- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Panda Buat Fina


TS
penabulumerak
Panda Buat Fina
Selamat sore agan dan sista semua! Gimana kabar kalian semua? Gua harap baik-baik aja dan sehat selalu yo!
Ehhmm... Jadi ini gua dari Pena Bulu Merak bakal bagi sedikit kisah pas gua SMA dulu. Cerita ini 99% real, dan namanya juga banyak yang gua sensor, jadi kalo ada yang merasa kenal gua, selamat! Tapi cukup diem aja, gak usah disebutin oke! Hehe
So, langsung aja Ke ceritanya yak! Judulnya "Panda Buat Fina" Enjoy!
Banjarnegara 15 Februari 2013,
Banjar panas. Itu yang hampir diucapkan semua anak di SMK Negeri 1 Bawang, tidak terkecuali aku. Hari ini, satu hari setelah hari valentine. Teman – temanku sedang sibuk membicarakan coklat yang diberikan pacar mereka kemarin. Aku si, ngga ikut – ikutan. Males.
“Fina, fin! Bilangin dah sini,” Tata manggil aku. Aku sebenernya males, tapi mau gimana lagi, dia itu salah satu dari 3 sahabatku. Jadi aku putuskan mendekat.
“Kenapa ya Ta?” Aku langsung duduk di sebelah Vani. Dia juga salah satu sahabatku, dia yang paling W.O.W diantara ketiga sahabatku.
“Mana coklat yang dari Arif ya Fin?” Vani langsung meledekku.
“Hii, lho kok kaya gitu ya Van, orang aku aja belum makan wee” Aku menjuluran lidahku kepada mereka.
“Piiih, pelit banget si, sama temen kok gitu si” Ana menyahut. Kalo Ana ini, tipikal orang yang kadang nyebelin gimana gitu, tapi dia royal kalo sama temen.
“Ehehe ngga kaya gitu kok, Aku sama temen li ngga tegaan,” Aku lalu mengambil coklat pemberian Arif, yang dikasih waktu istirahat pertama. Alfin. Entah mengapa malah nama itu yang terlintas dikepalaku. Sahabatku yang sudah memberi sinyal bahwa dia suka sama aku. Bukannya GR si, tapi emang kenyataannya kaya gitu, dan udah banyak yang bilang juga. Anaknya enakan, humoris, dewasa walaupun dia satu tingkat dibawahku, terus pinter main musik lagi, dari gitar sampai drum. Tipe cowok idola banget. Seebenernya aku beruntung banget dia itu suka sama aku, tapi akunya yang aneh, malah milih Arif, anak dance yang orang bilang itu playboy. Emang waktu awal pacaran dia masih suka PDKT ke orang lain tapi, sekarang dia mulai belajar setia. Katanya. Tapi . . . Lah, pusing mikirin Alfin sama Arif. Ngga bakalan selesai. Aku langsung menuju teman – temanku dan makan coklat yang dikasih Arif. Coklat yang seharusnya pribadi buat aku, malah aku makan bareng sohibku, dan aku makannya juga ngga seberapa banyak. Acara makan coklat rame – rame itu ditutup saat guru pelajaran terakhir masuk. Matematika!
***
Aku pulang sekolah bareng Tata. Aku ngajak Tata lewat lobi, ngga tau kenapa instingku bilang lewat lobi aja. Dan nampaknya instingku tepat, disitu ada Alfin dengan kebiasaannya yaitu jadi Avatar, alias tukang download. Lumayan banyak anak juga disitu, ada sekitar 5 orang lah. Saat Alfin liat aku sama Tata, dia langsung manggil Tata.
“Eh mba, gimana jadi ngga? Katanya laptopnya mau di install ulang,” Aku agak sedikit kecewa sih, tapi emang kita lagi ngga ada masalah apa – apa, dia kan lagi ada keperluan sama Tata.
“Eh iya, kamu ya, senin aja gimana? Tapi aku orangnya lupaan we, bilang Fina aja suruh ngingetin aku,” Aku cuek saja dengan mereka, malah aku memanggil Tata untuk agak sedikit cepat. Aku si agak denger pembicaraan mereka tentang aku.
“Lah kenapa kamu ngga bilang sendiri?”
“Eh anu, kita anu, lagi”
“Oh lagi ada masalah ya, iya gampang, FIN!!! INI ALFIN MAU NGOMONG!!!” Aku kaget mendengar teriakan Tata, padahal aku sama dia jaraknya juga ngga terlalu jauh. Aku langsung menghampiri Alfin dan Tata. Walhasil dikarenakan teriakan Tata jadi semua orang yang ada di lobi merhatiin aku sama Alfin deh.
“Kamu tuh ya Ta, apaan si, ngga usah kenceng – kenceng kali,” Aku menyubit pinggang Tata.
“Wadaaauww! Ehehe ngga papa lah, kan takut kamunya ngga ndeger weee, oh iya aku parkir motor dulu, entar kalo udah aku panggil oke!” Dengan acuhnya Tata langsung pergi begitu saja. Aku tidak tahu harus bagaimana lagi. Apalagi dengan semua mata memandang begitu. Tanpa ba, tanpa bi, tanpa bu, Alfin langsung saja menyeret aku keluar dari lobang neraka ini. Setelah cukup lama diluar, aku baru sadar, ternyata Alfin belum melepaskan pegangan tanganya.
“Eh Al,”
“Iya kenapa Fin?”
“Ini tangan aku dilepas dong,”
“Oh, iya,” Dengan rasa gugup yang melanda kami berdua Alfin perlahan melepaskan pegangan tangannya, tapi entah kenapa ada rasa yang aneh tertinggal saat Alfin melepas tangannya.
“Jadi, kamu mau ngomong apa sampe kita kesini?” Ujarku setelah rasa canggung itu reda.
“Loh? Kita emang dimana?” Alfin malah melihat sekeliling. “Kok kita disini Fin?”
“Ye dasar, orang yang tadi ngajakin keluar ya siapa,” Ujarku sembari memukuk kepala Alfin pelan.
“Oh iya, aku baru inget, lagian tadi sih, mba Tata kayak gitu, dikirain aku mau ngomong ‘apa’ sama kamu kan, yaudah aku langsung tarik kamu, sebenernya aku cuman mau ngomong, kalo besok mba tata suruh ingetin buat bawa laptopnya, gitu” Alfin berbicara dengan gerakannya yang khas, yaitu pasti ikut mempraktekan apa yang ia bicarakan, kesannya jadi seperti anak kecil sekali pas lagi kayak gitu.
“Lha kenapa Tata ga ngomong langsung ke aku?”
“Aku juga ga tau Fin, O iya Fin,” Alfin berubah lagi, aku ga tau dia punya kepribadian ganda atau gimana, tapi dia itu aneh, bisa dalam sekejap seperti anak kecil, kemudian langsung berubah sangat dewasa seperti saat ini.
“Iya,”
“Mmm, anu fin, aku minta maaf ya,” Jari tangan kananya seperti tengah memetik bass, berarti dia dalam keadaan gugup. Lho? Kok aku jadi aneh? Kenapa aku malah bisa memerhatikan kebiasaan kecil Alfin kayak gini? Arif aja aku ngga tau.
“Minta maaf masalah apa Al? Kamu ga salah kok, akunya aja yang egois,”
“Engga Fin, ini semua salah aku, saat kamu ada masalah sama Arif malah aku berusaha mojokin kamu, bukannya menyuport kamu,” Alfin memegang tanganku lagi, jujur kali ini aku agak gugup entah kenapa. “Dan terus aku cuman mau ngingetin, jangan buat dia jadi pelarian kamu dari Ilham Fin, aku tau Kunyuk itu . . .”
“Cukup Al, kamu ga salah, aku yang salah, aku yang ga ndengerin omongin kamu dari dulu, Aku minta ma . . .”
“Ngga Fin, aku yang salah, kamu ngga seharusnya minta maaf, aku . . .”
“Al, kalo kayak gini ga bakalan selesai, kamu maafin aku pa ngga?” Ada jeda cukup lama kali ini. Hingga aku bisa memerhatikan seluruh tubuhnya, rambutnya yang tertiup angin, serta pandangannya yang selalu tajam menusuk. Tapi mata itu kini tidak tengah menatapku, ia menatap kebawah. “Al, maafin aku ya,” Ujarku memecah keheningan ini. Ia menatapku dalam.
“Ia Fin, aku maafin,” Perlahan ia melepaskan tangannya.
“Ayo Al, kita pulang,”
“Kamu dulua aja, aku mau disini dulu,” Akhirnya aku meninggalkan Alfin disana sendiri, sebelum aku berbelok, aku menatap punggungnya yang tegak. Ia menengadah, aku ngga tau apa yang dia pikirkan.
“Woiiii! Fina! Ayo Pulang!”
“Iya iya!” Aku setengah berlari menghampiri Tata yang sudah siap di motornya, dan mengantarku pulang.
