Jakarta - Polda Metro Jaya telah siap siaga untuk mengamankan sidang Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di eks gedung PN Jakpus, Jalan Gajah Mada. Seluruh personel telah stand by di plotingan masing-masing.
"Anggota sudah stand by semua sejak subuh tadi," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Raden Prabowo Argo Yuwono kepada detikcom, Selasa (13/12/2016).
Argo mengatakan, personel telah siap siaga di pos masing-masing, mulai dari ruang sidang (ring 1), jalan di depan gedung pengadilan hingga di titik-titik sekitar lokasi.
Argo mengatakan, arus lalu lintas yang menuju ke Glodok dari arah Monas ditutup sebagian karena adanya penempatan sejumlah kendaraan taktis aparat kepolisian. "Sebagian jalan di Jalan Gajah Mada di depan pengadilan masih bisa dilalui," imbuh Argo.
Sebaliknya, Jl Gajah Mada dari arah Kota ke Monas, seluruhnya bisa dilalui. Arus lalu lintas di sekitar lokasi cenderung lancar.
Idham Kholid - detikNews
AJI Minta Media Bijak Siarkan Sidang Kasus Ahok dan Tak Hanya Kejar Rating

Foto: Bagus Prihantoro/detikcom
Jakarta - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) meminta media bijak dalam menyiarkan sidang kasus dugaan penistaan agama oleh Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Seperti dalam kasus yang menarik perhatian publik lainnya, sejumlah media berencana menyiarkan sidang ini.
"AJI meminta media untuk bijak dalam menyiarkan sidang kasus bernuansa SARA mengingat dampak kasus ini sangat besar," kata Ketua Umum AJI, Suwarjono, dalam keterangan tertulisnya, Senin (12/12/2016).
Menurut Suwarjono, media memang punya kewajiban untuk menyiarkan berita sebagai bagian dari fungsinya untuk memenuhi kebutuhan publik akan informasi. Menyiarkan proses persidangan sepanjang dibolehkan pengadilan adalah bagian dari kebebasan pers. Namun Suwarjono juga mengingatkan soal tanggungjawab lainnya, yaitu menjaga kepentingan yang lebih besar.
"Karena itu penting bagi media untuk mempertimbangkan dampak positif atau negatifnya. Untuk isu SARA, saya berharap media tidak mengejar rating atau jumlah penonton, bisnis atau untuk memenuhi keinginan politik yang berperkara. Namun juga mempertimbangkan efek yang muncul akibat pemberitaan," kata dia.
Kebebasan pers kita, kata Suwarjono, dijamin oleh Konstitusi dan Undang Undang Pers. Soal ini juga dituangkan dalam preambule Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Ia menambahkan, preambule KEJ tak hanya menyatakan secara eksplisit soal kebebasan pers, tapi juga soal kewajiban pers yang lebih besar.
"Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama," kata dia, mengutip preambule KEJ itu. Suwarjono menyadari bahwa keputusan akhir untuk menyiarkan langsung atau tidak, sepenuhnya di tangan pengelola media penyiaran.
Ketua Bidang Penyiaran AJI Indonesia Revolusi Riza menambahkan, kasus yang menimpa Ahok ini bukan semata kasus pidana biasa. Kasus ini tergolong sensitif dan bisa membahayakan kebhinnekaan bangsa jika tak dikelola dengan tepat.
"Peran media cukup besar dalam soal ini. Siaran media yang proporsional dan sesuai KEJ diyakini akan mampu memenuhi kebutuhan publik akan informasi atas kasus itu tanpa mengorbankan kebhinnekaan bangsa ini," tambahnya.
AJI, kata Revo, meminta media untuk menjadikan kepentingan publik dan bangsa sebagai pertimbangan utama, daripada soal faktor rating atau perolehan iklan yang bisa didapatkan dari pemberitaan kasus itu.
AJI meminta media berkaca pada siaran live sidang kasus Jessica Kemala Wongso. Siaran live sejumlah media dalam kasus itu tak semata berisi siaran jalannya sidang, tapi juga diimbuhi dengan pandangan atau komentar dari pengamat dan pihak luar. Ada persidangan di luar pengadilan yang pengaruh ke publik sangat besar. Pemberitaan soal itu membuat media dikritik berat sebelah dan malah ada yang menudingnya sebagai trial by the press.
"Kita harus berkaca dan introspeksi dari kritik publik itu," tambahnya.
Revo juga mengingatkan, perilaku tak patut yang meskipun dilakukan segelintir awak media, yang menomorsatukan rating, perolehan iklan, dan cenderung mengabaikan KEJ, akan mencoreng citra pers secara keseluruhan dan mengancam kebebasan pers yang sedang coba kita pertahankan.
Jalani sidang perdana, Ahok akan didampingi enam pengacara

Merdeka.com - Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara hari ini menggelar sidang perdana kasus dugaan penistaan agama dengan tersangka Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama ( Ahok). Sidang tersebut digelar di gedung bekas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, Selasa (13/12), lantaran Pengadilan Negeri Jakarta Utara tengah dalam renovasi.
Sidang tersebut salah satunya dihadiri juru bicara pemenangan Ahok- Djarot di Pilgub DKI, Ruhut Sitompul. Ruhut tiba di lokasi pukul 07.30 WIB dengan mengenakan baju kotak-kota merah biru dongker.
"Pak Ahok sudah di jalan sebentar lagi datang," ucap Ruhut di lokasi.
Ruhut mengatakan, pihaknya akan mengikuti jalannya persidangan terhadap Ahok. Namun dia berharap majelis hakim bisa memberikan keadilan terhadap Ahok.
"Hakim yang mewakili Tuhan didunia tolonglah beri keadilan kepada Ahok. Tegas saya katakan ya disampaikan. Ahok sudah dipolitisir. Tolong jangan dikaitkan dengan kasus yang lain," tutur Ruhut.
Ruhut juga menyampaikan, pada sidang nanti Ahok hanya akan didampingi lima hingga enam pengacara. Tak hanya itu, kata Ruhut, tim sukses pemenangan Ahok-Djarot takkan membawa massa pendukung Ahok dalam persidangan.
"Kita enggak bawa pendukung. Untuk apa ada yang lebih kuat kok, polisi sama TNI," ujar Ruhut.
Rame ga ya hari ini, nunggu yg protes2 dan yg ga terima ga bisa masuk ruang sidang :linux: