- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Fakta pekerja Indonesia, paling bahagia di Asia tapi kualitas rendah


TS
aghilfath
Fakta pekerja Indonesia, paling bahagia di Asia tapi kualitas rendah
Spoiler for Fakta pekerja Indonesia, paling bahagia di Asia tapi kualitas rendah:
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat penyerapan tenaga kerja Indonesia mengalami penurunan pada triwulan III-2016 dibanding periode yang sama tahun lalu. Tercatat, penyerapan tenaga kerja mencapai 276.123 orang. Sedangkan, triwulan III-2015 mampu menyerap 373.540 tenaga kerja.
Deputi Bidang Pengendalian, Pelaksanaan Penanaman Modal BKPM Azhar Lubis, mengatakan dari penyerapan tersebut, terdiri dari 94.523 orang yang diserap proyek PMDN. Sementara, 183.609 orang berhasil terserap proyek PMA.
"Ini memang mengalami penurunan, karena banyak proyek-proyek padat karya yang beralih ke proyek-proyek industri padat modal," kata Azhar di Jakarta, Kamis (27/10).
Pemerintah mengakui tingkat pengangguran Indonesia masih tinggi, yakni sebesar 6,17 persen pada 2015 lalu. Melihat angka ini, pemerintah harus menciptakan 10-11 juta lapangan kerja baru agar pada tahun 2019 tingkat pengangguran bisa turun hingga 4-5 persen.
Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Bambang Brodjonegoro mengatakan, Indonesia perlu memperbesar peluang investasi. Dengan adanya investasi, maka akan banyak lapangan kerja yang tercipta sehingga tingkat pengangguran berkurang dan kemiskinan bisa menurun.
Tak hanya itu, banyak fakta di balik pekerja Indonesia, mulai dari paling bahagia di Asia hingga kualitas rendah. Berikut rinciannya seperti dirangkum merdeka.com.
1. Pekerja formal menurun
Sekretaris Umum Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI ), Aviliani mengimbau agar pemerintah Jokowi-JK bisa fokus dalam peningkatan industri formal di Indonesia. Sebab, dalam 3 tahun terakhir sektor ini mengalami pertumbuhan negatif, dibandingkan dengan sektor informal yang justru mengalami peningkatan.
"Pada tahun 2015 proporsi dalam pasar tenaga kerja formal hanya sebesar 40 persen. Hal ini karena ada ketimpangan antara jumlah tenaga kerja yang tersedia dengan lapangan kerja yang masih minim," kata Aviliani di gedung Bappenas, Jakarta, Selasa (1/11).
Menurutnya, salah satu sektor formal yang bisa dikembangkan dalam waktu dekat adalah sektor pariwisata. Mengingat, masih banyak wisata di Indonesia yang bisa digali sebagai penyumbang perekonomian nasional. Pariwisata juga diyakini bisa menyerap tenaga kerja dalam jumlah banyak.
"Bonus demografi kita melimpah dan banyak wisata yang bisa dikembangkan. Ini yang harus diperhatikan agar sektor pariwisata bisa menciptakan lapangan kerja sebagai sumber penerimaan negara," imbuhnya.
Dengan demikian, dia berharap agar Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) bisa berkoordinasi dengan kepala daerah guna menciptakan solusi yang lebih kongkret.
"Kita butuh solusi yang bisa diimplementasikan, bukan hanya teori. Fungsi Bappenas sebelum reformasi ada fungsi perencanaan dan membawahi kementerian lain. Kita perlu mendukung ini supaya ada sinkronisasi dengan kabupaten dan provinsi," jelas Aviliani.
2. Industri rumah tangga serap tenaga kerja
Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Bambang Brodjonegoro mengakui ekspor tidak bisa lagi menjadi andalan untuk meningkatkan perekonomian nasional. Hal ini dikarenakan ekonomi global yang masih lemah dan menurunnya harga komoditas dunia.
Untuk itu, pemerintah menurutnya akan meningkatkan perekonomian dari sisi konsumsi rumah tangga. Terutama dalam menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia.
"Ekspor kita sedang sulit karena harga komoditas rendah. Yang kita coba bagaimana kita menjaga ekspor tidak tumbuh minus. Jadi konsumsi rumah tangga harus kita jaga. Dengan begitu, paling tidak pekerja di sektor terkait, seperti restoran, bisa dijaga," kata Bambang di kantornya, Jakarta, Selasa (1/11).
Selain itu, pemerintah juga akan fokus dalam peningkatan berbagai industri, yakni industri pengolahan, pertanian, dan perdagangan. Sebab, pada triwulan II-2016, distribusi terbesar terjadi di industri pengolahan sebesar 20,5 persen, pertanian sebesar 14,3 persen, dan perdagangan sebesar 13,3 persen.
"Industri pengolahan ini terkendala pergantian tenaga manusia dengan mesin. Pertanian masalahnya produktivitas masih rendah dan upah yang minim. Perdagangan meski bisa memberi upah yang besar, namun pertumbuhannya kecil," imbuhnya.
Selain itu, pertumbuhan tertinggi pada triwulan II-2016 terjadi di jasa keuangan sebesar 13,5 persen, informasi dan komunikasi sebesar 8,5 persen, dan jasa lainnya sebesar 7,9 persen.
3. Perbesar investasi serap pengangguran
Pemerintah mengakui tingkat pengangguran Indonesia masih tinggi, yakni sebesar 6,17 persen pada 2015 lalu. Melihat angka ini, pemerintah harus menciptakan 10-11 juta lapangan kerja baru agar pada tahun 2019 tingkat pengangguran bisa turun hingga 4-5 persen.
Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Bambang Brodjonegoro mengatakan, Indonesia perlu memperbesar peluang investasi. Dengan adanya investasi, maka akan banyak lapangan kerja yang tercipta sehingga tingkat pengangguran berkurang dan kemiskinan bisa menurun.
"Untuk menciptakan 10 juta lapangan kerja, kita harus menyediakan 2 juta per tahun. Untuk itu, kita harus menggenjot investasi. APBN kita terbatas untuk membangun infrastruktur, sehingga kita membuka peluang bagi swasta untuk membangun infrastruktur," kata Bambang di kantornya, Jakarta, Selasa (1/11).
Dengan demikian, dia meminta agar setiap kepala daerah bisa membuka peluang investasi di wilayahnya. Sebab, masih banyak wilayah yang tingkat penganggurannya tinggi karena kurang atau tidak ada investasi.
"Kadang ada daerah yang kurang ramah terhadap investasi. Padahal investasi bisa menciptakan banyak lapangan kerja. Nanti kita lihat pertumbuhan yang menciptakan lapangan kerja baru. Ini pentingnya kota menciptakan kesadaran dalam penciptaan lapangan kerja," imbuhnya.
Untuk itu, dia meminta agar Ikatan Sarjana Ekonomi (ISEI) bisa membantu pemerintah untuk menyadarkan kepala daerah agar membuka peluang investasi lebih besar. "Bagaimana setiap kepala daerah berpikir berapa lapangan kerja yang bisa dibangun. Kita harapkan ISEI bisa membawa ini ke daerah," jelas Bambang.
4. Kualitas pekerja Indonesia rendah
Singapore Management University (SMU), bekerja sama dengan perusahaan layanan keuangan global JP Morgan melakukan penelitian mengenai tantangan keahlian angkatan kerja yang dihadapi oleh negara-negara ASEAN yaitu Singapura, Malaysia, Indonesia, Filipina, dan Thailand.
Salah satu hasilnya adalah, Indonesia unggul pada industri yang membutuhkan tenaga kerja keahlian rendah. Menurut penelitian ini, Indonesia membutuhkan perombakan yang besar dan fundamental terhadap roadmap pendidikan nasional untuk mengatasi masalah kelangkaan tenaga kerja ahli yang dibutuhkan.
Masalah yang dihadapi saat ini diperparah oleh sistem pendidikan atau kurikulum yang belum bisa memenuhi kebutuhan dunia yang terus berkembang, jumlah tenaga pendidik berkualitas yang belum mencukupi, serta pendanaan yang masih kurang memadai.
"Berbagai fakta di atas merupakan salah satu dari sejumlah temuan kunci dari penelitian selama satu tahun," ucap Presiden SMU, Arnoud De Meyer dalam keterangannya kepada merdeka.com di Jakarta, Selasa (1/11).
Indonesia perlu secara signifikan menambah jumlah pekerja ahli untuk mengangkat status ekonomi menjadi negara berpendapatan menengah. Saat ini, hanya 16 persen sarjana yang mempelajari bidang teknik, konstruksi dan manufaktur, keahlian-keahlian inti yang penting bagi Indonesia ketika ekonomi semakin terindustrialisasi.
Menurut penelitian tersebut, ada kesenjangan mencolok antara keahlian yang diajarkan oleh sekolah dan keahlian yang dicari oleh industri. Kesenjangan antara sekolah dan industri ini dapat dilihat pada industri utama Indonesia yang mengalami pertumbuhan, seperti sektor teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Meskipun tampaknya 200.000 mahasiswa TIK yang lulus dari universitas setiap tahunnya mencukupi dari segi jumlah, rangkaian keahlian yang mereka miliki kerap kali tidak sesuai dengan kebutuhan industri. Kecenderungan serupa juga terlihat pada sektor-sektor yang memiliki pertumbuhan tinggi seperti otomotif dan pariwisata.
Meskipun pemerintah telah meningkatkan perhatian terhadap reformasi pendidikan, termasuk mengintegrasikan lebih banyak modul pelatihan yang relevan dengan TIK ke dalam kurikulum dan mendorong lebih banyak pelajar untuk menyelesaikan pendidikan tinggi, upaya ini dihalangi oleh infrastruktur yang lemah maupun tidak tersedianya tenaga pendidikan berkualitas dalam jumlah yang mencukupi, demikian menurut penelitian tersebut.
"Hal ini menjadi lebih menantang mengingat alokasi pendanaan pendidikan di APBN selama 5 tahun terakhir ini masih berada di kisaran 10 persen yang merupakan belanja fiskal pendidikan terendah di antara kelima negara ASEAN lainnya."
Pertumbuhan ekonomi yang kuat beberapa tahun belakangan mungkin telah mampu menurunkan angka pengangguran, namun tingkat pengangguran pemuda di Indonesia masih berkisar pada angka 18 persen, ini merupakan masalah serius sebab menghilangkan salah satu aset terpenting negara, yaitu angkatan kerja yang muda dan dinamis, demikian menurut penelitian tersebut. Indonesia memiliki lebih dari 40 persen populasi berusia di bawah 25 tahun, yang sebenarnya menempatkan negara ini dalam posisi yang kuat untuk mencapai pertumbuhan berkelanjutan.
"Indonesia harus memanfaatkan sebaik-baiknya angkatan kerja yang masih muda sebagai keunggulan komparatif dan memprioritaskan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan memastikan bahwa tersedia tenaga pendidikan berkualitas dalam jumlah yang mencukupi," katanya.
Menurut penelitian, sektor swasta, terutama korporasi besar dan perusahaan multinasional, perlu didorong untuk mengemban tanggung jawab lebih besar dalam memberikan pelatihan keahlian, sehingga menaikkan standar industri ke tingkat yang diakui secara global.
Penelitian itu menambahkan bahwa pemerintah juga perlu mempertimbangkan liberalisasi hukum-hukum perburuhan untuk mempermudah perusahaan mempekerjakan tenaga kerja dari luar negeri, terutama di industri-industri pertumbuhan utama. Kebijakan ini dapat memikat lebih banyak perusahaan multinasional ke dalam industri-industri tersebut, sehingga menggenjot investasi dari luar negeri serta prospek pertumbuhan ekonomi.
5. Pekerja Indonesia paling bahagia di Asia
JobsDB bekerja sama dengan JobStreet.com di bawah naungan SEEK Asia melakukan survei pasar kerja online terkemuka di Asia. Lebih dari 50,686 pekerja dari Asia mengikuti survei mengenai tingkat kebahagiaan mereka dalam bekerja, dengan mayoritas responden pekerja asal Indonesia. Survei ini dilakukan pada akhir Agustus 2016.
Hasil survei ini cukup menarik karena menyebut tingkat kebahagiaan pekerja Indonesia menjadi nomor satu di Asia. Hal ini menunjukkan bahwa mereka adalah pekerja yang paling optimis dalam melihat prospek kerja mereka dalam kurun waktu enam bulan ke depan.
Para responden mengaitkan survei tingkat kebahagiaan mereka dalam bekerja dengan bagaimana hubungan mereka terhadap rekan kerja, reputasi perusahaan, kemudahan akses lokasi kerja dan kenyamanan tempat bekerja. Dari hasil survei tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor utama yang membuat para pekerja Indonesia bahagia dalam bekerja adalah tempat kerja yang mudah diakses.
Di sisi lainnya, pekerja asal Singapura menempati urutan terakhir dalam survei, dengan angka rata-rata 5,09. Rendahnya angka tersebut disebabkan oleh kurangnya pengembangan karir dan kesempatan promosi kerja, buruknya managemen perusahaan dan program pengembangan karir, serta tidak adanya tunjangan dan keuntungan yang menyebabkan menurunnya produktifitas dalam bekerja.
Hal lain yang perlu diwaspadai adalah 20 persen dari seluruh responden memiliki keinginan untuk meninggalkan pekerjaan yang sekarang dan mencari kebahagiaan mereka di tempat lain.
"Hal yang cukup menarik dari hasil survei lainnya adalah, kami berhasil menemukan dua pilihan popular bagi pekerja di Asia ketika ditanya bagaimana cara kalian meningkatkan kebahagiaan kerja?, jawaban popular mereka adalah berhenti kerja dan coba pekerjaan baru, jawaban kedua adalah peningkatan gaji," isi kutipan penelitian yang dikutip merdeka.com.
merdeka
Kurang bahagia gimana, tuntutan KHL aja memasukkan uang pulsa, nonton bioskop xxi bahkan wisata singapore sebagai indikator layak buat mereka

0
2.5K
29


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan