- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Proyek E-KTP, Dakwaan Sebut 40 Penerima Suap. Siapa Saja?


TS
sukhoivsf22
Proyek E-KTP, Dakwaan Sebut 40 Penerima Suap. Siapa Saja?
Proyek E-KTP, Dakwaan Sebut 40 Penerima Suap. Siapa Saja?
SELASA, 07 MARET 2017 | 07:57 WIB

uji coba penerapan KTP elektronik (e-KTP) . Tempo/Arif Wibowo
TEMPO.CO, Jakarta - Puluhan orang disebut menerima aliran duit suap proyek kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP. “Ada 40 nama,” ujar sumber Tempo yang mengetahui isi dakwaan salah satu terdakwa kasus yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun itu, Senin 6 Maret 2017. Nama-nama tersebut terdiri atas anggota dan mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, pejabat Kementerian Dalam Negeri, serta swasta.
Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi membenarkan adanya sejumlah nama penyelenggara negara yang diduga menerima aliran duit dari proyek di Kementerian Dalam Negeri pada 2011-2012 itu. "Ada indikasi aliran dana pada sejumlah penyelenggara negara," ujar Febri, Senin 6 Maret 2015. Namun ia belum bersedia menyebut siapa saja mereka.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode Muhammad Syarif meminta publik bersabar menunggu tersangka lain yang terlibat dalam korupsi pengadaan e-KTP. Beberapa nama lain yang terlibat dalam kasus tersebut bakal muncul dalam persidangan.
“Nanti juga kelihatan di persidangan siapa saja yang akan dianggap turut serta atau sebagai saksi,” kata Laode di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin 6 Maret 2017.
Persidangan dugaan korupsi e-KTP akan digelar Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Kamis, 9 Maret. Ini adalah salah satu kasus korupsi yang membutuhkan waktu pengusutan panjang. Pada April 2014, KPK menetapkan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan sekaligus pejabat pembuat komitmen, Sugiharto, sebagai tersangka. Dua tahun kemudian, pada September 2016, KPK menetapkan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman, sebagai tersangka.
KPK telah memeriksa 283 saksi. Duit proyek itu diduga menjadi bancakan sejumlah anggota Komisi Pemerintahan DPR periode 2009-2014. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, yang juga anggota Komisi Pemerintahan DPR periode itu, membantah ikut kecipratan duit suap e-KTP. "Orang sudah tahu siapa Ahok, kok. Siapa berani kasih duit gua? Kalau ada yang berani kasih duit, gua laporin KPK,” ujar Ahok, Senin.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto juga sempat diperiksa KPK. Setya adalah mantan Ketua Fraksi Partai Golkar. Dalam sejumlah kesempatan, ia membantah jika disebut ikut menerima suap. “Saya tak ada hubungannya sama sekali dengan itu (proyek e-KTP),” ujarnya saat diwawancarai Tempo, Desember 2016.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, yang juga mantan anggota Komisi Pemerintahan, beberapa kali membantah terlibat. “Saya tidak tahu,” ujarnya pada Februari lalu. Sedangkan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, yang pernah duduk di komisi yang sama, mengatakan, "Saya disebut menerima uang, saya ngamuk betul soal itu."
Peneliti dari Pusat Kajian Anti-Korupsi Universitas Gadjah Mada, Hifdzil Alim, meminta partai politik bekerja sama dengan KPK memberikan informasi soal keterlibatan anggotanya. "Lebih baik memberikan pernyataan mau bekerja sama dibanding pasif dan membiarkan nasib partai terombang-ambing oleh opini publik," katanya.
LARISSA HUDA | ADITYA BUDIMAN | FRANSISCO ROSARIANS | MITRA TARIGAN | AGUNG SEDAYU
https://m.tempo.co/read/fokus/2017/0...uap-siapa-saja
KPK Wajib Penjarakan Semua Penerima Fee e-KTP
Selasa, 7 Maret 2017 09:01 WIB

KOMPAS IMAGES
Ilustrasi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Gerindra Arief Poyuono bereaksi keras terhadap kasus e-KTP.
Sidang perdana kasus tersebut akan digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Kamis 9 Maret 2017 mendatang.
"Sejumlah nama-nama yang menerima hasil mark up proyek e-KTP di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono yang sebelum menjabat sebagai anggota DPR periode 2009-2014 dan saat ini menjabat sebagai anggota DPR, menteri, serta kepala daerah. KPK wajib untuk menangkap dan memenjarakan mereka semua selama-lamanya," kata Arief melalui pesan singkat, Selasa (7/3/2017).
Meskipun kata Arief, ada penerima dana hasil markup proyek E KTP yang sudah mengembalikan dananya ke KPK, tidak bisa menghilangkan tindak pidana korupsinya.
Karena mereka tidak mengembalikan dana tersebut nantinya dalam tuntuntan Jaksa KPK juga tetap dituntut ganti rugi dan hukuman badan.
"Artinya jelas sekali pun uang dikembalikan sebelum jadi tersangka mereka wajib dihukum penjara," imbuh Arief.
Arief mengatakan dampak korupsi proyek e-KTP yang dilakukan oleh para bandit berkedok wakil rakyat telah merusak tatanan demokrasi. Pasalnya kekacauan sistem e-KTP yang berdampak pada jumlah DPT.
"Akibat proyek e-KTP yang dikorupsi penerapan e-KTP menjadi kacau dan akhirnya kualitas demokrasi dan pemilu menjadi jelek," ujar Arief.
Dampak lainnya, terhambatnya perencanaan pembangunan nasional terutama dalam menentukan besaran pendapatan perkapita, jumlah penerimaan pajak, juga memhitung demographic penduduk Indonesia.
Pemerintah juga tidak dapat mengetahui jumlah penduduk Indonesia.
"Jadi pimpinan KPK yang terpilih di era Joko Widodo harus tidak boleh takut dan tidak segan-segan untuk mengusut tuntas korupsi proyek e-KTP sekalipun ada penerima dana korupsi e-KTP adalah petinggi negara dan juga berlatar belakang partai politik pendukung Joko Widodo," kata Arief.
"KPK Harus cepat bergerak menangkap dan menahan para penerima dana korupsi mark up proyek e-KTP," tambahnya.
http://m.tribunnews.com/nasional/201...rima-fee-e-ktp
SELASA, 07 MARET 2017 | 07:57 WIB
uji coba penerapan KTP elektronik (e-KTP) . Tempo/Arif Wibowo
TEMPO.CO, Jakarta - Puluhan orang disebut menerima aliran duit suap proyek kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP. “Ada 40 nama,” ujar sumber Tempo yang mengetahui isi dakwaan salah satu terdakwa kasus yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun itu, Senin 6 Maret 2017. Nama-nama tersebut terdiri atas anggota dan mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, pejabat Kementerian Dalam Negeri, serta swasta.
Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi membenarkan adanya sejumlah nama penyelenggara negara yang diduga menerima aliran duit dari proyek di Kementerian Dalam Negeri pada 2011-2012 itu. "Ada indikasi aliran dana pada sejumlah penyelenggara negara," ujar Febri, Senin 6 Maret 2015. Namun ia belum bersedia menyebut siapa saja mereka.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode Muhammad Syarif meminta publik bersabar menunggu tersangka lain yang terlibat dalam korupsi pengadaan e-KTP. Beberapa nama lain yang terlibat dalam kasus tersebut bakal muncul dalam persidangan.
“Nanti juga kelihatan di persidangan siapa saja yang akan dianggap turut serta atau sebagai saksi,” kata Laode di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin 6 Maret 2017.
Persidangan dugaan korupsi e-KTP akan digelar Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Kamis, 9 Maret. Ini adalah salah satu kasus korupsi yang membutuhkan waktu pengusutan panjang. Pada April 2014, KPK menetapkan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan sekaligus pejabat pembuat komitmen, Sugiharto, sebagai tersangka. Dua tahun kemudian, pada September 2016, KPK menetapkan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman, sebagai tersangka.
KPK telah memeriksa 283 saksi. Duit proyek itu diduga menjadi bancakan sejumlah anggota Komisi Pemerintahan DPR periode 2009-2014. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, yang juga anggota Komisi Pemerintahan DPR periode itu, membantah ikut kecipratan duit suap e-KTP. "Orang sudah tahu siapa Ahok, kok. Siapa berani kasih duit gua? Kalau ada yang berani kasih duit, gua laporin KPK,” ujar Ahok, Senin.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto juga sempat diperiksa KPK. Setya adalah mantan Ketua Fraksi Partai Golkar. Dalam sejumlah kesempatan, ia membantah jika disebut ikut menerima suap. “Saya tak ada hubungannya sama sekali dengan itu (proyek e-KTP),” ujarnya saat diwawancarai Tempo, Desember 2016.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, yang juga mantan anggota Komisi Pemerintahan, beberapa kali membantah terlibat. “Saya tidak tahu,” ujarnya pada Februari lalu. Sedangkan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, yang pernah duduk di komisi yang sama, mengatakan, "Saya disebut menerima uang, saya ngamuk betul soal itu."
Peneliti dari Pusat Kajian Anti-Korupsi Universitas Gadjah Mada, Hifdzil Alim, meminta partai politik bekerja sama dengan KPK memberikan informasi soal keterlibatan anggotanya. "Lebih baik memberikan pernyataan mau bekerja sama dibanding pasif dan membiarkan nasib partai terombang-ambing oleh opini publik," katanya.
LARISSA HUDA | ADITYA BUDIMAN | FRANSISCO ROSARIANS | MITRA TARIGAN | AGUNG SEDAYU
https://m.tempo.co/read/fokus/2017/0...uap-siapa-saja
KPK Wajib Penjarakan Semua Penerima Fee e-KTP
Selasa, 7 Maret 2017 09:01 WIB

KOMPAS IMAGES
Ilustrasi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Gerindra Arief Poyuono bereaksi keras terhadap kasus e-KTP.
Sidang perdana kasus tersebut akan digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Kamis 9 Maret 2017 mendatang.
"Sejumlah nama-nama yang menerima hasil mark up proyek e-KTP di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono yang sebelum menjabat sebagai anggota DPR periode 2009-2014 dan saat ini menjabat sebagai anggota DPR, menteri, serta kepala daerah. KPK wajib untuk menangkap dan memenjarakan mereka semua selama-lamanya," kata Arief melalui pesan singkat, Selasa (7/3/2017).
Meskipun kata Arief, ada penerima dana hasil markup proyek E KTP yang sudah mengembalikan dananya ke KPK, tidak bisa menghilangkan tindak pidana korupsinya.
Karena mereka tidak mengembalikan dana tersebut nantinya dalam tuntuntan Jaksa KPK juga tetap dituntut ganti rugi dan hukuman badan.
"Artinya jelas sekali pun uang dikembalikan sebelum jadi tersangka mereka wajib dihukum penjara," imbuh Arief.
Arief mengatakan dampak korupsi proyek e-KTP yang dilakukan oleh para bandit berkedok wakil rakyat telah merusak tatanan demokrasi. Pasalnya kekacauan sistem e-KTP yang berdampak pada jumlah DPT.
"Akibat proyek e-KTP yang dikorupsi penerapan e-KTP menjadi kacau dan akhirnya kualitas demokrasi dan pemilu menjadi jelek," ujar Arief.
Dampak lainnya, terhambatnya perencanaan pembangunan nasional terutama dalam menentukan besaran pendapatan perkapita, jumlah penerimaan pajak, juga memhitung demographic penduduk Indonesia.
Pemerintah juga tidak dapat mengetahui jumlah penduduk Indonesia.
"Jadi pimpinan KPK yang terpilih di era Joko Widodo harus tidak boleh takut dan tidak segan-segan untuk mengusut tuntas korupsi proyek e-KTP sekalipun ada penerima dana korupsi e-KTP adalah petinggi negara dan juga berlatar belakang partai politik pendukung Joko Widodo," kata Arief.
"KPK Harus cepat bergerak menangkap dan menahan para penerima dana korupsi mark up proyek e-KTP," tambahnya.
http://m.tribunnews.com/nasional/201...rima-fee-e-ktp
0
2.7K
22


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan