Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

i71lm4c4nAvatar border
TS
i71lm4c4n
Ancaman demografi Asia Timur yang mulai kekurangan tenaga kerja usia produktif
Kondisi demografi yang berlebihan atau kekurangan juga tidak baik untuk perkembangan suatu negara. Asia Timur sebagai kawasan yang dihuni negara-negara industri mengalami permasalahan demografi terkait isu grey population dan kelebihan jumlah penduduk. Negara-negara di Asia Timur yang melakukan peningkatan kualitas ekonomi tentunya membutuhkan penduduk dalam jumlah yang normal serta memiliki penduduk dengan usia produktif yang cukup sebagai penggerak aktivitas pembangunan negara. Pemerintah dari negara-negara di Asia Timur menerapkan berbagai kebijakan untuk mengatasi kelebihan jumlah penduduk dan permasalahan grey population. China sebagai negara yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi di Asia Timur menerapkan kebijakan one child policy untuk mengatasi pertumbuhan penduduk yang berlebihan, namun memunculkan masalah baru terkait grey population. Grey population memberikan dampak buruk bagi pembangunan dan perkembangan di negera-negara Asia Timur.

Isu demografi menjadi perhatian penting bagi pemerintah China. Hal ini dikarenakan China merupakan suatu negara dengan tingkat kepadatan penduduk terbesar yang secara tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan ekonomi China. Pada sekitar tahun 1950 hingga tahun 1960, ketika itu masyarakat China dinilai memiliki tingkat harapan hidup rendah yang akhirnya diiringi dengan meningkatnya tingkat kematian, sedangkan tingkat kelahiran mengalami peningkatan (Zhao, 2011). Namun hal ini menjadi masalah besar dikarenakan meskipun tingkat kelahiran meningkat namun tetap saja tidak mempengaruhi pertumbuhan ekonomi China. Tingkat harapan hidup yang rendah menyebabkan banyak penduduk usia produktif memilih untuk melakukan bunuh diri sehingga ketika itu pemikiran masyarakat adalah mempunyai banyak anak sebagai penerus keluarga. Pemerintah China pun cemas akan permasalahan ini dimana meskipun tingkat kelahiran meningkat namun banyak penduduk memilih untuk bunuh diri ketika sampai bahkan belum berada pada usia produktif.

Namun secara perlahan, tingkat harapan hidup masyarakat China semakin mengalami peningkatan (Zhao, 2011). Hal ini menjadi masalah demografi baru bagi pemerintah China yaitu ketika tingkat harapan hidup meningkat yang berakibat menurunnya tingkat kematian namun juga diiringi dengan peningkatan tingkat kelahiran. Hal ini pun menyebabkan China berada pada situasi over population. Akhirnya pada 25 September 1980, pemerintah China memutuskan untuk memberlakukan One Child Policy sebagai usaha menekan tingkat kelahiran di China (Anon, 2013). Diberlakukannya kebijakan ini juga dikarenakan dampak besar akibat over population ke berbagai aspek antara lain meningkatkan tingkat penganguran, kurangnya pasokan makanan, meningkatnya tingkat kriminalitas dan lain sebagainya.

Tidak hanya Cina yang mengalami permasalahan tersebut. Negara-negara Asia Timur umumnya juga mengalami permasalahan grey population ini, dimana jumlah penduduk usia tua terus mengalami peningkatan hingga jumlahnya bisa jadi melampaui penduduk usia produktif. Jepang mengalami penurunan kelahiran yang berkelanjutan sejak tahun 1970an yang hingga mengakibatkan kurangnya tenaga kerja pada tahun 1990an akibat berkurangnya penduduk usia produktif. Padahal pada tahun 1942, penduduk Jepang rata-rata adalah penduduk usia muda dengan usia 22 tahun (Hewitt, 2003: 4). Jepang merupakan negara dengan angka harapan hidup yang tinggi, hingga mencapai 85 tahun. Dengan kenyataan tersebut, maka tidak dapat dipungkiri bahwa memang Jepang memiliki banyak sekali penduduk usia tua. Hingga tahun 2000an, penduduk Jepang yang berusia 25 sampai 44 tahun berkurang hingga 7% (Hewitt, 2003: 6). Jika angka tersebut terus mengalami penurunan, maka tentunya Jepang akan semakin kekurangan penduduk usia produktif yang mampu menopang perekonomian negara dengan kegiatan yang produktif. Sejak semakin menurunnya rasio fertilitas di Jepang, bahkan diperkirakan bahwa pada tahun 3000 mendatang, penduduk Jepang hanya akan berjumlah sekitar 500 jiwa saja akibat penurunan yang terus menerus dari jumlah penduduk Jepang sekarang ini, yakni sekitar 127 juta jiwa (Hewitt, 2003: 5).

Adanya one child policy telah membuat angka fertilitas di China terus mengalami penurunan. Namun demikian, dalam jangka panjang hal ini justru menciptakan berbagai permasalahan yang baru. One child policy sebagai upaya untuk menekan laju pertumbuhan jumlah penduduk dengan mencegah kelahiran justru menimbulkan maraknya praktik aborsi di China (Feng, 2005:2). Di sisi lain, diberlakukaknya one child policy telah meningkatkan jumlah penduduk usia tua. Hal ini terbukti sesuai data yang menunjukkan bahwa jumlah penduduk di Kota Shanghai yang berusia diatas 65 tahun mencapai hingga 23,4% dari seluruh jumlah penduduk di Shanghai pada tahun 2011 sekaligus menyumbang persentase 16% dari seluruh populasi penduduk di China (Du & Wang, 2011:303). Persentase tersebut tentu cukup tinggi terlebih fertilitas di China terus ditekan sehingga memunculkan spekulasi bahwa adanya kebijakan tersebut akan semakin meningkatkan pertumbuhan jumlah penduduk usia tua di China dan diperkirakan pada tahun 2050 persentase penduduk tu di China akan mencapai 35% dari populasi penduduk di China apabila angka kelahiram terus ditekan (Feng, 2005:4).

Permasalahan kependudukan mengenai grey population tentu membawa dampak pada pertumbuhan ekonomi negara-negara Asia Timur. Rendahnya angka kelahiran atau fertilitas telah menyebabkan kurangnya ketersediaan jumlah sumber daya manusia yang produktif sebagai penggerak perekonomian negara. Padahal negara-negara di Asia Timur merupakan negara New Industrial Countries (NICs) yang mana hampir seluruh perekonomian negara-negara ini di topang dari sektor industri. Apabila ketersedian sumber daya manusia produktif mengalami penurunan, hal ini akanmenyebabkan menurunya output ekonomi. selain itu, hal ini juga akan mendorong terjadinya imigrasi karena kebutuhan sumber daya manusia produktif. Disisi lain, tingginya jumlah penduduk usia tua justru akan menambah beban ketergantungan terhadap usia produktif yang mana hal ini tentunya menghambat pertumbuhan perekonomian negara-negara di Asia Timur sebab penduduk usia tua cenderung memiliki pengeluaran yang lebih besar untuk masalah kesehatan (Campbell, 2007:11).
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa China merupakan suatu negara yang memiliki dinamika masalah demografi. Pada awalnya, masyarakat China memiliki tingkat harapan hidup yang rendah, tingkat kematian yang tinggi dan tingkat kelahiran yang tinggi juga. Namun seiring waktu, terjadi perubahan secara alami yaitu meningkatnya tingkat harapan hidup masyarakat. Hal ini akhirnya menimbulkan kekhawatiran pemerintah China ketika terjadi over population yang akhirnya memaksa pemerintah memberlakukan One Child Policy. Namun kebijakan ini ternyata memberikan dampak besar di masa sekarang dimana China kini mengalami masalah grey population. Adanya masalah grey population ini juga terjadi di Jepang dan Korea Selatan. Masyarakat di ketiga negara ini dinilai memiliki ketertarikan yang rendah terkait masalah keturuan dikarenakan aspek ekonomi seperti biaya hidup yag tinggi.

Referensi :
Anon,. 2013. History of The One CHild Policy (online) tersedia dalam http://www.allgirlsallowed.org/one-child-policy[diakses pada 14 Juni 2016]
Campbell, J. C. 2007. “Population Aging: Hardly Japan’s Biggest Problem”, dalam The Demographic Dilemma: Japan’s Aging Society. Woodrow Wilson International Center.
Feng, Wang. 2005. “Can China Afford to Continue Its One-Child Policy?”, dalam Asia Pacific Issues. East-West Center.
Hewitt, Paul S. 2007. “The Gray Roots of Japan’s Crisis”, dalam The Demographic Dilemma: Japan’s Aging Society. Woodrow Wilson International Center.
Howe, Neil, et al. 2007. The Aging of Korea: Demographics and Retirement Policy in the Land of the Morning Calm. Washington: CSIS.
Yang Du & Melyan Wang. 2011.“Population Ageing, Domestic Consumption and Future Economic Growth in China”, pp 301-314 in in Ligang Song & Jane Gooley (eds). Rising China: Global Challenges and Opportunities. Canberra: ANU E Press.
Zhongwei Zhao. 2011. “China’s Demographic Challenges from a Global Perspective”, pp. 285-300 in in Ligang Song & Jane Gooley (eds). Rising China: Global Challenges and Opportunities. Canberra: ANU E Press.

Jepang, cina, dan korsel mulai was2 nih, 2020, bakalan banyak pabrik sepi, mal2 jadi kota hantu, pertumbuhan ekonomi akan menurun drastis, krn kurangnya tenaga kerja usia produktif dan konsumsi, akan terjadi ekonomi yg deflatoid. Pertumbuhan penduduk hanya 0 koma bahkan negatif. Saatnya mengembangkan peran robot menggantikan manusia usia produktif.

Diubah oleh i71lm4c4n 26-01-2017 15:01
sebelahblogAvatar border
anasabilaAvatar border
anasabila dan sebelahblog memberi reputasi
2
4.6K
26
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan