- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Pendakian Terakhir saya, Gunung Lawu [REAL STORY]


TS
pengenbakso
Pendakian Terakhir saya, Gunung Lawu [REAL STORY]
saya sarankan anda membaca kisah saya ini dengan mendengarkan sonata No.14 "moonlight"in C-Sharp Minor by beethoven.
Saat itu bulan Juni tahun 2008. saya dan bebrapa teman saya memutuskan menghabiskan liburan semester untuk mendaki gunung. setelah saya diskusikan dengan teman-teman, kami memutuskan untuk mendaki gunung lawu, gunung yang berada di perbatasan antara jawa tengah dan jawa timur. pada pendakian itu saya berperan sebagai ketua panitia dan sebagai sweeper rombongan.
Menjelang hari H, perasaan saya semakin aneh. banyak kejadian janggal di rumah saya. adik saya jatuh dari sepeda, ular hitam masuk ke kamar saya, burung gagak hinggap di atas rumah saya dan banyak kejadian aneh lainnya. tapi tekad saya bulat untuk menghabiskan liburan saya di salah satu temat terindah di pulau jawa itu.
berikut pengalaman saya..
waktu itu di basecamp cemoro sewu, saya dan teman saya masak di sebuah gubuk di atas basecamp. entah kenapa tempat itu nikmat sekali untuk masak makanan sebelum mendaki gunung lawu. kami sengaja masak meskipun teman kami rata-rata makan di warung makan yang sudah tersedia. sebut saja temenku satu ini Dede, blasteran sunda jawa yang badannya tinggi besar, ya sekitar 195 cm an lah tinggi badannya. kami masak sekitar jam 17.15 menjelang maghrib. Saat kami masak tiba-tiba angin dingin mulai bertiup dan membuat kami semakin merapatkan jaket masing-masing. terdengar suara wanita menangis yang kami tidak tau asalnya dari mana. kami pikir ini hanya kerjaan iseng teman kami saja. tapi tangisan itu malah semakin jelas dan sedikit menyayat hati. akhirnya temanku si Dede ini memutuskan memeriksa keluar gubuk. tiba-tiba si dede ini jatuh terduduk lesu yang membuat saya kaget juga dan menyusul keluar. "astaghfirullah!!" sontak saya teriak. ada seorang nenek tua diatas atap gubuk kami yang wajahnya cukup menyeramkan dengan rambut putih terurai dan wajah menyeringai. saya langsung membaca ayat apa saja yang saya ingat tapi si nenek tetap saja di atas atap. beberapa menit kami berpandangan, si nenek itu akhirnya terbang menuju rimbun pepohonan. saya dan dede memutuskan untuk turun ke basecamp dan tidak meneruskan masak akibat kejadian itu.
Pendaki misterius
saat kami memutuskan naik, itu sudah pukul 01.00 pagi. rombongan kami berjumlah 25 orang. cukup banyak. saat baru berjalan sekitar satu jam menuju puncak, saya rasa ada yang kurang saat itu. saya dan koordinator lapangan saya, sebut saja namanya dika menghitung kembali checklist barang bawaan kelompok kami. ternyata ada dua tenda dome yang tertinggal di basecamp.saya memutuskan rombongan jalan terus. agar target mengejar sunrise bisa tercapai, saya stay di tempat sementara teman saya dika turun ke basecamp. kalo ingat kejadian sebelumnya saya merinding juga. tapi saya mencoba positif thinking dan dzikir sebisanya. langkah dika lumayan cepet ternyata. sekitar 45 menit dia sudah kembali ke tempat saya menunggu. tapi kali ini ada personel tambahan. seorang perempuan seumuran kami berjilbab dan membawa tas day pack. kata dika, dia menemui gadis ini di tengah jalan. karena kasihan jalan sendiri maka perempuan itu diajak sekalian. lalu kami melanjutkan perjalanan. gadis itu sangat pendiam, tak sepatah katapun diucap dari mulutnya. setengah jam kami berjalan, rombongan kami yang di depan belum juga terlihat padahal saya kontak di HT kata mereka, mereka sedang istirahat. saya makin curiga. saya bentak perempuan itu,"sakjane awakmu sopo? kok melu rombonganku ki maksudmu opo? aku wis dedunga, wis uluk salam kok awakmu ngganggu gawe aku sak kancaku?" (translate sendiri). saya bilang seperti itu setelah saya lihat kalau matanya putih semua gan. Lalu dia cekikikan dan melesat ke dalam rimbun semak belukar. sekali lagi saya dibuat terkejut oleh perjalanan ini. apalagi teman saya dika yang sebelumnya tidak percaya mahluk halus. sejurus kemudian saya dan dika memutuskan untuk berhenti dan mencoba mengirim koordinat via gps ke rombongan besar kami. dan anehnya, ternyata kami berdua ada di depan rombongan besar kami, hampir sekitar setengah jam perjalanan dari tempat mereka menunggu kami.
Lorong hitam
ketika kami melanjutkan mendaki saya yang bertugas sebagai sweeper berjalan paling belakang. saya merasa kondisi fisik saya mulai menurun. mungkin karena suhu di tempat itu yang waktu itu menunjukkan 4 derajat celcius. nafas saya mulai sesak dan langkah terasa berat. saya mengontak leader saya mas Dede ini. saya bilang kemungkinan saya nanti kalau tidak kuat akan berhenti saja dan menunggu mereka turun. saya mulaiterjebak antara halusinasi dan realitas. saya melihat keluarga saya berjalan beriringan termasuk almarhum simbah saya. saya melihat alam yang melawan logika saya. yang saya saksikan adalahgambaran yang semakin lama semakin jelas akan sebuah kota di masa lalu. mungkin era kerajaan hindu budha. kebanyakan masyarakatnya masih memakai kain jarik dan perempuannya bertelanjang dada. terdengar mereka saling bicara dengan bahasa jawa yang saya tidak mengerti. saya seakan tersesat di kota besar itu. saya sempat mencoba bicara pada salah seorang yang berpakaian cukup mewah dengan kalung emas dan menaiki kuda berwarna hitam legam akan tetapi ditendanglah saya. saya akhirnya menemukan sebuah sumur dan mencoba meminum air dari sumur itu, sampai datanglah seorang pria berjubah putih dengan jenggot panjangnya menawari air dari gelas logamnya. saya minum dengan bahagianya dan tidak lupa mengucapkan terima kasih dalam bahasa jawa halus. sesudah itu, pria tua itupun memberi saya dua tangkai bunga kamboja. dan melemparkan saya ke dalam sumur itu. saya berteriak sekencang-kencangnya. akan tetapi alangkah kagetnya saat jatuh ke dasar sumur sama sekali tidak terasa sakit dan ada sebuah terowongan gelap dengan cahaya di ujungnya. saya pun berjalan menuju tempat itu. berlari. semakin kencang dan saya mampu mendengar suara teman saya. akan tetapi cahaya itu hampir tidak terkejar. tapi yang saya ingat, saya hanya terus berlari dengan energi yang hampir tidak saya tau dari mana. saat saya mendekati cahaya, saya merasa di hempas tenaga yang kuat dan..
saya terbangun dari ketidaksadaran yang berlangsung beberapa jam. dan hanya ada dua teman saya yang mendampingi. kata mereka, semalam saya hipothermia dan tak sadarkan diri. baiklah, itu tadi halusinasi.
sesaat saya rogoh saku celana, ada dua bunga kamboja. saya pun tersenyum simpul.
setelah menghabiskan waktu memulihkan kondisi dan mengontak tim rescue bahwa saya sudah daik-baik saja, kami memutuskan kembali ke basecamp.saat itu sekitar pukul 08.00 pagi dan tempat saya tak sadarkan diri sudah riuh dengan burng jalak gading yang seakan mengajak saya bercanda. rombongan besar saya sedang menikmati puncak dan akan kembali pukul 10.00 pagi.
saya berjalan di depan sedangkan Dede dan Fani dua rekan saya berjalan di belakang saya. di depan saya ada dua batu besar berjajar di tengah jalan yang mana kita harus berjalan di tengahnya. setelah melewatu celah batu itu, saya melihat padang bunga warna-warni yang sangat luas hampir tak berujung. saat saya menengok ke belakang, Fani dan Dede sudah tak terlihat, HT pun tak bisa digunakan, GPS tidak mendapat sinyal satelit, fenomena yang aneh buat saya. sekejap saya sadar ini bukan jalur yang saya lewati sebelumnya. sudah jelas saya tersesat, dan saya sadar saya memang "tersesat" di jalur yang tidak seharusnya. saya pun mencoba sebisa mungkin berjalan maju, tapi padang bunga itu tak berujung.
sejurus kemudian saya merasa diikuti. bukan manusia, hewan!. semacam luwak atau musang yang umumnya ada di hutan, tapi sekujur tubuhnya berbulu putih, dan seakan bisa bicara pada saya "nek kepengin slamet, meluo aku". alhasil saya nurut saja dengan binatang itu. dan takjub bukan main saya dibuatnya, di tengah padang bunga itu terdapat banyak pendaki yang berjalan tanpa arah. wajah mereka kosong, ada sebagian yang menangis meraung-raung. ada juga yang penuh luka dan seperti minta tolong tapi luwak itu selalu menghalangi saya. semakin tidak logis ketika beberapa langkah ke depan gaya berpakaian para pendaki itu mulai aneh. seperti gaya era 80'an dan aksesoris mereka pun tak lazim di era 2000'an.
semakin saya berjalan maju semakin terlihat janggal, sampai tibalah saya di suatu areal hutan yang terdapat pendopo jawa kuno akan tetapi ada sentuhan arsitektur bali dengan dupa dan kemenyan yang masih menyala dengan aromanya yang menusuk hidung, luwak yang sedari tadi mengawal saya itupun menghilang. Ada seorang pria bertubuh tambun sedang bersila dan memjamkan mata. terlihat jelas kalau dia bukan orang biasa karena tubuhnya yang putih bersih, akan tetapi ingatan saya kembali ke kejadian semalam saat saya tidak sadarkan diri. ini gaya kerajaan kuno. dengan gapura bata merah dan arca gupala yang besar. arsitektur mirip bangunan bali dicampur jawa dan kain kotak-kotak hitam putih yang banyak saya lihat di bali banyak juga saya jumpai di tempat itu. saya sungkan untuk mendekati pria itu, saya hanya minum air dari parit kecil dan mengisinya ke dalam botol air minum saya. saya pun mengucapkan terima kasih dengan suara yang cukup lirih agar tidak mengganggu semedi pria itu. akan tetapi pria itu mengangguk dan tersenyum sembari bangun menghampiri saya.reflek saya cium tangannya tanda hormat. pria itu mengelus rambut saya dan terasa sejuk sekali. menurut perhitungan saya pria itu berumur 50'an akhir akan tetapi dari kharismanya dia bukan orang biasa. lalu dia menunjuk ke arah hutan dan berkata "koe wus dienteni kancamu neng kono, ndang balio.. sesuk nek tekan umurmu mbaliko rene silaturahmi marang aku". sekejap saya membeku mendengar kata-katanya yang seakan menggelegar di dalam hati. lalu sembari kembali salim, saya meneruskan perjalanan sesuai petunjuk pria itu, jalanan itu menuju ke arah hutan yang sangat gelap dan banyak semak belukar. tapi saya berkeyakinan pria itu lebih tahu tempat ini, menurutlah saya. hanya sebentar berjalan, sampailah saya di basecamp cemoro sewu. ternyata saya sudah beberapa jam tidak bisa dikontak dan tim rescue sudah mempersiapkan pencarian. banyak sekali teman saya yang bertingkah seolah wartawan yang menanyakan kejadian yang saya alami, tapi saya memilih bungkam. sampai akhirnya salah seorang tim rescue yang mungkin memiliki "kelebihan" menanyakan kejadian yang saya alami. kemudian saya bercerita kepada beliau tentang apa yang saya alami sejak berangkat sampai dengan pulang. lalu beliau bercerita bahwasaya adalah orang ke sekian yang dijadikan tamu oleh "wong agung" yang saya temui di tengah hutan tersebut.
sampai detik ini memori itu masih teringat jelas walaupun sudah delapan tahun berlalu dan sampai detik ini pun saya memutuskan untuk tidak lagi mendaki gunung. sekalipun siapa saja yang mengajak saya selalu menolak.Bukan takut atau trauma, hanya saja kejadian di gunung lawu itu membuat saya "berbeda".
Spoiler for moonlight sonata:

Saat itu bulan Juni tahun 2008. saya dan bebrapa teman saya memutuskan menghabiskan liburan semester untuk mendaki gunung. setelah saya diskusikan dengan teman-teman, kami memutuskan untuk mendaki gunung lawu, gunung yang berada di perbatasan antara jawa tengah dan jawa timur. pada pendakian itu saya berperan sebagai ketua panitia dan sebagai sweeper rombongan.
Menjelang hari H, perasaan saya semakin aneh. banyak kejadian janggal di rumah saya. adik saya jatuh dari sepeda, ular hitam masuk ke kamar saya, burung gagak hinggap di atas rumah saya dan banyak kejadian aneh lainnya. tapi tekad saya bulat untuk menghabiskan liburan saya di salah satu temat terindah di pulau jawa itu.
berikut pengalaman saya..
Spoiler for gunung lawu:
![Pendakian Terakhir saya, Gunung Lawu [REAL STORY]](https://s.kaskus.id/images/2016/10/29/6818128_20161029041716.jpg)
Quote:
Nenek tua
waktu itu di basecamp cemoro sewu, saya dan teman saya masak di sebuah gubuk di atas basecamp. entah kenapa tempat itu nikmat sekali untuk masak makanan sebelum mendaki gunung lawu. kami sengaja masak meskipun teman kami rata-rata makan di warung makan yang sudah tersedia. sebut saja temenku satu ini Dede, blasteran sunda jawa yang badannya tinggi besar, ya sekitar 195 cm an lah tinggi badannya. kami masak sekitar jam 17.15 menjelang maghrib. Saat kami masak tiba-tiba angin dingin mulai bertiup dan membuat kami semakin merapatkan jaket masing-masing. terdengar suara wanita menangis yang kami tidak tau asalnya dari mana. kami pikir ini hanya kerjaan iseng teman kami saja. tapi tangisan itu malah semakin jelas dan sedikit menyayat hati. akhirnya temanku si Dede ini memutuskan memeriksa keluar gubuk. tiba-tiba si dede ini jatuh terduduk lesu yang membuat saya kaget juga dan menyusul keluar. "astaghfirullah!!" sontak saya teriak. ada seorang nenek tua diatas atap gubuk kami yang wajahnya cukup menyeramkan dengan rambut putih terurai dan wajah menyeringai. saya langsung membaca ayat apa saja yang saya ingat tapi si nenek tetap saja di atas atap. beberapa menit kami berpandangan, si nenek itu akhirnya terbang menuju rimbun pepohonan. saya dan dede memutuskan untuk turun ke basecamp dan tidak meneruskan masak akibat kejadian itu.
Pendaki misterius
saat kami memutuskan naik, itu sudah pukul 01.00 pagi. rombongan kami berjumlah 25 orang. cukup banyak. saat baru berjalan sekitar satu jam menuju puncak, saya rasa ada yang kurang saat itu. saya dan koordinator lapangan saya, sebut saja namanya dika menghitung kembali checklist barang bawaan kelompok kami. ternyata ada dua tenda dome yang tertinggal di basecamp.saya memutuskan rombongan jalan terus. agar target mengejar sunrise bisa tercapai, saya stay di tempat sementara teman saya dika turun ke basecamp. kalo ingat kejadian sebelumnya saya merinding juga. tapi saya mencoba positif thinking dan dzikir sebisanya. langkah dika lumayan cepet ternyata. sekitar 45 menit dia sudah kembali ke tempat saya menunggu. tapi kali ini ada personel tambahan. seorang perempuan seumuran kami berjilbab dan membawa tas day pack. kata dika, dia menemui gadis ini di tengah jalan. karena kasihan jalan sendiri maka perempuan itu diajak sekalian. lalu kami melanjutkan perjalanan. gadis itu sangat pendiam, tak sepatah katapun diucap dari mulutnya. setengah jam kami berjalan, rombongan kami yang di depan belum juga terlihat padahal saya kontak di HT kata mereka, mereka sedang istirahat. saya makin curiga. saya bentak perempuan itu,"sakjane awakmu sopo? kok melu rombonganku ki maksudmu opo? aku wis dedunga, wis uluk salam kok awakmu ngganggu gawe aku sak kancaku?" (translate sendiri). saya bilang seperti itu setelah saya lihat kalau matanya putih semua gan. Lalu dia cekikikan dan melesat ke dalam rimbun semak belukar. sekali lagi saya dibuat terkejut oleh perjalanan ini. apalagi teman saya dika yang sebelumnya tidak percaya mahluk halus. sejurus kemudian saya dan dika memutuskan untuk berhenti dan mencoba mengirim koordinat via gps ke rombongan besar kami. dan anehnya, ternyata kami berdua ada di depan rombongan besar kami, hampir sekitar setengah jam perjalanan dari tempat mereka menunggu kami.
Lorong hitam
ketika kami melanjutkan mendaki saya yang bertugas sebagai sweeper berjalan paling belakang. saya merasa kondisi fisik saya mulai menurun. mungkin karena suhu di tempat itu yang waktu itu menunjukkan 4 derajat celcius. nafas saya mulai sesak dan langkah terasa berat. saya mengontak leader saya mas Dede ini. saya bilang kemungkinan saya nanti kalau tidak kuat akan berhenti saja dan menunggu mereka turun. saya mulaiterjebak antara halusinasi dan realitas. saya melihat keluarga saya berjalan beriringan termasuk almarhum simbah saya. saya melihat alam yang melawan logika saya. yang saya saksikan adalahgambaran yang semakin lama semakin jelas akan sebuah kota di masa lalu. mungkin era kerajaan hindu budha. kebanyakan masyarakatnya masih memakai kain jarik dan perempuannya bertelanjang dada. terdengar mereka saling bicara dengan bahasa jawa yang saya tidak mengerti. saya seakan tersesat di kota besar itu. saya sempat mencoba bicara pada salah seorang yang berpakaian cukup mewah dengan kalung emas dan menaiki kuda berwarna hitam legam akan tetapi ditendanglah saya. saya akhirnya menemukan sebuah sumur dan mencoba meminum air dari sumur itu, sampai datanglah seorang pria berjubah putih dengan jenggot panjangnya menawari air dari gelas logamnya. saya minum dengan bahagianya dan tidak lupa mengucapkan terima kasih dalam bahasa jawa halus. sesudah itu, pria tua itupun memberi saya dua tangkai bunga kamboja. dan melemparkan saya ke dalam sumur itu. saya berteriak sekencang-kencangnya. akan tetapi alangkah kagetnya saat jatuh ke dasar sumur sama sekali tidak terasa sakit dan ada sebuah terowongan gelap dengan cahaya di ujungnya. saya pun berjalan menuju tempat itu. berlari. semakin kencang dan saya mampu mendengar suara teman saya. akan tetapi cahaya itu hampir tidak terkejar. tapi yang saya ingat, saya hanya terus berlari dengan energi yang hampir tidak saya tau dari mana. saat saya mendekati cahaya, saya merasa di hempas tenaga yang kuat dan..
saya terbangun dari ketidaksadaran yang berlangsung beberapa jam. dan hanya ada dua teman saya yang mendampingi. kata mereka, semalam saya hipothermia dan tak sadarkan diri. baiklah, itu tadi halusinasi.
sesaat saya rogoh saku celana, ada dua bunga kamboja. saya pun tersenyum simpul.
Padang bunga jiwa
setelah menghabiskan waktu memulihkan kondisi dan mengontak tim rescue bahwa saya sudah daik-baik saja, kami memutuskan kembali ke basecamp.saat itu sekitar pukul 08.00 pagi dan tempat saya tak sadarkan diri sudah riuh dengan burng jalak gading yang seakan mengajak saya bercanda. rombongan besar saya sedang menikmati puncak dan akan kembali pukul 10.00 pagi.
saya berjalan di depan sedangkan Dede dan Fani dua rekan saya berjalan di belakang saya. di depan saya ada dua batu besar berjajar di tengah jalan yang mana kita harus berjalan di tengahnya. setelah melewatu celah batu itu, saya melihat padang bunga warna-warni yang sangat luas hampir tak berujung. saat saya menengok ke belakang, Fani dan Dede sudah tak terlihat, HT pun tak bisa digunakan, GPS tidak mendapat sinyal satelit, fenomena yang aneh buat saya. sekejap saya sadar ini bukan jalur yang saya lewati sebelumnya. sudah jelas saya tersesat, dan saya sadar saya memang "tersesat" di jalur yang tidak seharusnya. saya pun mencoba sebisa mungkin berjalan maju, tapi padang bunga itu tak berujung.
sejurus kemudian saya merasa diikuti. bukan manusia, hewan!. semacam luwak atau musang yang umumnya ada di hutan, tapi sekujur tubuhnya berbulu putih, dan seakan bisa bicara pada saya "nek kepengin slamet, meluo aku". alhasil saya nurut saja dengan binatang itu. dan takjub bukan main saya dibuatnya, di tengah padang bunga itu terdapat banyak pendaki yang berjalan tanpa arah. wajah mereka kosong, ada sebagian yang menangis meraung-raung. ada juga yang penuh luka dan seperti minta tolong tapi luwak itu selalu menghalangi saya. semakin tidak logis ketika beberapa langkah ke depan gaya berpakaian para pendaki itu mulai aneh. seperti gaya era 80'an dan aksesoris mereka pun tak lazim di era 2000'an.
pendopo misterius
semakin saya berjalan maju semakin terlihat janggal, sampai tibalah saya di suatu areal hutan yang terdapat pendopo jawa kuno akan tetapi ada sentuhan arsitektur bali dengan dupa dan kemenyan yang masih menyala dengan aromanya yang menusuk hidung, luwak yang sedari tadi mengawal saya itupun menghilang. Ada seorang pria bertubuh tambun sedang bersila dan memjamkan mata. terlihat jelas kalau dia bukan orang biasa karena tubuhnya yang putih bersih, akan tetapi ingatan saya kembali ke kejadian semalam saat saya tidak sadarkan diri. ini gaya kerajaan kuno. dengan gapura bata merah dan arca gupala yang besar. arsitektur mirip bangunan bali dicampur jawa dan kain kotak-kotak hitam putih yang banyak saya lihat di bali banyak juga saya jumpai di tempat itu. saya sungkan untuk mendekati pria itu, saya hanya minum air dari parit kecil dan mengisinya ke dalam botol air minum saya. saya pun mengucapkan terima kasih dengan suara yang cukup lirih agar tidak mengganggu semedi pria itu. akan tetapi pria itu mengangguk dan tersenyum sembari bangun menghampiri saya.reflek saya cium tangannya tanda hormat. pria itu mengelus rambut saya dan terasa sejuk sekali. menurut perhitungan saya pria itu berumur 50'an akhir akan tetapi dari kharismanya dia bukan orang biasa. lalu dia menunjuk ke arah hutan dan berkata "koe wus dienteni kancamu neng kono, ndang balio.. sesuk nek tekan umurmu mbaliko rene silaturahmi marang aku". sekejap saya membeku mendengar kata-katanya yang seakan menggelegar di dalam hati. lalu sembari kembali salim, saya meneruskan perjalanan sesuai petunjuk pria itu, jalanan itu menuju ke arah hutan yang sangat gelap dan banyak semak belukar. tapi saya berkeyakinan pria itu lebih tahu tempat ini, menurutlah saya. hanya sebentar berjalan, sampailah saya di basecamp cemoro sewu. ternyata saya sudah beberapa jam tidak bisa dikontak dan tim rescue sudah mempersiapkan pencarian. banyak sekali teman saya yang bertingkah seolah wartawan yang menanyakan kejadian yang saya alami, tapi saya memilih bungkam. sampai akhirnya salah seorang tim rescue yang mungkin memiliki "kelebihan" menanyakan kejadian yang saya alami. kemudian saya bercerita kepada beliau tentang apa yang saya alami sejak berangkat sampai dengan pulang. lalu beliau bercerita bahwasaya adalah orang ke sekian yang dijadikan tamu oleh "wong agung" yang saya temui di tengah hutan tersebut.
sampai detik ini memori itu masih teringat jelas walaupun sudah delapan tahun berlalu dan sampai detik ini pun saya memutuskan untuk tidak lagi mendaki gunung. sekalipun siapa saja yang mengajak saya selalu menolak.Bukan takut atau trauma, hanya saja kejadian di gunung lawu itu membuat saya "berbeda".
Diubah oleh pengenbakso 29-10-2016 09:27




Menthog dan anasabila memberi reputasi
2
17.7K
Kutip
60
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan