Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

HunterSupperAvatar border
TS
HunterSupper
7 Kelebihan Soeharto


7 Kelebihan Soeharto, “Presiden Enak Zamanku To”



SULIT untuk tidak mengakui bahwa di era pemerintahan Soeharto, Indonesia berada pada masa-masa kejayaan. Apalagi kalau membandingkannya dengan realita hari ini. Di tangan The Smiling General, reputasi Indonesia di mata dunia semakin mencengkeram. Soeharto membenahi dan menata warisan pemerintahan Soekarno.

Memang, tiada gading yang tak retak. Soeharto juga punya banyak kelemahan. Korupsi dan nepotisme sangat terasa, demikian pula soal Hak Asasi Manusia alias HAM. Hal buruk lainnya, tidak ada rencana suksesi. Namun, tak bisa dipungkiri, hari ini masih banyak orang menilai era Soeharto lebih menenangkan. Tak heran banyak tulisan di truk dan tempat lain dengan wajah Soeharto dan tulisan: “Piye, Enak Zamanku To?”

Dari berbagai sumber (termasuk dari peneliti UGM, Lensa Terkini, dan blog Maya Maesunah), redaksi menyarikan plus-minus presiden RI kedua, sebagai pembanding. Jika ada yang baik, bisa dikopi. Sementara yang buruk cukuplah menjadi sejarah masa lalu. Berikut 7 kelebihan Soeharto:

[spoiler=1. Paling Sukses di Swasembada Pangan]


Pemerintahan rezim orde baru di bawah Soeharto dianggap pemerintahan yang paling sukses membawa Indonesia menjadi negeri swasembada pangan. Pada periode itu pemerintah menerapkan sistem manajemen tanam yang baik.

“Zaman pemerintahan Pak Harto dulu kan diatur panennya, maksimal berapa saja boleh petani memanen di wilayahnya, meskipun tidak sesuai demokrasi,” papar Pengamat Ekonomi dari Universitas Gajah Mada (UGM), Tony Prasentiantono, usai acara Business Sustainability Forum di Universitas Atmadjaya, Jakarta, medio 2015.

Petani diatur dengan sistem manajemen panen yang maksimal. Tujuannya, mereka akan memiliki pengetahuan suply and demand yang baik. Selain itu, pengetahuan terkait pasokan dan kebutuhan yang baik tersebut didukung oleh pengadaan data dan infrastruktur yang mumpuni. Apalagi secara geografis Indonesia memiliki tantangan yang besar, sehingga rentan terjadi ketimpangan antar wilayah.
[/spoiler]

[spoiler=2. Punya Insting Kuat dan Strategi Jenius]


Sebelum Soeharto membangun dan memimpin negeri ini, ia sudah mampu membangun dan menaklukkan dirinya sendiri. Banyak spekulasi beredar mengenai kemampuan “sakti” Soeharto, terutama karena insting dan strateginya yang jenius dan hampir tak terbantahkan.

Sejak menjadi kadet KNIL dan jenderal, Soeharto sudah mampu menunjukkan kapasitas untuk membawa dirinya. Ada pula informasi yang menyebutkan kalau Soeharto banyak melakukan renungan dan alias meditasi, yang membuatnya mengerti hakekat hidup, sehingga akhirnya tidak hanya bisa membawa diri, Soeharto pun didaulat untuk membawa kehidupan bangsa ini menuju masa-masa emasnya.
[/spoiler]

[spoiler=3. Sang Bapak Pembangunan]


Pembangunan memang menjadi proyek yang mewarnai hari-hari pemerintahan Soeharto. Nama kabinetnya adalah Kabinet Pembangunan, hingga 7 generasi dan Soeharto dinyatakan lengser. Ia juga mendapatkan gelar Bapak Pembangunan meski hal ini juga sempat menuai kontroversi.

Konsep Trilogi Pembangunan yang diusung Soeharto memang membawa bangsa ini pada kejayaan berkali-kali. Di bawah Soeharto, Indonesia inflasi bisa ditekan dari dari 650% hingga menjadi 12% saja. Pembangunan waduk-waduk dan banyak proyek besar bisa terlaksana. Intinya, pembangunan besar dan kecil pada masa-masa itu terasa lebih nyata.
[/spoiler]

[spoiler=4. Meredam Konflik dengan Malaysia]


Soekarno mungkin terkenal dengan istilah “Ganyang Malaysia”, namun Soeharto justru sebaliknya. Soeharto lebih memilih merangkul saudara serumpun Melayu Indonesia itu. Dengan kemampuannya berdiplomasi yang sangat berwibawa, membuat seorang Mahathir Muhammad sampai menjatuhkan rasa respek dan hutang budi padanya.

Indonesia dan Malaysia jadi tidak banyak ‘gontok-gontokan’ masalah akuisisi budaya maupun wilayah seperti sekarang. Negeri kita ini bahkan disebut sebagai The Big Brother di ASEAN di zaman Soeharto.
[/spoiler]

[spoiler=5. Belenggu Terhadap Media]


Soeharto suka membelenggu pers. Sepertinya terdengar jahat. Namun di sisi yang lain, cara ini mampu meredam berbagai keadaan dan membangun citra tentang negara yang aman dan pemimpin yang berwibawa tanpa cela. Saat itu tidak ada media satupun yang berani mengkritik pemerintah secara terbuka. Berita yang berpotensi mengundang konflik, seperti perkehian antar-etnis, langsung disikapi dengan mengirim rilis ke semua media agar tak memuatnya.

Memang, kadang kebablasan. Misal, melindungi perilaku buruk apparat (kala itu ABRI dan Polri) dengan surat imbauan serupa kasus perkehalian antar-etnis. Kontrol terhadap  media kala itu memang kurang “halus”, namun kebebasan berekspresi media saat ini justru sebaliknya, dalam beberapa kasus, kelewat kasar. Di zaman Soeharto, media yang berani menyentil presiden akan ‘dilenyapkan’. Contohnya, majalah Tempo pimpinan Goenawan Muhammad.
[/spoiler]

[spoiler=6. Petrus Alias Penembakan Misterius]


Masih berhubungan dengan istilah “melenyapkan”, oknum kriminal kelas kakap yang meresahkan di masa Soeharto, akan berpikir ulang untuk “unjuk gigi”.  Soeharto memiliki sebuah operasi rahasia bernama Petrus alias Penembak Misterius. Siapapun yang dianggap menjadi biang kerok, akan di-dor. Korban yang ditembak atau ditemukan meninggal begitu saja keesokan harinya.

Pada akhirnya memang terbukti para korban Petrus adalah orang-orang yang memiliki catatan masalah. Pelaku Petrus diyakini adalah aparat penegak hukum, baik dari lingkungan militer atau kepolisian.

Kebijakan ini memang menuai pro dan kontra hingga ke ranah internasional. Soeharto mengklarifikasi, “Kekerasan tidak langsung di dor begitu saja. Kalau melawan, harus ditembak. Soal mayatnya ditinggalkan begitu saja, ittu untuk shock therapy. Terbukti, tindak kejahatan menurun drastis.
[/spoiler]

[spoiler=7. Menyederhanakan Kehidupan Berpolitik]


Zaman sekarang banyak sekali partai yang beredar. Di era Soeharto, hanya dikenal tiga partai politik saja, yaitu Golkar, PDI, dan PPP. Hal ini dilakukan untuk menyederhanakan kehidupan berpolitik di Indonesia. Sebelumnya, sistem multipartai (era Soekarno) dianggap membuat pembangunan mandek dan kabinet mengalami jatuh bangun.

Dengan tiga partai, alokasi dana  kampanye dari pemerintah tidak terlalu banyak. Terbukti pula, para koruptor di negeri ini rata-rata anggota parpol. Indikasinya jelas. Untuk menjadi wakil rakyat mereka “habis-habisan” berkampanye dengan menguras kocek. Setelah jadi, tak sedikit yang ingin “modalnya” kembali, sekalipun lewat jalur tidak halal. Dengan tiga partai, lebih mudah pengawasannya.
[/spoiler]
0
11K
32
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan