Kaskus

News

sipbabamiAvatar border
TS
sipbabami
BELAJAR BERSYUKURLAH, HENTIKAN HATI YANG DENGKI
Sangat dimaklumi jika kini begitu banyak harapan soal 'kebaikan bersama' telah memudar. Bahkan mungkin sudah punah.
Kebaikan bersama itu adalah yang berkaitan dengan kepentingan publik luas. Bukan yang bersifat khusus karena pangkat, harta, atau macam-macam predikat sosial --- baik yang alami maupun hasil rekayasa --- yang disandang segelintir orang. Misalnya tentang transportasi dan angkutan massal, ruang terbuka publik, kebersihan lingkungan, rasa aman dan nyaman, menghargai perbedaan keyakinan, hingga kesempatan menikmati keindahan dan kekayaan alam yang sesungguhnya hadiah cuma-cuma Sang Pencipta kepada seluruh umat manusia.
Mengapa harapan itu dikatakan memudar bahkan punah?
Sebab, seumur hidup Republik Indonesia ini berdiri, silih berganti penguasa tingkat Nasional hingga daerah yang tampil menjanjikannya --- tapi nyatanya acap berakhir dengan berbagai bentuk pengingkaran. Tak sedikit yang nyata-nyata berkhianat. Menggunakan mulut manisnya sekedar jalan agar mulus melakoni praktek korupsi-kolusi-nepotisme untuk memperkaya diri dan kelompoknya. Bahkan hukum pun mampu mereka taklukkan, menghardik yang berharap dan mencari keadilan itu.
Coba sebutkan, Presiden dan Kepala Daerah mana yang pernah hadir di Nusantara sebelum era Jokowi-Ahok ini, yang tidak disertai dengan perubahan prilaku, gaya hidup, dan kemewahan kerabat dan keluarga dekatnya?
Saya pastikan Anda akan sulit menjawab.
Sebelumnya para pemimpin silih berganti hadir di tengah kita. Semua memulai dengan janji-janji yang menyejukkan dan membahagiakan hati. Tapi 'seketika' maupun 'perlahan yang pasti' kita dikecewakan. Janji-janji itu tak mewujud, jauh panggang dari api, atau tak layak menyandang syarat cukup yang paling minimal sekalipun.
Masalahnya, ada budaya feodal yang sesungguhnya masih bersemayam di benak kita. Sikap sungkan mengkritik meski demi kebenaran yang hakiki, kesabaran yang sesungguhnya beralaskan hal-hal subyektif yang tak perlu, kepercayaan yang kerap berlebihan, keluguan yang absurd, maupun kebodohan dan ketidak pahaman masalah yang memang sengaja 'dipelihara' penguasa-penguasa yang lalim --- kerap menyebabkan kita membiarkannya.
Tapi di sisi lain, sesungguhnya kekecewaan demi kekecewaan menumpuk, mengikis harapan yang berkait dengan 'kepentingan bersama' itu hingga pudar dan punah. Sangat dimaklumi jika akhirnya satu per satu masyarakat semakin berorientasi pada kepentingan untuk keselamatan dan kesejahteraan dirinya sendiri-sendiri.
Disadari atau tidak, disengaja atau bukan, kita sesungguhnya memang telah menyuburkan budaya culas, iri, dan hipokrasi itu. Prilaku yang mengikis ruang 'kepentingan yang lain' di hati dan fikiran masing-masing individu.
Maka segala sesuatunya cenderung kita sikapi dengan rasa curiga. Bahkan mungkin banyak yang menganggap hal-hal luhur yang dicita-citakan sebagai sesuatu yang mustahil.
Jokowi dan Ahok harus menerima 'nasib' buruk itu. Semua hal baik yang mereka lakoni selalu dipandang penuh curiga. Padahal, jelas ada perbedaan yang sangat mendasar dan mudah kita telisik bersama. Bukankah tak satupun ada kerabat dan keluarga dekat mereka yang mengalami perubahan 'nasib' setelah keduanya berkuasa?
Keprihatinan itu rupanya belum cukup. Sebab cukup banyak diantara kita seolah melupakan malapetaka yang dialami di bawah pemimpin-pemimpin terdahulu yang pernah hadir. Segala jerih payah 2 tokoh ideal yang dilahirkan proses Reformasi 1998 kemarin itu, tak pernah disyukuri sepantasnya. Malah banyak yang mengumbar kedengkian tak beralasan. Seolah tak menghendaki perubahan yang menjanjikan keadaan lebih baik yang sedang mati-matian dan setulus hati diupayakan tokoh-tokoh pemimpin itu.
Memastikan kebenaran kesimpulan yang saya utarakan di sini sesungguhnya tak terlalu sulit. Cobalah tanyakan kepada yang nyinyir mencari-cari kesalahan dan kekurangan itu soal gagasan untuk memecahkan salah satu masalah yang dipahaminya.
Anda akan tahu jawabannya!
Hal yang sangat berbeda dengan situasi ketika kita bertanya tentang penyebab dari permasalahan itu sendiri. Mungkin karena menebar gosip dan fitnah hampir menjadi kebiasaan yang diterima wajar bagi segala lapisan masyarakat, maka banyak sekali yang dapat dengan lancar dan mudah menjelaskannya. Meskipun sebagian hanya berdasarkan asumsi yang tak bertanggung jawab dan khayalan yang sesat. Salah satunya karena soal keimanan yang dipahami serba tanggung dan tak senonoh.
Jadi, belajarlah bersyukur dan berhentilah memanjakan kedengkian di hati. Datang, saksikan, dan rasakan sendiri semangat kemanusiaan yang telah dinyalakan Ahok di Jakarta, dan Jokowi di Indonesia, hari ini!

Jilal Mardhani, 11-2-2017




Foto-foto yg ditampilkan saya copy dari #MemotretJakartaBaru #MemotretJakartaBaru2 #AhokPRTJKT #AhokPembantuDKIJakarta sebagaimana yang disarankan mas Andy Budiman. Kepada rekan-rekan yg memiliki karya foto-foto itu, saya harap Anda berkenan untuk ditampilkan di wall pribadi ini.

Spoiler for RPTRA Kalijodo:


Spoiler for RUSUNAWA:


Spoiler for Ciliwung:


Spoiler for Kali Di Jakarta:
0
1.3K
5
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan