Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

azroel3Avatar border
TS
azroel3
23 Siswa SD Serang SD Lain
“Anak- anak mencontoh apa yang setiap hari dilihat, misalnya tayangan televisi atau media lain yang mempertontonkan kekerasan.”

SEMARANG – Aksi sekelompok siswa dari dua SD berbeda yang akan menyerang sekolah lain berhasil digagalkan petugas keamanan.

Para siswa dari SD Al Khotimah dan SD Gunung Brintik itu berencana menyerang SD Pekunden, Jalan Taman Pekunden Nomor 9, Semarang Tengah, Kamis (24/11) sekitar pukul 12.30. Tak hanya itu, dalam aksi tersebut ada yang membawa senjata tajam. Namun, aksi tersebut dapat diredam pihak keamanan sekolah setempat dan dua di antaranya berhasil diamankan. Petugas juga berhasil menyita sebilah parang yang diduga milik siswa SD tersebut.

Pihak sekolah lalu melaporkan kejadian itu ke Mapolsek Semarang Tengah. Adapun dua siswa yang diamankan itu berinsial BM (11), siswa kelas 4, dan AL (8), siswa kelas 1. Saat hendak dibawa ke Mapolsek mereka menangis dan berusaha kabur. Nur Indarto (33), petugas keamanan (Satpam) SD Pekunden mengatakan, awalnya saat dirinya di pos jaga mendapat laporan siswa yang menyebutkan ada murid dari sekolah lain hendak menyerang. “Saya keluar dan melihat ada puluhan anak. Ada yang pakai pakaian bebas dan ada yang pakai seragam,” ungkapnya.

Puluhan siswa tersebut, kata dia, sempat berteriak di depan sekolah. Mereka berusaha masuk ke sekolah. Melihat hal itu, Nur Indarto langsung menghardik mereka. “Saya lalu mengejar mereka. Mereka lari ke arah kampung di samping Kampus Unisbank. Dua anak berhasil saya tangkap, saya juga mengamankan parang,” jelasnya.

Sementara itu, BM mengaku, sebelumnya dia tidak tahu kalau diajak mendatangi SD Pekunden. Awalnya dia hanya diminta untuk berkumpul di daerah Randusari, Semarang Selatan untuk merayakan ulang tahun salah satu kakak kelasnya. Ulang tahun siswa kelas 6 itu akan dirayakan di DP Mall. Saat itu, dirinya sudah berada di rumah. Lalu minta izin kepada orang tuanya ke DP Mall karena diundang kakak kelasnya itu. “Ternyata sampai di sana (Randusari-Red) ada 22 orang yang sudah berkumpul, tiga dari SD Gunung Brintik, lainnya dari SD Al Khotimah termasuk saya,” ungkapnya.

Setelah berkumpul, mereka kemudian berjalan menunju ke DP Mall. Namun di tengah perjalanan salah satu anak menyatakan tidak jadi ke DP Mall, namun ke SD Pekunden. “Di tengah jalan saya baru dikasih tahu kalau mau menyerang SD Pekunden,” ujarnya.

Ditanya permasalahan apa hingga dirinya datang ke sekolah tersebut, BM menyatakan tidak tahu. Sementara itu, AL yang masih duduk di bangku kelas 1 SD yang saat itu masih mengenakan seragam hanya menangis saat dimintai keterangan petugas. Kapolsek Semarang Tengah AKP Kemas Indra Natanegara mengatakan, dari hasil pemeriksaan sementara, pemicu penyerangan tersebut diduga karena permasalahan saling ejek antarsiswa beda sekolah itu. Terkait dua siswa yang diamankan, pihaknya sudah mengizinkan mereka pulang ke rumah, setelah orang tua mereka menjemput. Selanjutnya, pihaknya akan memanggil para siswa dan orang tua ke Mapolsek Semarang Tengah pada Jumat (25/11). “Kami akan berikan penjelasan dan sosialisasi,” jelasnya.

Terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang Bunyamin didampingi Kabid Dikdasmen Sutarto mengatakan, belum menerima laporan resmi peristiwa itu. Pihaknya butuh terlebih dulu mengecek ke sekolah yang bersangkutan. “Belum tahu, nanti saya cek,” ujarnya.

Pengaruh Lingkungan

Sementara itu, aksi siswa SD tersebut membuat sejumlah kalangan prihatin. Psikolog Hastaning Sakti menilai ada sejumlah faktor yang membuat anak, apalagi pada usia SD melakukan tindakan yang menjurus pada kriminal. Hal itu disebabkan berberapa faktor, baik internal maupun faktor eksternal. Dalam konteks internal, yang mempengaruhi adalah proses didikan anak di keluarga yang tak jauh dari kekerasan. ”Apabila di rumah, mereka mengalami kekerasan maka anakanak ini meluapkan tekanan tersebut di luar rumah,” jelasnya.

Selain itu, lanjut dia, anakanak ini mencontoh apa yang setiap hari dilihat, misalnya tayangan televisi atau media lain yang mempertontonkan kekerasan. Perilaku negatif yang terusmenerus ditampilkan media massa juga dapat dianggap sebagai perilaku yang benar secara sosial dan menjadi model yang ditiru anak.”Kondisi ini diperparah apabila di dalam keluarga tidak mendapatkan pendidikan moral yang baik. Bahkan, kemungkinan tidak mendapat perhatian dari kedua orang tuanya,” jelasnya.

Mengenai faktor eksternal, lanjut Hastaning, adalah bagaimana lingkungan tempat tinggalnya, lingkungan sekolah, dan teman sebaya. Dia mengatakan, Kota Semarang itu semakin padat dan tak sedikit perumahan atau kawasan hunian yang berhimpitan, Hal itu membuat anak-anak rentan tindak kekerasan. ”Meski tidak semua kawasan padat identik dengan kekerasan, tetapi kondisi tempat tinggal seperti itu rentan sekali adanya kekerasan akibat mudahnya terjadi ketersinggungan,” jelas Hastaning.

Selain itu, kata dia, perceraian orang tua juga menjadi faktor anak-anak akan melakukan kekerasan. Sebab, anakanak merasa tersia-siakan, kemudian mencari eksistensi diri di luar.

http://berita.suaramerdeka.com/smcet...n-23-siswa-sd/

sok2an bawa parang pas digiring ke kantor polisi mewek nangis emoticon-Ngakak emoticon-Wkwkwk
0
6.7K
100
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan