Sri Mulyani ungkap Ada Kesia-siaan dari Utang yang Ditarik Pemerintah
Kamis, 2 Maret 2017 | 13:30 WIB

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati usai melakukan konferensi pers kenaikan santunan korban kecelakaan, di Jakarta, Senin (13/2/2017).
JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani melihat ada tren bagus pengunaan anggaran pemerintah daerah, terutama belanja pegawai yang relatif menurun dan belanja modal infrastruktur membaik.
Namun di sisi lain, dia masih melihat adanya Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (Silpa) yang jumlahnya mencapai Rp 85 triliun. Anggaran itu bisa harusnya terserap untuk pembiayaan pembangunan.
"Bayangkan kita punya Silpa Rp 85 triliun, ini kira-kira apa sih masalah dari Silva ini?" ujar Menkeu saat membuka sosialisasi Transfer Daerah dan Dana Desa di Jakarta, Kamis (2/3/2017).
Padahal, pemerintah pusat sudah berutang hingga Rp 300 triliun pada 2016. Utang itu terpaksa diambil untuk menutupi defisit anggaran di APBN 2016.
Defisit APBN terjadi lantaran belanja pemerintah, baik pusat dan daerah, lebih besar dari pendapatan pemerintah itu sendiri. Bila tidak menambalnya, maka defisit anggaran bisa melebihi batas 3 persen yang tertuang di dalam UU APBN.
Namun setelah menambah utang, anggaran justru tidak bisa diserap secara penuh oleh kementerian, lembaga, hingga pemerintah daerah. Padahal ucap Ani, ada utang, ada bunga.
Oleh karena itu, dia meminta kepada pimpinan kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah, bisa menyerap anggaran dengan baik untuk kepentingan rakyat.
Berdasarkan realisasi defisit anggaran 2016 mencapai Rp 307,7 triliun atau 2,46 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit anggaran itu terjadi karena pendapatan negara hanya Rp 1.551,8 triliun.
Sementara itu, belanja negara sepanjang 2016 mencapai Rp 1.859 triliun. Masih minimnya pendapatan negara pada 2016 tidak terlepas dari rendahnya pertumbuhan ekonomi yang hanya 5 persen, lebih rendah dari asumsi APBN-P 2016 yang mencapai 5,2 persen.
Selain itu, masih lemahnya harga komoditas dan belum optimalnya penerimaan perpajakan juga menjadi penyebab yang mempengaruhi minimnya pendapatan negara. Namun, realisasi defisit anggaran tahun 2016 lebih kecil dari 2015 yang mencapai Rp 318,5 triliun atau 2,8 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Penulis: Yoga Sukmana
Editor: Bambang Priyo Jatmiko
Sumber
Ya gimana nggak ada utang sia-sia... Direncanakan beli USB eh UPS semilyar per sekolah, ketahuan, ditahan ama gubernur. Tahu bikin anggaran gituan kan mending duitnya dibikin bangun rusun RPTRA normalisasi apa kek.