Jokowi: Saya Minta Pemeriksaan Ahok Terbuka Agar Tak Ada Prasangka
TS
aghilfath
Jokowi: Saya Minta Pemeriksaan Ahok Terbuka Agar Tak Ada Prasangka
Spoiler for Jokowi: Saya Minta Pemeriksaan Ahok Terbuka Agar Tak Ada Prasangka:
Jakarta - Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) saat ini menjalani pemeriksaan di Mabes Polri. Ahok yang tengah cuti kampanye dalam rangka Pilgub DKI Jakarta itu diperiksa terkait pidato kontroversialnya di Kepulauan Seribu.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku telah memerintahkan Kapolri Jenderal Tito Karnavian agar pemeriksaan atas Ahok dilakukan terbuka. Pemeriksaan itu berawal dari kontroversi pidato Ahok yang berbuntut pelaporan ke polisi atas tudingan Ahok melakukan penistaan agama.
"Ya saya sudah perintahkan kepada Kapolri agar pemeriksaannya terbuka," kata Jokowi usai meninjau pembangunan Tol Becakayu di Jalan Inspeksi Kalimalang, Jakarta Timur, Senin (7/11/2016).
Tito memang telah dipanggil Presiden Jokowi pada Sabtu (5/11) malam di Istana Negara. Setelah itu, Tito menggelar jumpa pers dan menyatakan pemeriksaan Ahok dilakukan secara terbuka.
Pada pertemuan itu, Jokowi bertanya ke Tito apakah gelar perkara secara terbuka dimungkinkan secara hukum. Kapolri diminta melihat undang-undang yang berlaku sehingga proses ini tak mengesampingkan aturan yang ada.
"Saya minta untuk dibuka, terbuka biar tidak ada prasangka," ungkap Jokowi.
Dan......
Spoiler for FPI: Pemeriksaan Terbuka, Langkah Jokowi Lindungi Ahok:
FPI: Pemeriksaan Terbuka, Langkah Jokowi Lindungi Ahok
Jakarta, CNN Indonesia -- Juru Bicara Front Pembela Islam (FPI) Munarman mencurigai langkah Presiden Joko Widodo yang memerintahkan Kapolri Tito Karnavian untuk memeriksa Basuki Tjahaja Purnama dalam kasus dugaan penistaan agama secara terbuka kepada kepada media massa adalah bentuk perlindungan khusus.
"Presiden mencoba untuk melindungi pelaku kejahatan, dengan melakukannya secara terbuka. Padahal itu sudah dikonstruksi, sehingga ujungnya ini dianggap bukanlah sebagai tindakan pidana," kata Munarman kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (5/11).
Ia menambahkan, pemeriksaan Ahok bukan masalah gelar perkara itu dilakukan secara terbuka atau tidak, pasalnya ia menilai itu semua ibarat rekayasa. Kepolisian, kata Munarman, sudah barang tentu untuk mencari bukti jika Ahok bersalah atau tidak, dan bukan sebagai ajang gelar atau kontestasi disiarkan secara langsung.
"Secara undang-undang itu kewajiban polisi menegakan hukum. Jika Jokowi memerintahkan itu kepada Kapolri, mana ada itu? itu penyalahgunaan kekuasaan, dan artinya itu Jokowi harus turun," ujarnya.
Sebelumnya Tito Karnavian menegaskan pihaknya akan melakukan gelar perkara kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama secara langsung di hadapan media massa. Hal itu tidak biasa dilakukan dalam sebuah gelar perkara kasus pidana, namun hal itu adalah pengecualian sebagai perintah langsung dari Presiden Joko Widodo.
"Ini perintah eksepsional, untuk transparansi kami akan menggelar perkara ini secara terbuka di hadapan media dan disiarkan langsung. Ini perintah dari Presiden Joko Widodo," kata Tito dalam konferensi persnya di Istana Kepresidenan.
Gelar perkara ini perlu dilakukan untuk melihat apakah saudara terlapor, Ahok, telah melakukan tindakan pidana atau tidak, terkait kasus ucapan yang dianggap sebagai penistaan agama untuk kasusu Surat Al-Maidah 51.
Proses gelar perkara memiliki dua tahap, yaitu penyelidikan dan penyidikan. Untuk penyelidikan, Polri melalui Kabareskrim, akan memeriksa semua orang, yaitu terlapor dan pelapor termasuk saksi pelapor dan terlapor. Pihak kepolisian memberikan kesempatan kepada kedua pihak untuk memebawa saksi-saksi ahli.
Proses berikutnya adalah penyidikan, sebagai tahap lanjutan dari penyelidikan, yang mana dalam proses penyidikan, polisi sudah dapat menentukan tersangka.
"Gelar perkara ini untuk menentukan apakah terdapat pidana atau tidak. Penyidikan, bisa dikenakan kepada Basuki Tjahaja Purnama sebagai terlapor," ujar Tito.
Dan ada yg ga siap dengan proses gelar perkara secara terbuka......
Spoiler for Pakar hukum: Kasus Ahok sensitif, gelar perkara jangan terbuka:
Pakar hukum: Kasus Ahok sensitif, gelar perkara jangan terbuka
Merdeka.com - Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian berencana melakukan gelar perkara kasus dugaan penistaan agama yang menyeret nama Gubernur non aktif DKI jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, secara terbuka dan disiarkan langsung di televisi. Ini sesuai perintah Presiden Joko Widodo agar proses hukum terhadap Ahok dilakukan secara transparan atau terbuka.
"Kalau jadi (terbuka), ini pertama kali, bisa jadi sejarah," ungkap Guru Besar Hukum Universitas Padjajaran Prof. Romli Atmasasmita saat berbincang dengan merdeka.com, Senin (7/11).
Dia menduga, perintah Jokowi agar proses hukum dilakukan terbuka diterjemahkan Kapolri dengan melakukan gelar perkara disiarkan televisi secara langsung. Dia mengakui, maksudnya memang baik agar masyarakat bisa mengikuti proses hukumnya, namun ada dampak buruk yang perlu diperhatikan presiden dan kapolri. Salah satunya karena kasus ini sensitif, berkaitan dengan agama.
Romly menjelaskan, penyelidikan merupakan serangkaian tindakan hukum untuk menemukan ada tidaknya peristiwa pelanggaran hukum, dalam hal ini penistaan agama. Dalam proses penyelidikan, penyidik Polri akan mengumpulkan keterangan dari pelbagai ahli.
"Ini persoalan sensitif, kalau dibuka lalu ada saksi ahli ngomong bukan penistaan agama dan banyak yang menyerang dia, bagaimana perlindungan fisik dan hukum terhadap saksi?" kata Romly.
Dia khawatir, jika gelar perkara dan proses penyelidikan dilakukan terbuka, maka akan menimbulkan persoalan baru. Kemarahan dan kebencian masyarakat bisa semakin meluas. Semula hanya kepada Ahok, nantinya kebencian bisa meluas ke saksi atau ahli.
"Dampaknya itu yang panjang. Bukan sekadar terbuka, tapi bisa konflik baru. Maksudnya transparansi tapi justru menimbulkan masalah baru," ucapnya mengingatkan.
Tidak hanya itu, jika proses penyelidikan dilakukan sangat terbuka maka azas praduga tak bersalah sudah dilanggar. Sebab, masih ada kemungkinan seorang terlapor tidak bersalah. Dia mengambil contoh sidang Jessica yang dilakukan terbuka. Semua orang menyaksikan dan menggiring opini publik. Dia khawatir jika kasus dugaan penistaan agama ini juga dibuka selebar-lebarnya, maka opini publik akan digunakan untuk menekan penyidik. Padahal seharusnya hukum yang digunakan.
"Karena itu saya sarankan lebih baik tertutup seperti biasa. Di negara lain pun tidak ada. Ini bukan soal terobosan. Karena masalahnya sensitif jadi lebih baik tertutup," tegasnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi memerintahkan gelar perkara kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, dilakukan terbuka. Tujuannya, untuk menghindari adanya syak wasangka atau prasangka buruk.
"Saya kemarin minta untuk dibuka biar tidak ada syak wasangka," kata Presiden Jokowi usai meninjau kemajuan pembangunan Jalan Tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu) di Pondok Kelapa, Duren Sawit, Jakarta Timur, Senin (7/11).
Meski demikian, dia meminta Kapolri Jenderal Tito Karnavian terlebih dulu memastikan apakah dalam UU diperbolehkan atau tidak. "Tetapi memang harus dilihat apakah ketentuan hukum, UU membolehkan atau tidak," kata Presiden Jokowi.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengaku mendapatkan perintah langsung dari Presiden agar gelar perkara ini dibuka kepada publik. "Presiden memerintahkan agar gelar perkara dibuka saja kepada media, buka saja kepada publik[/i?," kata Tito.
Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol, Boy Rafli Amar mengatakan, gelar perkara kasus dugaan penistaan agama itu dilakukan secara terbuka agar publik bisa memberi penilaian terhadap kasus tersebut. Selain itu, publiknya juga paham mekanisme dari gelar perkara kasus tersebut.
"[I]Oleh karena itu selama ini lazimnya pelaksanaan tertutup tapi karena memang ada esepsional atau pengecualian di mana jadi perhatian publik tentunya bisa menjadi pencermatan kita bersama," ujar dia.
Dikatakan jenderal bintang dua ini, alasan lain Polri ingin melakukan gelar perkara secara terbuka yakni agar publik bisa memberi keputusan sendiri atas kasus tersebut. Dia juga berharap, masyarakat bisa mengawal penyelidikan kasus penistaan agama itu sendiri.
"Tidak ingin ada sesuatu yang katakanlah nantinya menjadi hal yang dicurigai. Kita ingin menepis, mengurangi atau mengeliminir kecurigaan-kecurigaan yang tidak fair dalam penyidikan ini," ucapnya.
Klo ada yg bertindak diluar hukum, misalnya mengancam atau menyakiti saksi yg tidak sesuai keinginan mereka ya tinggal tangkap dan hukum kan ada aparat yg harus melindungi, klo perlu LPSK dilibatkan dalam hal ini, tapi bukan malah menutup yg akan berdampak pada pemerintah yg disalahkan tidak transparan dan berpihak