***
Aku tiba di kos denga rasa lelah yang teramat sangat. Jarum jam menunjukan pukul jam 15.34, tapi entah kenapa, rasanya malas banget untuk mandi. Aku menjatuhkan diriku di kasur yang mungil ini. Kutatap seluruh kamarku. Beberapa saat, aku menatap lukisan panda oleh – oleh Alfin dari Bali. Kuambil lukisan itu, kutatap perlahan. Serasa mendengar suara Alfin saat ia dengan seriusnya mewanti – wantiku untuk menjaga lukisan ini baik – baik. Saat ia bilang agar lukisan ini agar disampuli dengan plastik. Ingat juga saat aku ngeyel dan bilang ribet segala macem. Teringat akan semua itu membuatku tersenyum – senyum sendiri. Kudekap lukisan itu hingga aku terbawa tidur. Dan melepas segala penatku.
***
Aku bangun sudah jam 7. Kulirik lukisan yang masih didalam dekapanku. Selamat. Ternyata lukisan ini berhasil lolos dari ‘air bahku’. Aku langsung mandi dan bergegas keluar mencari makan, tapi saat aku mau keluar. Aku melirik ada bungkus nasi, coklat, serta es teh manis yang esnya hampir mencair semua. Aku tidak tahu itu dari siapa. Saat kubuka pintu kamar, lewat Lia, anak Ibu kos sini. Langsung saja Ia kupanggil.
“Eh Lia, bilangin sini” Lia tampak bingung, tapi melihat aku didepan pintu ia langsung menghampiriku.
“Iya kak kenapa?” Lia itu anak kelas 6 SD, ia masih sangat polos sekali.
“Tadi kamu liat ada orang yang dateng ke kamar kakak?”
“Ia tadi Lia sendiri yang anter, orangnya bawa kantong, isinya coklat sama apa Lia gatau, terus Lia dikasih satu, Lia tanyain ‘kakak siapa?’ dia cuman jawab, ‘temennya kak Fina’ gitu, katanya mau nganterin titipan, jadi Lia anter ke kamar kakak,” Aku berusaha mencerna semua omongan Lia tadi. Siapa yang mau nganterin makanan ke aku? Perasaan juga aku ngga pernah kasih tau siapa – siapa tempat kosku. Tata aja ngga tahu.
“Terus, gimana lagi?”
“Katanya, Lia suruh nunggu disini sebentar, yaudah lia tunggu, kalo gak salah, ga sampe 5 menit Kakak itu udah keluar lagi deh,” ujar Lia sembari memainkan rambutnya yang panjang.
“Kakak itu ngga ngomong apa – apa lagi?”
“Mmmm. . . apa ya?” Lia mengerutkan dahinya serta memejamkan matanya. Aku sampai penasaran sekali apa yang mau ia bilang. Kalo dia adikku mungkin sudah kucubit pipinya. “O, iya, dia bilang suruh jangan ganggu kakak, tapi kalo nanti jam 7 lebih belum keluar, aku disuruh masuk, mastiin kondisi kakak,” Aku makin bingung dengan semua ini. Siapa kira – kira ya? Apa mungkin Arif?
“Oh gitu, yaudah deh, makasih Lia,”
“Sama – sama kak,” Lia langsung berlari kecil menuju kamarnya. Sedangkan aku masih bingung dan terpaku di depan pintu kamarku. Akhirnya aku masuk setelah mendengar hp-ku berbunyi. Langsung kuambil dan kucek. Ternyata dari Arif. ‘Malem darl,’. Kubalas sekenanya. Setelah membalas sms Arif, aku terkejut melihat ada 2 panggilan tidak terjawab, serta ada sms lain. Kucek, ternyata Alfin yang menerlefonku. Kulihat keterangan jamnya. Yang pertama pukul 16.30, serta sms pada jam yang sama, isinya. ‘Bangun bun, jangan tidur mulu’. Aku merasa aneh dengan sms Alfin, apa dia yang ngasih makanan ini ke aku? Tapi kalo dilihat jamnya, esnya pasti udah cair semua. Yang kedua jam 06.45 , tapi kali ini tidak ada sms. Saat aku tengah berfikir, tiba – tiba hpku berbunyi lagi. Kali ini sms dari Alfin. Isinya ‘Udah bangun belum? Udah jam 7 lebih ini, kalo udah, mandi terus makan’. Aku langsung membalas sms itu. ‘Kamu tadi dateng kesini apa al?’. Lama kutunggu sms Alfin, tapi belum juga membalasnya. Akhirnya aku putuskan aku makan makanan itu. Kuminum es teh manisnya terlebih dahulu, dan saat aku ingin membuka makananku, hpku berbunyi lagi. Langsung saja kubuka. Alfin membalas smsku. ‘Iya ehehehe, maaf tadi masuk kamar kamu ga ijin, tapi dibolehin tuh sama si Lia :P udah makan? Kalo belum dimakan dulu itu, aku lagi latihan nih







***
Banjarnegara, 21 Februari 2013
Rumah Kos . . .
Hari ini aku bangun dengan malas-malasan, aku baru bangun jam 6 pagi. Tapi langsung ada sms masuk dari Alfin. ‘Bun kamu udah berangkat belum?’. Aku langsung membalasnya ‘Belum we, aku aja baru bangun :3 kenapa al?’. Setelah membalas sms itu, aku langsung mandi dan berpakaian rapi, tinggal menunggu Tata menjemputku, sembari menunggu aku sms-an dengan Arif dan Alfin, serta belajar sekali lagi untuk materi ujian hari ini. ‘Mba Fina kamu udah berangkat? -Khakim-‘. Aku agak kaget, kenapa kok Khakim sms aku? Ada perlu apa? Langsung saja kubalas sms itu ‘Belum kenapa ye kim?’. Tidak selang 5 menit ia langsung membalas‘Halah, aku anu ada penting sama kamu mba, bisa berangkat sekarang mba?’. Aku makin bingung lagi, kenapa tiba – tiba banget Khakim perlu sama aku? ‘Anu perlu apa ye kim? Aku ga bisa we, kenapa si? Aku anu masuk siang,’. Kutunggu beberapa lama, Khakim tidak membalas lagi, entah kenapa.
Sekolah . . .
“Gimana Kim?”
“Ngga bisa, anu mba Fina masuknya sekarang siang, we, li bener aku aturan dikasih kos-kosannya aja,”
“Masalahnya itu, anu aku lupa”
“Ish, bisanya lupa, udah berapa anak tadi coba?”
“16 sama ini,” 2 anak ini memerhatikan terus ruang kelas XII BB. Dikelas itu terdapat sesuatu yang aneh di dekat meja guru, setiap anak yang baru masuk pasti langsung memerhatikannya.
“Eh pada keluar tuh,” Benar omongan anak yang seperti keturunan orang arab, anak – anak dikelas XII BB mulai berhamburan keluar menuju mushola. “Mau gimana?” Anak yang satunya lagi matanya setajam elang. Terus memerhatikan ruang kelas itu hingga akhirnya kosong.
“Ayo ikut aku,” Si mata elang memimpin jalan, sedangkan si arab mengikutinya dari belakang. Mereka bergegas menuju ruang kelas XII BB, ketika sudah sampai di depan kelas, mereka berhenti.
“Sana aman?” Ujar si arab.
“Coast is clear. Ayo kita masuk,” Ujar si elang. Setelah si elang berkata seperti itu, si arab langsung masuk ke kelas. Sedangkan si elang memerhatikan sekeliling sebelum akhirnya menyusul.
“Ini mau gimana?” Si Elang memegang benda itu.
“Ye mau gimana lagi, aku pikir tempatnya dipindahin dulu, coba aja ditaruh dipojokan situ,”
“Oh iya ding, yaudah,” Si elang memindahkan benda tersebut ke sudut ruangan yang tidak bisa terlihat dari luar.
“Nah sekarang beres, kopsis yuk,”
“Ayok deh, aku haus nih,”
“Iya, tapi lewat mushola” Ujar Si elang seraya berjalan pergi.
“Iya deh iya,” Kedua anak itu akhirnya berjalan menuju kopsis sesuai dengan rute yang ditentukan, yaitu melalui depan mushola. Di depan mushola mereka dicegat oleh seorang anak perempuan.
“Al, itu yang dikelas dari kamu ya?” Yang ditanya malah bingung.
“Eh iya mba,” Ujarnya seraya memberi kode kepada si Arab.
“Lha terus mau gimana? Orang Fina juga belum berangkat,”
“Aku juga bingung weh mba, oh ya aku punya ide! Nanti sebelum jum’atan li kalian udah pada selesai UP, nah kamu sms aku, terus ajak Fina ke kelas, gimana?” Ujar si elang dengan semangat sekali.
“He, aku mau bantu juga kali,”
“Iya kali ga cuman kamu Van,” Dua anak yang lain ikut turut berbincang dengan mereka. Mereka terus berdebat hingga akhirnya terjadi suatu kesepakatan yang entah itu apa.
Sekolah, pukul 10.45 . . .
“Kenapa sih Van,”
“Udah deh ikut aja ayo,” Aku ngga tau kenapa hari ini Vani, sama Ana ribut mulu. Dari mulai nanyain kenapa berangkat siang, sampai saat ini mereka narik – narik aku buat ke kelas. Akhirnya dengan sangat terpaksa aku menuju ke kelas, padahal saat itu aku sudah sangat lapar. Tak berapa kami sampai di kelas.
“Ehhh Vani! Apa – apaan sih?” Aku terkejut sekali ketika Vani dan Ana mendorongku ke kelas, dan lebih terkejut lagi disitu ada Alfin!
“Alfin? Kamu . . . kamu kok disini?” Alfin hanya terdiam, kemudian Ia maju dan membawa kado seukuran setengah badanku sendiri.
“Aku cuman mau nepatin janji kok Bun,” Aku tak percaya dengan apa yang aku lihat, kotak itu jelas isinya panda, tapi besar sekali. Aku bener – bener ngga nyangka, Alfin bener – bener nepatin janjinya.
“Ngomong dong Bun,” ucapan Alfin membuatku terkejut.
“Aku ngga bisa ngomong Al,”
“Tapi ngga usah sampe nangis kan?” Ujarnya seraya mengusap air mataku. “Kalo kamu ngga suka, aku bisa kembaliin lagi kok,”
“Aku ngga papa Al, aku nangis ini karena seneng, makasih banget Al,” Aku lalu mengambil panda yang ada di tangan Alfin. Suasana kembali canggung. Aku masih belum bisa berkata apa-apa sedangkan Alfin? Aku ngga tahu apa yang dia pikirkan. Tiba – tiba Alfin mengambil kotaknya dan meletakannya di tanah. Aku hanya terdiam. Lalu dia menggegam tanganku.
“Fin, sebenernya aku . . .” Aku tidak tahu apa yang ingin diucapkan Alfin berikutnya karena tiba – toba Nova muncul dan memotong pembicaraan kami. Saat Nova berbicara aku hanya sekali mengiyakan dan masih menatap Alfin, sedangkan mata Alfin mengatakan Nova suruh keluar, tapi kubalas dengan nakal, tidak.
“Alfin, sebenernya kamu suka sama mba Fina kan?”
“Hah? Apa? Engga kok,” Aku terkejut dengan kecepatan respon yang ia berikan atas pertanyaan Nova. Tapi aku tahu yang ia katakan bohong. Sebab setelah mengatakan seperti itu, matanya menatap tajam kepadaku, layaknya sebuah mata elang. Mata itu berkata, maaf, aku sebenernya emang sayang kamu. Tapi aku tidak berani membalasnya, sehingga aku mengalihkan pandanganku. Maaf Al, saat ini kita ngga mungkin jadi satu. Maaf banget. Hanya itu yang bisa kukatakan dalam hati.
***
Banjarnegara, Wanadadi Tapen, 21 Maret 2018 . . .
“Saya terima nikahnya Fina Purwani binti Aman Istanto dengan mas kimpoi seperangkat alat sholat dibayar tunai.”
“Bagaimana saksi, sah?”
“Sah,”
“Allhamdullilah, . . .” Hari ini adalah hari pernikahanku, tentu saja mempelai prianya Alfin. Kami akhrinya dapat bersatu pada akhrinya, memang benar jodoh itu tidak lari kemana. Aku masih inget semua itu, terutama tentang boneka panda yang ia berikan padaku. Semua barang yang ia berikan padaku masih tertata rapi dikamarku, yang sekarang menjadi kamar pengantinku. Terimakasih Tuhan kau telah menjodohkanku dengan Alfin walaupun harus melalui proses sulit, terimakasih Alfin, kamu sudah mau sabar selama ini. Aku akan terus menyayangimu, hingga nanti.
“Ayo calon mempelainya difoto,”
“Ayo Bun,” Alfin mengulurkannya tangannya padaku. “Kamu boleh manggil aku panda kok, alias Papah Panda,” ujarnya sembari memberikan senyum tulus penuh kehangatan.
“Iya, tapi aku lebih suka manggilnya Ayah,” ujarku sembari memberikan senyum terindah yang bisa kulukiskan saat ini.
“Ayo sudah siap, 1, 2, 3,” Blitz menyala.
The end.
21 Maret 2013
Gimana gan? Sorry kalo masih jelek nulisnya hehe
Btw, buat ending yang realnya doi udah nikah sekarang, dan gak sama ane


yaa udah nasib ane si gan wkwkwk
Salam Bulu Merak

Diubah oleh penabulumerak 22-02-2017 13:09


anasabila memberi reputasi
1
1.8K
16


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan