyangka bahwa pesan berantai itu kemudian menjadi viral dan ramai diperbincangkan. Keesokan harinya, Neneng mengaku banyak awak media mencari dirinya.
"Keponakan saya dikirimi (pesan itu) pada saya. Padahal, sebelumnya tidak ada percakapan lain. Setelah ibu saya enggak ada kan, dikirim seperti itu. Artinya kan sindir ibu saya. Kalau saya cerita, nanti dikira politik lagi," ujar Neneng.
Dalam pesan berantai tersebut menampilkan dua sosok pocong tengah menyesal telah karena telah mendukung Ahok-Djarot. Keduanya saling berbincang dan saling mengolok-olok.
Neneng sendiri menyayangkan sikap guru dari keponakannya yang masih kecil itu. Padahal, Neneng menilai seharusnya seorang guru tak bersikap begitu, tetapi harus netral.
Sementara itu, Neneng bercerita awal mula kenapa akhirnya Hindun disebut-sebut sebagai pendukung Ahok-Djarot. Padahal, dengan kondisi tubuh Hindun yang sakit-sakitan tidak mungkin membuat perempuan renta itu berpikir politik.
Neneng menuturkan, saat Pilkada DKI Jakarta putaran pertama, seorang, petugas tempat pemungutan suara (TPS) mendatangi rumahnya untuk memberikan hak suara Nenek Hindun untuk memilih. Saat itu, kondisi fisik Hindun sedang sakit dan tidak bisa berjalan.
"Ibu saya sakit, enggak bisa jalan. Digelar lah itu kertas (surat suara). Itu awalnya. Saya perkiraan (penyebab pesan berantainya) ke situ. Kebetulan ibu saya coblos itu (Ahok-Djarot). Kami kan rakyat biasa," ujar Neneng.
LARISSA HUDA
https://metro.tempo.co/read/news/201...atian-sang-ibu
seolah2 Tuhan padahal rakyat biasa.. seolah2 Maha benar padahal penuh dengan kebodohan.. Seolah2 baik padahal penuh dengan kebusukan..
turut berduka buat keluarga..



tien212700 memberi reputasi
1
1.6K
Kutip
19
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan