TS
udincastello
[BAHASA] Penggunaan Kata "Di" yang Benar
Eit, jangan berpikir "17+" dulu membaca judul posting ini. Sekilas memang kesannya seperti mengarah-arah ke "suasana ranjang", tapi yakinlah bahwa isi tulisan ini sangat jauh sekali dengan "bayangan-bayangan menggairahkan" itu.
Tau apa yang salah?
So, silakan dibaca sampai habis dulu ya...
Judul di atas adalah sebuah rumus rahasia yang diberikan guru Bahasa Indonesia saya sewaktu SMP dulu, sekitar tahun 1995 (ketahuan deh umur). Nama guru tersebut Ibu N. Pohan. Sedangkan sekolah saya SLTP Negeri V Mestong, kini entah menjadi apa namanya karena desa tempat SMP tersebut berada masuk kecamatan dan kabupaten baru.
Ibu N. Pohan hingga saat ini masih menjadi guru favorit saya, tanpa bermaksud tidak menghargai jasa-jasa para guru termasuk dosen yang pernah mengajar saya selama ini. Tak cuma gaya mengajarnya yang asyik, Ibu N. Pohan ini pula yang memberi motivasi pada saya untuk menyeriusi dunia kepenulisan.
Beliau menceritakan kehidupan penulis dan apa saja yang bisa saya raih dengan mengembangkan skill menulis. Sebuah saran yang out of the box, mengingat kami saat itu tinggal di sebuah desa transmigrasi di mana mata pencaharian utama adalah berkebun atau setidak-tidaknya menjadi buruh panen kelapa sawit.
Okelah, kembali ke rumus tadi saja supaya tidak semakin melebar. Rumus apa? Rumus tentang pemakaian kata "di" yang baik dan benar sesuai aturan EBI. Kesannya kok nyeleneh, tapi justru ke-nyeleneh-annya itulah yang membuat saya tetap mengingat lekat rumus sederhana tapi penting ini.
Nih aturannya, sekilas emang gampang, tapi tetep aja banyak yang salah.
Rumus tersebut sudah lebih dari 20 tahun lamanya tetap lengket dalam kepala saya. Rumus inilah yang menjadi rambu-rambu saat saya kebingungan menggunakan "di" apakah ditempel atau dipisah.
Kenapa bisa selengket itu? Pertama, jujur saja, kalimatnya asyik karena nyerempet-nyerempet ke arah "ehem-ehem". Hahaha. Kedua, rumus tersebut simpel tapi jelas sekali membedakan kerancuan pemakaian "di" yang biasa kita jumpai.
Saat membaca-baca tulisan rekan-rekan blogger, baik di blog masing-masing ataupun platform seperti Kompasiana, seringkali saya menjumpai artikel yang secara kaidah tata bahasa alias EBI tidak tepat. Satu kesalahan umum yang biasa dijumpai adalah pemakaian "di" yang masih salah kaprah alias tak sesuai dengan fungsinya.
Nah, dengan rumus sederhana yang diberikan guru SMP saya ini, saya yakin rekan-rekan sekalian bakal dengan mudah mengingat bagaimana sih si "di" ini seharusnya digunakan.
Dua Jenis Penggunaan "Di"
Secara simpel dapat diterangkan bahwa "di" mempunyai dua fungsi: (1) sebagai kata depan, (2) sebagai imbuhan atau awalan.
Sebagai kata depan, "di" menunjukkan (atau digunakan bersama dengan penunjuk) waktu, tempat dan atau kata benda. Contohnya, "Budi berdoa dengan khusyuk di makam ayahnya"atau "Budi menaburkan bunga di atas makam ayahnya."
Kudunya dipisah malah disambung
Sedangkan "di" sebagai imbuhan menunjukkan (atau digunakan sebelum) kata kerja, biasanya untuk membentuk kata pasif. Contohnya, "Rambutan manis itu dimakan Budi dengan lahap" atau "Bunga-bunga aneka warna itu ditabur ke atas makam oleh Budi."
Kudunya disambung malah dipisah
Nah, perbedaan fungsi ini membedakan cara penulisan "di" menjadi dua macam pula. Sebagai kata depan, "di" wajib ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Contohnya, "di makam" dan bukannya "dimakam". Atau "di sini", bukannya "disini".
Sebaliknya, "di" sebagai imbuhan harus ditulis menyatu dengan kata yang mengikutinya. Contohnya "ditulis", dan bukannya "di tulis". Atau "dijual", bukannya "di jual".
Bagaimana, masih berpikiran "17+" setelah membaca habis artikel ini? Semoga bermanfaat.
Sumber: Kompasiana Bung Eko
Tau apa yang salah?
So, silakan dibaca sampai habis dulu ya...
Judul di atas adalah sebuah rumus rahasia yang diberikan guru Bahasa Indonesia saya sewaktu SMP dulu, sekitar tahun 1995 (ketahuan deh umur). Nama guru tersebut Ibu N. Pohan. Sedangkan sekolah saya SLTP Negeri V Mestong, kini entah menjadi apa namanya karena desa tempat SMP tersebut berada masuk kecamatan dan kabupaten baru.
Ibu N. Pohan hingga saat ini masih menjadi guru favorit saya, tanpa bermaksud tidak menghargai jasa-jasa para guru termasuk dosen yang pernah mengajar saya selama ini. Tak cuma gaya mengajarnya yang asyik, Ibu N. Pohan ini pula yang memberi motivasi pada saya untuk menyeriusi dunia kepenulisan.
Beliau menceritakan kehidupan penulis dan apa saja yang bisa saya raih dengan mengembangkan skill menulis. Sebuah saran yang out of the box, mengingat kami saat itu tinggal di sebuah desa transmigrasi di mana mata pencaharian utama adalah berkebun atau setidak-tidaknya menjadi buruh panen kelapa sawit.
Okelah, kembali ke rumus tadi saja supaya tidak semakin melebar. Rumus apa? Rumus tentang pemakaian kata "di" yang baik dan benar sesuai aturan EBI. Kesannya kok nyeleneh, tapi justru ke-nyeleneh-annya itulah yang membuat saya tetap mengingat lekat rumus sederhana tapi penting ini.
Nih aturannya, sekilas emang gampang, tapi tetep aja banyak yang salah.
Rumus tersebut sudah lebih dari 20 tahun lamanya tetap lengket dalam kepala saya. Rumus inilah yang menjadi rambu-rambu saat saya kebingungan menggunakan "di" apakah ditempel atau dipisah.
Kenapa bisa selengket itu? Pertama, jujur saja, kalimatnya asyik karena nyerempet-nyerempet ke arah "ehem-ehem". Hahaha. Kedua, rumus tersebut simpel tapi jelas sekali membedakan kerancuan pemakaian "di" yang biasa kita jumpai.
Saat membaca-baca tulisan rekan-rekan blogger, baik di blog masing-masing ataupun platform seperti Kompasiana, seringkali saya menjumpai artikel yang secara kaidah tata bahasa alias EBI tidak tepat. Satu kesalahan umum yang biasa dijumpai adalah pemakaian "di" yang masih salah kaprah alias tak sesuai dengan fungsinya.
Nah, dengan rumus sederhana yang diberikan guru SMP saya ini, saya yakin rekan-rekan sekalian bakal dengan mudah mengingat bagaimana sih si "di" ini seharusnya digunakan.
Dua Jenis Penggunaan "Di"
Secara simpel dapat diterangkan bahwa "di" mempunyai dua fungsi: (1) sebagai kata depan, (2) sebagai imbuhan atau awalan.
Sebagai kata depan, "di" menunjukkan (atau digunakan bersama dengan penunjuk) waktu, tempat dan atau kata benda. Contohnya, "Budi berdoa dengan khusyuk di makam ayahnya"atau "Budi menaburkan bunga di atas makam ayahnya."
Kudunya dipisah malah disambung
Sedangkan "di" sebagai imbuhan menunjukkan (atau digunakan sebelum) kata kerja, biasanya untuk membentuk kata pasif. Contohnya, "Rambutan manis itu dimakan Budi dengan lahap" atau "Bunga-bunga aneka warna itu ditabur ke atas makam oleh Budi."
Kudunya disambung malah dipisah
Nah, perbedaan fungsi ini membedakan cara penulisan "di" menjadi dua macam pula. Sebagai kata depan, "di" wajib ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Contohnya, "di makam" dan bukannya "dimakam". Atau "di sini", bukannya "disini".
Sebaliknya, "di" sebagai imbuhan harus ditulis menyatu dengan kata yang mengikutinya. Contohnya "ditulis", dan bukannya "di tulis". Atau "dijual", bukannya "di jual".
Quote:
Bagaimana, masih berpikiran "17+" setelah membaca habis artikel ini? Semoga bermanfaat.
Sumber: Kompasiana Bung Eko
bungeko dan 2 lainnya memberi reputasi
1
46.1K
23
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan