

TS
nanaren
Rumit
Cerita ini hanyalah ulasan dari pemikiran saya sendiri. Jikalau ada kata-kata yang kurang berkenan, maafin saya ya😇
R: "Cerpen itu sastra.. sastra itu perasaan.. tapi kenapa dalam setiap cerpenmu itu cuma menceritakan kmbali kisahmu? seakan seperti hanya menerapkan rumus yang sudah ada.."
N: "karena menerapkan rumus yg sudah ada lebih mudah daripada membuat rumus baru lagi."
R: "Apakah itu seperti lebih mudah membuat kue dengan resep lama daripada membuat resep baru?"
Sejenak aku terdiam, lalu melanjutkan lagi.
N: "Kurasa begitu. Kau ingat waktu kita masih SMA? Saat menghadapi soal-soal fisika, lebih mudah mengerjakan 40 soal dlm waktu 1 jam karena kita menggunakan rumus yang sudah ada.... daripada mengerjakan 7 soal Olimpiade dlm waktu 3,5 jam karena kita harus membuat rumus baru yang belum ada."
R: "Tentu saja. Kita tidak akan tahu rasa masakan kalau belum mencicipinya. Kita juga tak akan tahu perasaan seseorang sebelum kita mengenal karakternya. Cerpen yang kamu buat, itu merupakan bagian yang timbul dari perasaanmu."
N: "Kue yang pernah kamu buat juga merupakan bagian yang timbul dari perasaanmu. Ya kan?"
R: "Iya." (tersenyum) "Setiap karya seseorang mencerminkan suasana hatinya."
Terkesan rumit. Kuserap makna
kalimat yang tadi ia ucapkan. Kupikir
dalam-dalam, pelan tapi pasti. Aku mencoba mengartikan semuanya. Mungkin
harus kucari makna itu dalam kamus, yang
letaknya ada di pikiranku. Kubuka lembar
demi lembar, kutelusuri dari A sampai Z.
Mungkin saja aku akan menemukannya.
Atau bisa saja, kutemukan istilah lain yang belum pernah kupelajari. Aku tak tahu harus berkata apa lagi.
R: "Hey, otakmu terlalu rumit kurasa. Karena ku yakin kau orang dengan pikiran rumit serumit fisika."
N: (tertawa lepas) "Is it right?"
R: "I mean it."
Entahlah, yang penting suasana hatiku tidak serumit itu. Ya kan? (●*∩_∩*●)
R: "Cerpen itu sastra.. sastra itu perasaan.. tapi kenapa dalam setiap cerpenmu itu cuma menceritakan kmbali kisahmu? seakan seperti hanya menerapkan rumus yang sudah ada.."
N: "karena menerapkan rumus yg sudah ada lebih mudah daripada membuat rumus baru lagi."
R: "Apakah itu seperti lebih mudah membuat kue dengan resep lama daripada membuat resep baru?"
Sejenak aku terdiam, lalu melanjutkan lagi.
N: "Kurasa begitu. Kau ingat waktu kita masih SMA? Saat menghadapi soal-soal fisika, lebih mudah mengerjakan 40 soal dlm waktu 1 jam karena kita menggunakan rumus yang sudah ada.... daripada mengerjakan 7 soal Olimpiade dlm waktu 3,5 jam karena kita harus membuat rumus baru yang belum ada."
R: "Tentu saja. Kita tidak akan tahu rasa masakan kalau belum mencicipinya. Kita juga tak akan tahu perasaan seseorang sebelum kita mengenal karakternya. Cerpen yang kamu buat, itu merupakan bagian yang timbul dari perasaanmu."
N: "Kue yang pernah kamu buat juga merupakan bagian yang timbul dari perasaanmu. Ya kan?"
R: "Iya." (tersenyum) "Setiap karya seseorang mencerminkan suasana hatinya."
Terkesan rumit. Kuserap makna
kalimat yang tadi ia ucapkan. Kupikir
dalam-dalam, pelan tapi pasti. Aku mencoba mengartikan semuanya. Mungkin
harus kucari makna itu dalam kamus, yang
letaknya ada di pikiranku. Kubuka lembar
demi lembar, kutelusuri dari A sampai Z.
Mungkin saja aku akan menemukannya.
Atau bisa saja, kutemukan istilah lain yang belum pernah kupelajari. Aku tak tahu harus berkata apa lagi.
R: "Hey, otakmu terlalu rumit kurasa. Karena ku yakin kau orang dengan pikiran rumit serumit fisika."
N: (tertawa lepas) "Is it right?"
R: "I mean it."
Entahlah, yang penting suasana hatiku tidak serumit itu. Ya kan? (●*∩_∩*●)


anasabila memberi reputasi
1
1K
9


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan