- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Mengenang masa kejayaan si abu gosok


TS
bamswhy
Mengenang masa kejayaan si abu gosok

Dahulu kala pernah ada seorang tukang keliling yang selalu dinantikan para ibu-ibu, dari suara yang dikeluarkan si penjual sudah membuat hati ibu-ibu berdebar menunggu ia datang mendekat. Sambil menarik gerobak nya atau ada juga yang di pikul, penjual ini membawa sebuah abu. Yup, hanya sebuah abu gan tapi bukan sembarang abu,INI ABU SERBAGUNA gan.

Quote:
Pertama tercetusnya pembuatan thread ini saat ane gak sengaja ngeliat seorang tukang abu gosok yang lewat depan rumah ane, uda lama banget rasanya dari jaman ane SMP masih sering denger suara BUUU, ABUUU GOSOOOK !! , dan masih sering liat penjual abu gosok seliweran lewat hampir tiap hari di depan rumah. Tapi setelah itu sampe sekarang kaya nya uda hampir gak pernah lagi ane nemuin kejadian itu.

Tapi kenapa dari sebuah abu itu bisa sampai dicari dan ditunggu oleh para ibu-ibu ya gan ?
Quote:
Mari kita simak dahulu penjelasan nya :
Spoiler for Abu Gosok:
Abu gosok merupakan limbah pembakaran atau abu dari tumbuhan, biasanya berasal dari sekam padi. Abu gosok banyak digunakan untuk mencuci alat-alat rumah tangga, terutama untuk menghilangkan noda hitam pada bagian bawah panci atau wajan. Hal ini dimungkinkan karena abu gosok mengandung kalium, zat yang terkandung dalam sabun cair.

Quote:
Kandungan kimia dalam abu gosok :

Quote:
Mau tau kegunaan abu gosok ?

Quote:
1. Sebagai pembersih perlatan dapur

Salah satu manfaat dan kegunaan yang paling umum dan sering digunakan oleh orang banyak adalah penggunaan abu gosok sebagai bahan pembersih peralatan dapur yang alami. Walaupun sekarang sudah banyak beredar sabun cuci piring yang katanya memiliki teknologi tinggi, toh masih ada pegiat dapr yang mempertahankan abu dapur ini untuk mencuci dan membersihkan peralatan dapur. Berikut ini beberapa peralatan dapur yang biasanya dicuci menggunakan abu gosok :
- Piring
- Sendok dan garpu
- Panci
- Wajan penggorengan
- Kuali
Untuk membersihkan peralatan dapur dengan menggunakan abu gosok, caranya cukup sederhana. Berikut ini caranya :
- Campurkan abu gosok dengan sabun colek, dan jeruk nipis
- Gosokkan campuran bahan tadi ke peralatan dapur yang ingin dibersihkan
- Bilas peralatan dapur, dan hasilnya, peralatan dapur, terutama yang terbuat dari stainless atau alumunium akan bersih dan mengkilap.
Quote:
2. Membersihkan kaca

Anda memiliki kaca, baik itu kaca jendela, cermin maupun kaca mobil yang buram dan kotor karena jamur kaca yang membandel dan sulit dibersihkan dengan cairan khusus pembersih kaca? Kalau iya, anda dapat mencoba cara sederhana di bahaw ini dengan menggunakan abu gosok sebagai pembersih kaca dari noda jamur. Berikut ini langkah – langkahnya :
- Basahi permukaan kaca terlebih dahulu
- Taburkan abu gosok pada seluruh permukaan kaca.
- Gosok perlahan dengan menggunakan kain katun yang halus
- Setelah selesai, bilas kaca tersebut, dan bila perlu ulangi hingga 2 kali.
- Setelah di bilas, ada baiknya anda juga membersihkan sisa – sisa abu dengan bantuan sabun atau cairan pembersih kaca.
Quote:
3. Membersihkan perabotan rumah tangga

Abu gosok juga dapat diandalkan untuk membersihkan aneka perabotan rumah tangga. Perabotan rumah tangga biasanya luput dari target pembersihan sehari – hari, dan anda tidak sadar bahwa banyak sekali kotoran yang menempel pada perabotan rumah tangga anda. selain membersihkan, abu dapur juga dapat mengkilakan perabotan rumah tangga anda. berikut ini langkah – langkahnya :
- Basahi sedikit permukaan perabotan yang ingin dibersihkan
- Oleskan abu gosok ke bagian perabotan yang ingin dibersihkan
- Setelah itu lap dan bersihkan sisa abu yang masih menempel
Untuk membersihkan perabotan dengan menggunakan abu gosok, membutuhkan ketelitian dan ketelatenan, karena hasilnya akan lebih baik apabila dikerjakan secara detil per bagian dari perabotan rumag tangga anda.
Quote:
4. Mengkilapkan

Abu dapur juga dapat mengkilapkan bagian – bagian yang sudah kusam, terutama yang memiliki bahan dasar metal, seperti alumunium, besi dan stainless. Caranya hampir sama dengan cara yang sudah dibahas sebelumnya, yaitu dengan cara mengoleskannya saja. Fungsi ini sama seperti fungsi dari batu ijo yang dikenal manfaatnya untuk mengkilapkan berbagai bahan metal yang sudah kusam.
Quote:
5. Mencegah dan membersihkan karat

Anda memiliki barang yang berkarat? Tentu saja barang yang berkarat dan mengalami korosi sangat tidak sedap dipandang. Anda dapat membersihkan barang – barang anda dengan menggunakan abu gosok. Caranya sangat simpel dan sederhana, yaitu :
- Campurkan abu gosok, sabun colek dan sedikit air
- Oleskan campuran tersebut ke bagian yang memiliki noda karat secara merata
- Gosok dengan kuat, menggunakan amplas halus atau pun kain yang halus.
- Setelah selesai, bilas dan ulangi lagi langkah diatas apabila karat tidak kunjung hilang.
Quote:
6. Sebagai penangkal hama tanaman

Anda dapat mencampurkan abu gosok dengan tanah dalam media penanaman. Fungsi dari abu gosok ini adalah untuk mencegah hama seperti ulat dan tikus untuk mendekati tanaman yang sudah diberi campuran abu gosok.
Quote:
7. Memutihkan dan membersihkan gigi

Manfaat abu dapur untuk membersihkan gigi telah digunakan semenjak zaman nenek moyang kita. Kuno? Ya, memang cara memutihkan dan membersihkan gigi dengan menggunakan abu dapur merupakan cara tradisional yang sudah ditinggalkan sejak kemunculan pasta gigi dengan berbagai kelebihannya. Namun hingga saat ini masih ada segelintir masyarakat yang memanfaatkan abu dapur sebagi media yang dapat membersihkan dan memutihkan gigi. Caranya cukup sederhana, yaitu dengan :
- Campurkan abu dapur dengan sedikit air, dapat juga ditambahkan sedikit pasta gigi
- Gosokkan secara merata pada area gigi
- Bilas hingga bersih
- Lakukan kebiasaan ini secara rutin, maka anda akan memilik gigi yang sehat dan bersih, tanpa harus membeli produk pasta gigi.
Ane hanya mencantumkan untuk hal yang keseharian aja gan, tapi kalo kegunaan abu gosok buat penyembuhan belum bisa ane cantumin karena ane sendiri masih belum terlalu banyak denger soal itu. takut-takut nanti malah ada efek samping nya hahahaha.
Tambahan sedikit buat kegunaan Abu gosok ini :
Quote:
Spoiler for Tambahan 1:
1. Sebagai media pemanas untuk Panggangan kue
Kalo GanSis pernah liat ibu ente bikin kue dengan panggangan kue bentuk bulet yang tengahnya bolong seperti ini :

Coba perhatiin pada alas nya pasti di taro abu gosok dahulu gan

Quote:
Spoiler for Tambahan 2:
2. Untuk membuat telur asin
Pernah makan telur asin kan GanSis, nah salah satu cara membuatnya dengan menggunakan abu gosok sebagai berikut :

Cara membuat telur asin dengan abu gosok:
- Cuci telur bebek dengan air hingga bersih, sista bisa juga mencuci dengan kawat pencuci tapi hati-hati yah sis jangan sampai telur retak atau pecah.
- Campur garam, abu gosok, dan air, aduk hingga menjadi adonan yang lembek.
- Telur bebek yang sudah dicuci tinggal dibaluri deh dengan adonan abu gosok… Baluri yang rata yah sista agar tingkat keasinannya juga merata.
- Simpan telur yang telah dibaluri abu gosok ke dalam wadah yang tertutup rapat, tunggu 9 sampai 10 hari.
- Setelah telur disimpan, bersihkan telur dari adonan dengan cara mengelap telur dengan kain basah, tetap harus hati-hati loh sista jangan sampai retak atau pecah pokoknya.
- Tiba waktunya pada tahap perebusan si telur asin. Rebus telur asin, setelah matang, matikan api dan diamkan telur di dalam rendaman air hingga air tidak lagi panas, tujuannya agar si telur bebek asin benar-benar sudah matang.
- Sudah tidak terlalu panas airnya? Telur sudah bisa diangkat sista, kemudian sajikan deh.

Quote:
Quote:
Tak lengkap kalau kita tidak mendengar kisah langsung dari sang penjual abu gosok ini, mari kita simak sedikit kisahnya gan :


Spoiler for Kisah tukang abu gosok:
Garis-garis keriput di wajahnya kian menegaskan bahwa Om Simon, demikian ia biasa disapa telah renta, lelah dan kelabu. Maklum usianya sudah mencapai 76 tahun dengan beban hidup yang sangat tidak ringan. Ia tinggal bersama seorang istri dan dua orang anaknya di sebuah rumah berlantai tanah yang tidak layak huni di Rt 022/03 No117, Babelan Kota, Bekasi Utara, Jawa Barat.
Siapa pun yang masuk ke rumah Simon, matanya akan langsung tertohok pada tumpukan abu gosok yang tertata rapih di sisi kanan. Persis di samping abu tersebut sebuah gerobak berukuran sedang seakan telah siap membawa bungkusan-bungkusan abu itu ke para pelanggan. Sejurus kemudian saat masuk ke ruangan lain, Anda hanya akan berjumpa dengan sebuah tempat tidur dengan seprei kumal. Di ruangan lain yang menjadi dapur, tampak peralatan sangat "seadanya". Belum lagi atap yang bolong-bolong dan tembok rumah yang di sana-sini tidak tuntas sebagai tembok karena semen kurang. Beberapa bagian tumahnya ditutupi seng bekas dan kardus. Usia pria kelahiran Lewok Luwok, Larantuka, Flores ini memang sudah serenta. Tapi semangatnya untuk berjuang tidak pernah renta. Setiap hari, ditemani gerobak berukuran 1 meter kali 40 cm dia terus menempuh perjalanan sekitar 25 km untuk berjualan abu gosok. Ia harus keluar masuk gang-gang di banyak perumahan di Bekasi Utara. Setiap pagi, ketika jam sudah menunjukkan pukul 7.30 Simon mulai bergerak dari rumahnya menempuh perjalanan panjang untuk menjemput berkat bagi kehidupan anak-anak dan istrinya.
Dia tidak ambil pusing apakah sudah sarapan atau belum. Yang penting baginya, ketika matahari mulai menikam ubun-ubun ia bisa minum dua gelas teh kemasan tertentu dan dua potong singkong goreng yang ia beli di warung. "Dengan itu saja saya hidup sepanjang hari, dan herannya saya tidak lapar. Bukan karena sayang uang. Mungkin karena sudah biasa kali, ya..." ungkapnya tersemyum. Kadang, sekitar pukul 15-an dia sudah pulang. Lain waktu, pukul 18-an dia belum pulang. Kalau sudah begini, orang rumah sudah mulai khawatir. Biasanya, Enny, anak bungsunya-yang sudah mulai beranjak dewasa-menjemputnya di jalan yang biasa ia lewati saat pulang rumah. "Kalau sudah jam segitu, biasanya saya tidak jauh lagi dari sini. Enny yang biasa menjemput saya," ungkap Simon ketika dijumpai di rumahnya.
Yang menjadi persoalan bukan kekhawatiran dia tidak mampu menarik gerobaknya tetapi karena matanya sudah tidak bisa melihat dengan baik saat hari sudah mulai gelap. Kerapkali dia menabrak orang yang sedang berdiri di pinggir jalan. "Untung aja nggak tertabrak mobil," ucap pria yang ketika kecil bercita-cita menjadi guru ini. Kalau kehujanan, Simon enggan berteduh, apalagi kalau hanya gerimis. Melihat Simon yang basah kuyub, sang istri Rusmiyati buru-buru menyiapkan air mandi. Setelah mandi, digosok minyak penghangat lalu selimutan. Kalau keringatnya sudah keluar, berarti Simon mulai segar kembali. Sampai hari ini sudah 11 tahun Simon menjadi penjual abu gosok. Sebelum itu ia adalah satpam pada sebuah perusahaan susu yang terletak di kawasan Tanah Abang. Pada tahun 1999, perusahaan tersebut berganti manejeman. Manajemen baru menerapkan kebijakan untuk menggaji para karyawan mulai lagi dari nol.
Simon yang saat itu sudah mengantongi gaji 1,2 juta, jika mengikuti kebijakan perusahaan, maka dia hanya mendapat gaji Rp200.000 atau Rp300.000. Simon dan kawan-kawan berjuang melawan kebijakan tersebut sampai akhirnya terjadi PHK. Simon kebagian pesangon 5 juta. Tak Sanggup Lagi Atas peristiwa PHK ini Simon limbung. Dia tidak tahu harus mengerjakan apa. Sebab fisiknya yang mungil tidak sekuat dulu. Dia pun tidak memiliki keterampilan tertentu karena dia hanya tamatan kelas 3 Sekolah Rakyat. Simon lalu bergumam singkat, "Ya Tuhanku, Allahku. Untuk jadi satpam lagi saya tak sanggup lagi. Terserah Tuhan saja..." Di saat bingung itu, Simon mendapat tawaran dari tetangganya untuk meneruskan "usaha" ayah mereka yang sudah meninggal sebagai tukang abu. "Lalu saya beli gerobaknya dengan harga 65.000. Mulai dari situlah saya jadi tukang abu hingga hari ini," kenang ayah tiga anak ini. Meski disebut meneruskan usaha tukang abu sebelumnya, tapi Simon harus bekerja ekstra keras untuk mendapatkan pelanggan.
Ternyata tukang abu sebelum Simon itu hanya memiliki beberapa pelanggan. Dan kalau hanya mengandalkan itu, berarti dapur Simon tidak mengepul lagi. Awalnya dia membeli satu karung abu dengan harga Rp500, lalu dibungkus menjadi 50-60 bungkus dengan harga per bungkus Rp100. Ia lalu bergerilya menyusuri gang-gang perkampungan. Pada awal perjuangan, ia sangat sulit dapat pembeli. Pernah setelah keliling keluar masuk kampung dengan jarak tempuh belasan kilometer, yang laku hanya 5 atau 10 bungkus. Pada hari yang lain, saat sudah menempuh belasan km lagi hanya 14 bungkus yang laku. Tanpa mengeluh ia berjalan terus menyusuri ke Jalan Malang, lalu putar ke Warung Ayu, lalu ke Taman Wisma ASRI, setelah itu ia menyeberang jalan dan berjalan terus.
Dia kemudian kaget, ternyata dia sudah sampai di terminal Bekasi. Dengan demikian jarak yang telah dia tempuh sudah mencapai 50 km. Hari itu dia hanya mendapatkan uang sebesar Rp4.000. Kemudian meningkat menjadi 10.000-15.000 dan selanjutnya laku hingga 200 bungkus. Ketika sedang hokki, dagangannya sudah ludes sekitar jam 11 sehingga harus pulang untuk ambil abu lagi. "Meski hasilnya hanya sekian, saya tidak mau mengeluh. Sebab mengeluh sangat menghabiskan tenaga dan membuat malas," ungkapnya. Untuk menambah penghasilannya, Om Simon juga membeli barang-barang rongsokan lalu menjualnya kembali. Untuk hal yang satu ini, Om Simon menerapkan jurus "tarik hati". "Tidak ada satu orang pun yang mau ditipu kan?" demikian Simon bertanya retoris. Sebuah pertanyaan yang sekaligus menjadi prinsip hidupnya. Dia lalu meyakinkan setiap orang yang menjual barang bekas kepadanya bahwa dia tidak memainkan harga dan timbangan. Bahkan dia berani membeli di atas harga biasa. "Orang lain beli dengan Rp 800, saya beli dengan harha Rp1.200 dengan timbangan yang tidak menipu.
Dengan harga itu saja saya masih tetap untung kok."Dengan demikian, orang-orang lebih memilih menjual barang mereka kepada Simon. "Saya tidak akan tipu kamu sebab keyakinan saya tidak membolehkan menipu, lagian kita kan sama-sama susah. Kalau saya tipu, uang yang hanya sedikit ini tak akan jadi daging...." ucap Simon meyakinkan. Setelah membeli, dia langsung bergegas membawa ke pembeli barang ronsokan terdekat. "Saya tidak mau narik gerobak jauh-jauh. Tenaga saya habis." Tiap hari ketika bekerja, sambil menyeka keringat, Simon terus mendaraskan doa sederhana ini "Ya Tuhanku, ya Allahku. Tenagaku tidak kuat lagi menarik gerobak ini. Meski begitu saya akan terus menariknya. Hanya saja, saya minta kesehatan dan kekuatan dariMu...." Modal utama Simon adalah abu, gerobak dan tenaganya.
Setiap kali belanja, ia membeli empat karung abu seharga Rp4.000/karung. Ia juga membeli empat pak plastik. Setelah dibungkus, setiap karung bisa menghasilkan 50-60 plastik kecil dan dijual dengan harga Rp500/kantong atau tiga kantong Rp1.000. Biasanya, dalam waktu 1 minggu semua abu laku terjual dan dia mengambil lagi. Acapkali saat dia sedang berjualan di jalanan, ada orang yang iba terhadapnya. Ada yang mengambil hanya satu atau beberapa kantong abu tapi memberinya Rp50.000,- Ada juga yang mengajaknya makan. Meski hidup Simon serba berkekurangan, dia juga tetap berusaha membantu orang lain terutama yang "senasib" dengannya. Suatu saat, seorang penjual tangga lewat di depan rumahnya. Melihat "tukang tangga" itu, hati Simon iba. Ia lalu memanggil tukang tangga tersebut. "Dia tawarkan Rp30.000, lalu saya beli dengan Rp25.000,- padahal saya nggak butuh-butuh juga," kenangnya. Alasan Simon sederhana. "Karena rasa lapar dan haus kami di jalanan sama..." ungkapnya sambil mengeluarkan gerobak dari dalam rumahnya.
Siapa pun yang masuk ke rumah Simon, matanya akan langsung tertohok pada tumpukan abu gosok yang tertata rapih di sisi kanan. Persis di samping abu tersebut sebuah gerobak berukuran sedang seakan telah siap membawa bungkusan-bungkusan abu itu ke para pelanggan. Sejurus kemudian saat masuk ke ruangan lain, Anda hanya akan berjumpa dengan sebuah tempat tidur dengan seprei kumal. Di ruangan lain yang menjadi dapur, tampak peralatan sangat "seadanya". Belum lagi atap yang bolong-bolong dan tembok rumah yang di sana-sini tidak tuntas sebagai tembok karena semen kurang. Beberapa bagian tumahnya ditutupi seng bekas dan kardus. Usia pria kelahiran Lewok Luwok, Larantuka, Flores ini memang sudah serenta. Tapi semangatnya untuk berjuang tidak pernah renta. Setiap hari, ditemani gerobak berukuran 1 meter kali 40 cm dia terus menempuh perjalanan sekitar 25 km untuk berjualan abu gosok. Ia harus keluar masuk gang-gang di banyak perumahan di Bekasi Utara. Setiap pagi, ketika jam sudah menunjukkan pukul 7.30 Simon mulai bergerak dari rumahnya menempuh perjalanan panjang untuk menjemput berkat bagi kehidupan anak-anak dan istrinya.
Dia tidak ambil pusing apakah sudah sarapan atau belum. Yang penting baginya, ketika matahari mulai menikam ubun-ubun ia bisa minum dua gelas teh kemasan tertentu dan dua potong singkong goreng yang ia beli di warung. "Dengan itu saja saya hidup sepanjang hari, dan herannya saya tidak lapar. Bukan karena sayang uang. Mungkin karena sudah biasa kali, ya..." ungkapnya tersemyum. Kadang, sekitar pukul 15-an dia sudah pulang. Lain waktu, pukul 18-an dia belum pulang. Kalau sudah begini, orang rumah sudah mulai khawatir. Biasanya, Enny, anak bungsunya-yang sudah mulai beranjak dewasa-menjemputnya di jalan yang biasa ia lewati saat pulang rumah. "Kalau sudah jam segitu, biasanya saya tidak jauh lagi dari sini. Enny yang biasa menjemput saya," ungkap Simon ketika dijumpai di rumahnya.
Yang menjadi persoalan bukan kekhawatiran dia tidak mampu menarik gerobaknya tetapi karena matanya sudah tidak bisa melihat dengan baik saat hari sudah mulai gelap. Kerapkali dia menabrak orang yang sedang berdiri di pinggir jalan. "Untung aja nggak tertabrak mobil," ucap pria yang ketika kecil bercita-cita menjadi guru ini. Kalau kehujanan, Simon enggan berteduh, apalagi kalau hanya gerimis. Melihat Simon yang basah kuyub, sang istri Rusmiyati buru-buru menyiapkan air mandi. Setelah mandi, digosok minyak penghangat lalu selimutan. Kalau keringatnya sudah keluar, berarti Simon mulai segar kembali. Sampai hari ini sudah 11 tahun Simon menjadi penjual abu gosok. Sebelum itu ia adalah satpam pada sebuah perusahaan susu yang terletak di kawasan Tanah Abang. Pada tahun 1999, perusahaan tersebut berganti manejeman. Manajemen baru menerapkan kebijakan untuk menggaji para karyawan mulai lagi dari nol.
Simon yang saat itu sudah mengantongi gaji 1,2 juta, jika mengikuti kebijakan perusahaan, maka dia hanya mendapat gaji Rp200.000 atau Rp300.000. Simon dan kawan-kawan berjuang melawan kebijakan tersebut sampai akhirnya terjadi PHK. Simon kebagian pesangon 5 juta. Tak Sanggup Lagi Atas peristiwa PHK ini Simon limbung. Dia tidak tahu harus mengerjakan apa. Sebab fisiknya yang mungil tidak sekuat dulu. Dia pun tidak memiliki keterampilan tertentu karena dia hanya tamatan kelas 3 Sekolah Rakyat. Simon lalu bergumam singkat, "Ya Tuhanku, Allahku. Untuk jadi satpam lagi saya tak sanggup lagi. Terserah Tuhan saja..." Di saat bingung itu, Simon mendapat tawaran dari tetangganya untuk meneruskan "usaha" ayah mereka yang sudah meninggal sebagai tukang abu. "Lalu saya beli gerobaknya dengan harga 65.000. Mulai dari situlah saya jadi tukang abu hingga hari ini," kenang ayah tiga anak ini. Meski disebut meneruskan usaha tukang abu sebelumnya, tapi Simon harus bekerja ekstra keras untuk mendapatkan pelanggan.
Ternyata tukang abu sebelum Simon itu hanya memiliki beberapa pelanggan. Dan kalau hanya mengandalkan itu, berarti dapur Simon tidak mengepul lagi. Awalnya dia membeli satu karung abu dengan harga Rp500, lalu dibungkus menjadi 50-60 bungkus dengan harga per bungkus Rp100. Ia lalu bergerilya menyusuri gang-gang perkampungan. Pada awal perjuangan, ia sangat sulit dapat pembeli. Pernah setelah keliling keluar masuk kampung dengan jarak tempuh belasan kilometer, yang laku hanya 5 atau 10 bungkus. Pada hari yang lain, saat sudah menempuh belasan km lagi hanya 14 bungkus yang laku. Tanpa mengeluh ia berjalan terus menyusuri ke Jalan Malang, lalu putar ke Warung Ayu, lalu ke Taman Wisma ASRI, setelah itu ia menyeberang jalan dan berjalan terus.
Dia kemudian kaget, ternyata dia sudah sampai di terminal Bekasi. Dengan demikian jarak yang telah dia tempuh sudah mencapai 50 km. Hari itu dia hanya mendapatkan uang sebesar Rp4.000. Kemudian meningkat menjadi 10.000-15.000 dan selanjutnya laku hingga 200 bungkus. Ketika sedang hokki, dagangannya sudah ludes sekitar jam 11 sehingga harus pulang untuk ambil abu lagi. "Meski hasilnya hanya sekian, saya tidak mau mengeluh. Sebab mengeluh sangat menghabiskan tenaga dan membuat malas," ungkapnya. Untuk menambah penghasilannya, Om Simon juga membeli barang-barang rongsokan lalu menjualnya kembali. Untuk hal yang satu ini, Om Simon menerapkan jurus "tarik hati". "Tidak ada satu orang pun yang mau ditipu kan?" demikian Simon bertanya retoris. Sebuah pertanyaan yang sekaligus menjadi prinsip hidupnya. Dia lalu meyakinkan setiap orang yang menjual barang bekas kepadanya bahwa dia tidak memainkan harga dan timbangan. Bahkan dia berani membeli di atas harga biasa. "Orang lain beli dengan Rp 800, saya beli dengan harha Rp1.200 dengan timbangan yang tidak menipu.
Dengan harga itu saja saya masih tetap untung kok."Dengan demikian, orang-orang lebih memilih menjual barang mereka kepada Simon. "Saya tidak akan tipu kamu sebab keyakinan saya tidak membolehkan menipu, lagian kita kan sama-sama susah. Kalau saya tipu, uang yang hanya sedikit ini tak akan jadi daging...." ucap Simon meyakinkan. Setelah membeli, dia langsung bergegas membawa ke pembeli barang ronsokan terdekat. "Saya tidak mau narik gerobak jauh-jauh. Tenaga saya habis." Tiap hari ketika bekerja, sambil menyeka keringat, Simon terus mendaraskan doa sederhana ini "Ya Tuhanku, ya Allahku. Tenagaku tidak kuat lagi menarik gerobak ini. Meski begitu saya akan terus menariknya. Hanya saja, saya minta kesehatan dan kekuatan dariMu...." Modal utama Simon adalah abu, gerobak dan tenaganya.
Setiap kali belanja, ia membeli empat karung abu seharga Rp4.000/karung. Ia juga membeli empat pak plastik. Setelah dibungkus, setiap karung bisa menghasilkan 50-60 plastik kecil dan dijual dengan harga Rp500/kantong atau tiga kantong Rp1.000. Biasanya, dalam waktu 1 minggu semua abu laku terjual dan dia mengambil lagi. Acapkali saat dia sedang berjualan di jalanan, ada orang yang iba terhadapnya. Ada yang mengambil hanya satu atau beberapa kantong abu tapi memberinya Rp50.000,- Ada juga yang mengajaknya makan. Meski hidup Simon serba berkekurangan, dia juga tetap berusaha membantu orang lain terutama yang "senasib" dengannya. Suatu saat, seorang penjual tangga lewat di depan rumahnya. Melihat "tukang tangga" itu, hati Simon iba. Ia lalu memanggil tukang tangga tersebut. "Dia tawarkan Rp30.000, lalu saya beli dengan Rp25.000,- padahal saya nggak butuh-butuh juga," kenangnya. Alasan Simon sederhana. "Karena rasa lapar dan haus kami di jalanan sama..." ungkapnya sambil mengeluarkan gerobak dari dalam rumahnya.
Sumber











Diubah oleh bamswhy 14-03-2017 19:21
0
29.6K
Kutip
258
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan