- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Mata dan Senjata di Cakrawala


TS
Third.Reich
Mata dan Senjata di Cakrawala
Quote:

Quote:

Spoiler for :
Quote:
Quote:

Seorang pilot Angkatan Udara AS sedang mengemudikan pesawatnya terbang melalui langit gelap di atas Pakistan. Namun sebenarnya ia tidak berada di kokpit pesawat tersebut atau bahkan ia tidak berada di daerah timur tengah. Sang pilot duduk di dalam sebuah ruangan yang jaraknya ribuan kilometer di Hancock Field Air National Guard Base, New York. Di hadapan sang pilot nampak beberapa layar monitor yang menampilkan peta, tampilan video, instrumen dan indikator lain yang terus ia perhatikan dengan seksama sambil menggerakkan tuas kemudi dan pengendali lain. Hal ini mungkin nampak seperti surganya para pemain game, namun misi yang dijalankan sang pilot jauh lebih mengerikan : Membunuh milisi atau teroris menggunakan pesawat tak berawak atau Unmanned Combat Aerial Vehicles (UCAVs)atau populer dengan nama “Drone”.
Sang pilot melihat ada 5 orang pria berjalan menuju sebuah rumah kecil yang terbuat dari batu bata. Ketika orang terakhir telah masuk ke dalam rumah, maka sang operator memberi perintah untuk menembak, dan dengan menekan sebuah tombol, sebuah misil / peluru kendali laser pun diluncurkan, terbang melesat menembus kegelapan malam.
Sementara itu di dalam rumah tersebut, kelima orang itu tidak mengetahui bahwa mereka sedang diawasi. Mereka juga tidak tahu drone dapat menyerang tanpa peringatan, jadi mereka agak khawatir ketika membicarakan rencana pengeboman di Afghanistan. Tiba-tiba, kebisingan pun terjadi, terdengar suara mendesis yang memecah keheningan malam. Kelima orang itu spontan melompat bertiarap di lantai mencari perlindungan, namun itu sia-sia saja. Misil yang dilepaskan drone itu menghantam dan menghancurkan bangunan itu. Kelima milisi itu pun tewas oleh api, pecahan misil dan kekuatan ledakan.

Itu tadi adalah mekanisme serangan drone sebagaimana mestinya. Target telah teridentifikasi setelah melalui pengawasan dan penyelidikan ketat dan dilenyapkan tanpa collateral damage. Akan tetapi jika kita sering melihat berita, kita tahu bahwa kenyataannya tidak selalu seperti ini. Terkadang atau bahkan seringkali penduduk sipil pun terkena dampak serangan itu, yang akhirnya membuat banyak orang geram di seluruh dunia bahkan penduduk Amerika sendiri juga ikut berbalik memprotes. Pemerintah Amerika pun bereaksi dengan menyatakan bersumpah akan melawan program drone ini. Namun, tanpa drone, siapa yang akan membunuh milisi-milisi dan teroris itu ? Jelas saja, ini adalah sebuah masalah yang menimbulkan banyak pertanyaan kompleks dengan sedikit jawaban yang tidak cukup jelas pula.
Jadi bagaimana ini bisa terjadi ? kapan serangan drone pertama kali terjadi ? siapa yang menggunakannya ? bagaimana cara kerja drone ? bagaimana mereka memilih target ? mengapa orang-orang memprotes serangan drone ?
AWAL MULA SERANGAN DRONE




Militer pernah berusaha menyerang musuh mereka dengan menggunakan pesawat tak berawak selama lebih dari 150 tahun. Semuanya bermula pada bulan Juli 1849 ketika tentara Austria setelah melancarkan serangan ke Venice, mereka mengikat banyak bom pada balon-balon dan menerbangkannya menuju kota. Sebuah pengatur waktu seharusnya melepaskan bom-bom itu di kota Venice, namun sayangnya angin kencang menerpa sebagian besar balon melewati kota. Pasukan konfederasi dan union juga pernah mencoba hal yang sama selama perang saudara di Amerika, tapi seperti halnya Austria, usaha mereka gagal.


Penemuan pesawat berpilot oleh Wright bersaudara pada tahun 1903 mengubah eksperimen drone dari balon menjadi pesawat terbang. Prototipe awal yang dikembangkan oleh pihak militer Amerika selama Perang Dunia I merupakan pesawat sederhana yang dimodifikasi agar bisa diprogram untuk menyerang target musuh. Meskipun sebagian dari prototipe itu berhasil menjalankan misinya, namun drone ini tak bisa digunakan lagi setelah melakukan sebuah serangan dan uji coba menunjukkan bahwa prototipe ini tidak bisa diandalkan dan tidak memiliki akurasi yang cukup untuk misi tempur.
Curtiss F-5L

Segera setelah perang berakhir, kemajuan teknologi pada radio kontrol memberikan jalan pada pesawat tak berawak agar bisa dikendalikan secara penuh, dan pada 15 September 1924, sebuah pesawat patroli yang didesain AS, Curtiss F-5L menjadi pesawat pertama yang berhasil lepas landas, melakukan manuver dan pendaratan dengan menggunakan remote kontrol. Teknologi yang serupa juga memperkuat Angkatan Laut AS, yakni pesawat Curtiss TG-2 yang juga berhasil melakukan serangan torpedo melalui remote kontrol selama bulan April 1942 pada latihan uji coba kapal perang.
The Lightning Bug

Drone menjadi semakin efektif selama perang dingin. Pada awal tahun 1960’an, Ryan Aeronautical Company mengembangkan “The Lightning Bug”, sebuah drone pengintai yang dapat digunakan kembali dengan menggunakan parasut. Kemudian, perusahaan itu mengadaptasi desain untuk senjata baru yang dikenal dengan nama BGM-34A. Selama uji coba penerbangan pada 14 Desember 1971, drone ini menjadi drone pertama yang menyerang sasaran dengan menggunakan rudal udara ke darat, menjadikannya pesawat tak berawak modern pertama dalam sejarah. Sementara itu Israel berhasil menggunakan drone baru melawan kendaraan lapis baja pasukan Mesir dan rudal darat ke udara selama perang Yom Kippur pada tahun 1973, namun drone AS tak pernah terlibat di perang Vietnam karena pada waktu itu Amerika merasa tidak cukup baik dibandingkan teknologi pesawat berawak.
BGM34-A


Pihak militer melanjutkan penggunaan drone sampai pada akhir abad ke-20, kebanyakan digunakan pada misi pengintaian. Pada saat itulah drone Predator mulai mengudara pada tahun 1995, namun pada tanggal 16 Februari 2001, Predator dibekali dengan Rudal Hellfire, tepat pada saat Amerika merespon peristiwa serangan 9/11 di menara kembar World Trade Center.
PENGGUNAAN DRONE UNTUK SERANGAN UDARA

Pasca peristiwa 9 September 2001, pemerintah AS dan penduduk sipilnya mulai tergerak untuk melakukan perlawanan. Namun pertanyaannya adalah, melawan siapa ? Muncullah Authorization for Use of Military Force (AUMF), yang disahkan pada rapat kongres di Amerika pada 18 September 2001. Pada dasarnya, hukum memberikan wewenang kepada presiden untuk melakukan perlawanan kepada negara, organisasi atau perorangan manapun yang bertanggung jawab terhadap sebuah serangan agar mereka tidak dapat melakukannya lagi.

Mulanya, Presiden menggunakan otorisasi untuk menyerang kelompok Al-Qaeda, yang disebut sebagai pihak yang bertanggung jawab atas serangan 9 September 2001 serta kelompok Taliban di Afghanistan. Sejak saat itu AUMF digunakan untuk melegalkan dan membenarkan segalanya mulai dari penjara Guantanamo hingga serangan drone terhadap terduga teroris.
Misi drone bersenjata yang pertama dilakukan di Afghanistan pada 7 Oktober 2001, dan sejak saat itu drone terus digunakan pada operasi militer tradisional seperti di Libya, Irak serta Afghanistan. Kenyataannya semakin banyak serangan kontroversial drone terjadi pada negara-negara yang statusnya tidak sedang berperang dengan Amerika. Termasuk diantaranya Pakistan, dimana serangan drone pertama kali terjadi di Pakistan pada tahun 2004, kemudian ditambah dengan serangan di Yaman dan Somalia dimana serangan terjadi sejak tahun 2011.

Segala sesuatu tentang serangan drone adalah sesuatu yang bersifat sangat rahasia. Kenyataanya, administrasi Presiden Obama secara resmi tidak mengetahui program drone tersebut sampai April 2012 dan jarang sekali berkomentar pada serangan-serangan spesifik. Kerahasiaan ini membuat semakin sulit mengetahui secara pasti berapa banyak serangan drone terjadi dan berapa banyak korban jiwa yang terbunuh akibat serangan drone ini.

Sebuah data mencatat serangan drone yang terjadi di suatu tempat di Pakistan antara 396 -415, dengan korban jiwa 2.232 sampai 3.949 yang terbunuh pada Mei 2015. Diantaranya, 262 dan 962 adalah penduduk sipil. Yaman mengalami antara 95 dan 206 serangan drone yang membunuh antara 65-158 penduduk sipil dari 447-1.117 total korban yang terbunuh. Akhirnya, 9 dari 13 serangan di Somalia membunuh 40 sampai 105 orang, ini diperkirakan 5 diantaranya adalah penduduk sipil.

Sementara banyak negara yang memiliki drone, hanya segelintir yang menggunakannya untuk penyerangan. Pada Juli 2012, 76 negara memiliki beberapa jenis drone, namun hanya 11 yang mempersenjatainya. Diantara mereka hanya dua yang menggunakannya pada pertempuran : Amerika Serikat dan kawan lamanya, Inggris. Israel terakhir kali menggunakan drone di perang Gaza pada akhir tahun 2008.

SERANGAN DRONE

Dua jenis drone bersenjata di jajaran sistem persenjataan Amerika adalah yang paling populer, yakni Predator dan Reaper. Penampilan keduanya nampak mirip dan identik, jadi tidak heran jika keduanya memiliki karakteristik yang mirip juga. Kedua senjata udara ini digerakkan oleh mesin baling-baling, dan keduanya juga bisa dilengkapi dengan Rudal Hellfire berpemandu laser. Masing-masing drone ini dilengkapi antena untuk komunikasi dengan ruang kontrol di darat selama mengudara sampai mendarat, selain itu sistem satelit juga digunakan sebagai jaringan komunikasi jika drone hilang dari pantauan, kedua drone ini juga dapat mengirimkan informasi ke pangkalannya seperti foto siang hari sampai malam hari dengan menggunakan kamera inframerah.

MQ-1 PREDATOR


MQ-9 REAPER


Meski keduanya nampak serupa dan identik, namun tetap saja keduanya memiliki perbedaan. Reaper lebih besar dari Predator, dengan rentang sayap mencapai 20 meter, sementara Predator hanya 16,8 meter. Dengan ukuran yang lebih besar maka Reaper memiliki beberapa keunggulan :

Ketinggian Maksimum :
Reaper : 15,240 meter
Predator : 7,620 meter
Daya Jelajah :
Reaper : 1,850 kilometer
Predator : 1,240 kilometer
Kapasitas angkut :
Reaper : 1,701 kilogram
Predator : 204 kilogram
Persenjataan :
Reaper : 4 Rudal Hellfire berpemandu Laser
Predator : 2 Rudal Hellfire berpemandu Laser
Kecepatan Terbang :
Reaper : 370 kilometer/jam
Predator : 135 kilometer/jam
Tentu saja semua keunggulan itu ada harganya. Satu unit drone yang termasuk 4 pesawat, 1 ruang kontrol, dan koneksi satelit menelan biaya USD56,5 Juta untuk Reaper, sementara USD 20 Juta untuk Predator.
Central Intelligence Agency (CIA) dan sebuah kesatuan militer yang dikenal dengan Joint Special Operations Command (JSOC) adalah pihak yang bertanggung jawab untuk kedua drone bersenjata itu, dan memiliki sederetan pangkalan rahasia yang tersebar di Eropa, Afrika dan Asia dan seringkali drone-drone ini diterbangkan oleh pilot yang sedang berada di AS. Awalnya, agensi dan kesatuan ini menangani “Kill Lists” , sebuah daftar nama yang berisi terduga teroris yang akan mereka serang ketika sudah mendapatkan ijin dari Gedung Putih.

Akan tetapi pada tahun 2013, Gedung Putih terlibat semakin dalam saja, mereka bekerja meresmikan proses melalui apa yang mereka sebut sebagai “disposition matrix”. Daftar target ini dibuat oleh National Counterterrorism Center, termasuk informasi terduga teroris seperti biografi, lokasi, keluarga, teman dan organisasi yang diikutinya. Daftar tersebut juga berisi strategi tentang bagaimana menghadapi teroris, misalnya ekstradisi, penangkapan dan serangan drone. Sejumlah analis intelijen tingkat tinggi dan perwira militer akan meninjau kembali daftar tersebut sebelum mendapatkan lampu hijau dari Presiden. Pada akhirnya, Presiden harus menyetujui dan mengesahkan semua serangan drone di luar Pakistan, sementara direktur CIA dapat mengesahkan serangan di dalam wilayah Pakistan.


Amerika Serikat menggunakan kamera pada drone untuk mengamati orang yang menjadi target mereka di darat, terkadang selama beberapa hari atau beberapa minggu sebelum serangan dilaksanakan. Terkadang, mereka sendiri tidak mengenal atau mengetahui identitas pasti orang tersebut namun tetap memutuskan untuk menyerang. Serangan anonim ini disebut dengan “Signature Strikes”.
KONTROVERSI SERANGAN DRONE

Pada tahun 2013, Presiden Barack Obama memberikan pidato yang isinya membenarkan program drone AS dengan menggunakan tiga poin utama. Pertama, ia mengatakan bahwa teroris adalah orang yang jahat yang akan membunuh orang Amerika jika tidak dihentikan. Kedua, ia menunjuk teroris suka bersembunyi di tempat-tempat yang mana pemerintah setempat tidak memiliki banyak pengaruh di sana, jadi Amerika harus merespon akan hal itu. Akhirnya, ia mengatakan bahwa drone pilihan terbaik dari semua pilihan yang buruk. Serangan udara konvensional dianggap masih kurang akurat dan cenderung menyebabkan “collateral damage”, dengan menggunakan Operasi Khusus seperti itu maka menempatkan nyawa orang Amerika semakin dalam bahaya, dan invasi seperti yang kita lihat di Irak dan Afghanistan sangat sulit untuk dikendalikan
Bagaimanapun juga tidak semua orang setuju dengan pernyataan itu. Salah satu protes yang paling umum terhadap serangan drone adalah karena terkadang menewaskan penduduk sipil yang tak berdosa, ya tentu saja itu benar, perkiraan tertinggi kematian penduduk sipil di Pakistan, Yaman dan Somalia sebesar 1.125, pada Mei 2015. Pada sebuah serangan drone di wilayah Pakistan, Waziristan bulan April 2015, sebuah serangan drone menewaskan dua sandera, satu orang Amerika dan satu lagi orang Italia. Pihak administrasi mengatakan bahwa kematian keduanya memang sangat disesalkan akan tetapi jika teroris dibiarkan maka akan lebih banyak orang yang terbunuh, tidak hanya di AS tapi juga di tempat yang banyak terjadi serangan drone.





Protes dan kritikan keras lain terkait serangan drone adalah legalitas serangan tersebut di bawah hukum AS dan hukum internasional. Seperti yang sudah kita ketahui sebelumnya, AUMF memberikan otoritas kepada Presiden untuk menyerang siapapun yang bertanggung jawab atas tragedy 11 September. Namun 15 tahun kemudian, dengan kematian Osama Bin Laden dan Al-Qaeda yang tercerai berai, banyak pertanyaan apakah terduga teroris yang tewas akibat serangan drone itu masih bisa dikaitkan dengan serangan awal mereka atau tidak.
Akhirnya, sejumlah pertanyaan pun bermunculan dari banyak komunitas internasional, termasuk PBB, yang menyatakan bahwa serangan drone itu melanggar hukum internasional. Mereka berpendapat bahwa aturan ini melarang pembunuhan di daerah yang tidak diakui sedang dalam konflik bersenjata. Pihak administrasi Obama menjawab dengan menyatakan bahwa penyerangan itu adalah legal karena tindakan mereka itu adalah tindakan membela diri.
Meskipun jumlah serangan drone di Pakistan dan Yaman telah berkurang drastis sejak tahun 2010 sampai 2012, namun AS masih belum menentukan kapan program drone ini akan diakhiri. Jadi beberapa pertanyaan masih tetap bertahan, seperti kata seorang perwira senior militer AS : “How long can we continue to chase offshoots of offshoots around the world ?”.
Sang pilot melihat ada 5 orang pria berjalan menuju sebuah rumah kecil yang terbuat dari batu bata. Ketika orang terakhir telah masuk ke dalam rumah, maka sang operator memberi perintah untuk menembak, dan dengan menekan sebuah tombol, sebuah misil / peluru kendali laser pun diluncurkan, terbang melesat menembus kegelapan malam.
Sementara itu di dalam rumah tersebut, kelima orang itu tidak mengetahui bahwa mereka sedang diawasi. Mereka juga tidak tahu drone dapat menyerang tanpa peringatan, jadi mereka agak khawatir ketika membicarakan rencana pengeboman di Afghanistan. Tiba-tiba, kebisingan pun terjadi, terdengar suara mendesis yang memecah keheningan malam. Kelima orang itu spontan melompat bertiarap di lantai mencari perlindungan, namun itu sia-sia saja. Misil yang dilepaskan drone itu menghantam dan menghancurkan bangunan itu. Kelima milisi itu pun tewas oleh api, pecahan misil dan kekuatan ledakan.
Quote:

Itu tadi adalah mekanisme serangan drone sebagaimana mestinya. Target telah teridentifikasi setelah melalui pengawasan dan penyelidikan ketat dan dilenyapkan tanpa collateral damage. Akan tetapi jika kita sering melihat berita, kita tahu bahwa kenyataannya tidak selalu seperti ini. Terkadang atau bahkan seringkali penduduk sipil pun terkena dampak serangan itu, yang akhirnya membuat banyak orang geram di seluruh dunia bahkan penduduk Amerika sendiri juga ikut berbalik memprotes. Pemerintah Amerika pun bereaksi dengan menyatakan bersumpah akan melawan program drone ini. Namun, tanpa drone, siapa yang akan membunuh milisi-milisi dan teroris itu ? Jelas saja, ini adalah sebuah masalah yang menimbulkan banyak pertanyaan kompleks dengan sedikit jawaban yang tidak cukup jelas pula.
Jadi bagaimana ini bisa terjadi ? kapan serangan drone pertama kali terjadi ? siapa yang menggunakannya ? bagaimana cara kerja drone ? bagaimana mereka memilih target ? mengapa orang-orang memprotes serangan drone ?
AWAL MULA SERANGAN DRONE
Spoiler for drone:




Militer pernah berusaha menyerang musuh mereka dengan menggunakan pesawat tak berawak selama lebih dari 150 tahun. Semuanya bermula pada bulan Juli 1849 ketika tentara Austria setelah melancarkan serangan ke Venice, mereka mengikat banyak bom pada balon-balon dan menerbangkannya menuju kota. Sebuah pengatur waktu seharusnya melepaskan bom-bom itu di kota Venice, namun sayangnya angin kencang menerpa sebagian besar balon melewati kota. Pasukan konfederasi dan union juga pernah mencoba hal yang sama selama perang saudara di Amerika, tapi seperti halnya Austria, usaha mereka gagal.
Spoiler for Wright Brothers:

Penemuan pesawat berpilot oleh Wright bersaudara pada tahun 1903 mengubah eksperimen drone dari balon menjadi pesawat terbang. Prototipe awal yang dikembangkan oleh pihak militer Amerika selama Perang Dunia I merupakan pesawat sederhana yang dimodifikasi agar bisa diprogram untuk menyerang target musuh. Meskipun sebagian dari prototipe itu berhasil menjalankan misinya, namun drone ini tak bisa digunakan lagi setelah melakukan sebuah serangan dan uji coba menunjukkan bahwa prototipe ini tidak bisa diandalkan dan tidak memiliki akurasi yang cukup untuk misi tempur.
Spoiler for Curtiss F-5L:
Curtiss F-5L

Segera setelah perang berakhir, kemajuan teknologi pada radio kontrol memberikan jalan pada pesawat tak berawak agar bisa dikendalikan secara penuh, dan pada 15 September 1924, sebuah pesawat patroli yang didesain AS, Curtiss F-5L menjadi pesawat pertama yang berhasil lepas landas, melakukan manuver dan pendaratan dengan menggunakan remote kontrol. Teknologi yang serupa juga memperkuat Angkatan Laut AS, yakni pesawat Curtiss TG-2 yang juga berhasil melakukan serangan torpedo melalui remote kontrol selama bulan April 1942 pada latihan uji coba kapal perang.
Spoiler for The Lightning Bug:
The Lightning Bug

Drone menjadi semakin efektif selama perang dingin. Pada awal tahun 1960’an, Ryan Aeronautical Company mengembangkan “The Lightning Bug”, sebuah drone pengintai yang dapat digunakan kembali dengan menggunakan parasut. Kemudian, perusahaan itu mengadaptasi desain untuk senjata baru yang dikenal dengan nama BGM-34A. Selama uji coba penerbangan pada 14 Desember 1971, drone ini menjadi drone pertama yang menyerang sasaran dengan menggunakan rudal udara ke darat, menjadikannya pesawat tak berawak modern pertama dalam sejarah. Sementara itu Israel berhasil menggunakan drone baru melawan kendaraan lapis baja pasukan Mesir dan rudal darat ke udara selama perang Yom Kippur pada tahun 1973, namun drone AS tak pernah terlibat di perang Vietnam karena pada waktu itu Amerika merasa tidak cukup baik dibandingkan teknologi pesawat berawak.
Spoiler for BGM34-A:
BGM34-A


Pihak militer melanjutkan penggunaan drone sampai pada akhir abad ke-20, kebanyakan digunakan pada misi pengintaian. Pada saat itulah drone Predator mulai mengudara pada tahun 1995, namun pada tanggal 16 Februari 2001, Predator dibekali dengan Rudal Hellfire, tepat pada saat Amerika merespon peristiwa serangan 9/11 di menara kembar World Trade Center.
PENGGUNAAN DRONE UNTUK SERANGAN UDARA
Quote:

Pasca peristiwa 9 September 2001, pemerintah AS dan penduduk sipilnya mulai tergerak untuk melakukan perlawanan. Namun pertanyaannya adalah, melawan siapa ? Muncullah Authorization for Use of Military Force (AUMF), yang disahkan pada rapat kongres di Amerika pada 18 September 2001. Pada dasarnya, hukum memberikan wewenang kepada presiden untuk melakukan perlawanan kepada negara, organisasi atau perorangan manapun yang bertanggung jawab terhadap sebuah serangan agar mereka tidak dapat melakukannya lagi.
Spoiler for AUMF:

Mulanya, Presiden menggunakan otorisasi untuk menyerang kelompok Al-Qaeda, yang disebut sebagai pihak yang bertanggung jawab atas serangan 9 September 2001 serta kelompok Taliban di Afghanistan. Sejak saat itu AUMF digunakan untuk melegalkan dan membenarkan segalanya mulai dari penjara Guantanamo hingga serangan drone terhadap terduga teroris.
Misi drone bersenjata yang pertama dilakukan di Afghanistan pada 7 Oktober 2001, dan sejak saat itu drone terus digunakan pada operasi militer tradisional seperti di Libya, Irak serta Afghanistan. Kenyataannya semakin banyak serangan kontroversial drone terjadi pada negara-negara yang statusnya tidak sedang berperang dengan Amerika. Termasuk diantaranya Pakistan, dimana serangan drone pertama kali terjadi di Pakistan pada tahun 2004, kemudian ditambah dengan serangan di Yaman dan Somalia dimana serangan terjadi sejak tahun 2011.
Spoiler for ruang kontrol pilot drone:
Segala sesuatu tentang serangan drone adalah sesuatu yang bersifat sangat rahasia. Kenyataanya, administrasi Presiden Obama secara resmi tidak mengetahui program drone tersebut sampai April 2012 dan jarang sekali berkomentar pada serangan-serangan spesifik. Kerahasiaan ini membuat semakin sulit mengetahui secara pasti berapa banyak serangan drone terjadi dan berapa banyak korban jiwa yang terbunuh akibat serangan drone ini.
Spoiler for drone strikes:

Sebuah data mencatat serangan drone yang terjadi di suatu tempat di Pakistan antara 396 -415, dengan korban jiwa 2.232 sampai 3.949 yang terbunuh pada Mei 2015. Diantaranya, 262 dan 962 adalah penduduk sipil. Yaman mengalami antara 95 dan 206 serangan drone yang membunuh antara 65-158 penduduk sipil dari 447-1.117 total korban yang terbunuh. Akhirnya, 9 dari 13 serangan di Somalia membunuh 40 sampai 105 orang, ini diperkirakan 5 diantaranya adalah penduduk sipil.
Spoiler for drone strikes:

Sementara banyak negara yang memiliki drone, hanya segelintir yang menggunakannya untuk penyerangan. Pada Juli 2012, 76 negara memiliki beberapa jenis drone, namun hanya 11 yang mempersenjatainya. Diantara mereka hanya dua yang menggunakannya pada pertempuran : Amerika Serikat dan kawan lamanya, Inggris. Israel terakhir kali menggunakan drone di perang Gaza pada akhir tahun 2008.
Spoiler for drones:

SERANGAN DRONE
Quote:

Dua jenis drone bersenjata di jajaran sistem persenjataan Amerika adalah yang paling populer, yakni Predator dan Reaper. Penampilan keduanya nampak mirip dan identik, jadi tidak heran jika keduanya memiliki karakteristik yang mirip juga. Kedua senjata udara ini digerakkan oleh mesin baling-baling, dan keduanya juga bisa dilengkapi dengan Rudal Hellfire berpemandu laser. Masing-masing drone ini dilengkapi antena untuk komunikasi dengan ruang kontrol di darat selama mengudara sampai mendarat, selain itu sistem satelit juga digunakan sebagai jaringan komunikasi jika drone hilang dari pantauan, kedua drone ini juga dapat mengirimkan informasi ke pangkalannya seperti foto siang hari sampai malam hari dengan menggunakan kamera inframerah.
Spoiler for Hellfire:

Spoiler for Predator:
MQ-1 PREDATOR



Spoiler for Reaper:
MQ-9 REAPER



Meski keduanya nampak serupa dan identik, namun tetap saja keduanya memiliki perbedaan. Reaper lebih besar dari Predator, dengan rentang sayap mencapai 20 meter, sementara Predator hanya 16,8 meter. Dengan ukuran yang lebih besar maka Reaper memiliki beberapa keunggulan :
Quote:

Ketinggian Maksimum :
Reaper : 15,240 meter
Predator : 7,620 meter
Daya Jelajah :
Reaper : 1,850 kilometer
Predator : 1,240 kilometer
Kapasitas angkut :
Reaper : 1,701 kilogram
Predator : 204 kilogram
Persenjataan :
Reaper : 4 Rudal Hellfire berpemandu Laser
Predator : 2 Rudal Hellfire berpemandu Laser
Kecepatan Terbang :
Reaper : 370 kilometer/jam
Predator : 135 kilometer/jam
Tentu saja semua keunggulan itu ada harganya. Satu unit drone yang termasuk 4 pesawat, 1 ruang kontrol, dan koneksi satelit menelan biaya USD56,5 Juta untuk Reaper, sementara USD 20 Juta untuk Predator.
Central Intelligence Agency (CIA) dan sebuah kesatuan militer yang dikenal dengan Joint Special Operations Command (JSOC) adalah pihak yang bertanggung jawab untuk kedua drone bersenjata itu, dan memiliki sederetan pangkalan rahasia yang tersebar di Eropa, Afrika dan Asia dan seringkali drone-drone ini diterbangkan oleh pilot yang sedang berada di AS. Awalnya, agensi dan kesatuan ini menangani “Kill Lists” , sebuah daftar nama yang berisi terduga teroris yang akan mereka serang ketika sudah mendapatkan ijin dari Gedung Putih.
Spoiler for drone:

Akan tetapi pada tahun 2013, Gedung Putih terlibat semakin dalam saja, mereka bekerja meresmikan proses melalui apa yang mereka sebut sebagai “disposition matrix”. Daftar target ini dibuat oleh National Counterterrorism Center, termasuk informasi terduga teroris seperti biografi, lokasi, keluarga, teman dan organisasi yang diikutinya. Daftar tersebut juga berisi strategi tentang bagaimana menghadapi teroris, misalnya ekstradisi, penangkapan dan serangan drone. Sejumlah analis intelijen tingkat tinggi dan perwira militer akan meninjau kembali daftar tersebut sebelum mendapatkan lampu hijau dari Presiden. Pada akhirnya, Presiden harus menyetujui dan mengesahkan semua serangan drone di luar Pakistan, sementara direktur CIA dapat mengesahkan serangan di dalam wilayah Pakistan.
Spoiler for drone:


Amerika Serikat menggunakan kamera pada drone untuk mengamati orang yang menjadi target mereka di darat, terkadang selama beberapa hari atau beberapa minggu sebelum serangan dilaksanakan. Terkadang, mereka sendiri tidak mengenal atau mengetahui identitas pasti orang tersebut namun tetap memutuskan untuk menyerang. Serangan anonim ini disebut dengan “Signature Strikes”.
KONTROVERSI SERANGAN DRONE
Quote:

Pada tahun 2013, Presiden Barack Obama memberikan pidato yang isinya membenarkan program drone AS dengan menggunakan tiga poin utama. Pertama, ia mengatakan bahwa teroris adalah orang yang jahat yang akan membunuh orang Amerika jika tidak dihentikan. Kedua, ia menunjuk teroris suka bersembunyi di tempat-tempat yang mana pemerintah setempat tidak memiliki banyak pengaruh di sana, jadi Amerika harus merespon akan hal itu. Akhirnya, ia mengatakan bahwa drone pilihan terbaik dari semua pilihan yang buruk. Serangan udara konvensional dianggap masih kurang akurat dan cenderung menyebabkan “collateral damage”, dengan menggunakan Operasi Khusus seperti itu maka menempatkan nyawa orang Amerika semakin dalam bahaya, dan invasi seperti yang kita lihat di Irak dan Afghanistan sangat sulit untuk dikendalikan
Bagaimanapun juga tidak semua orang setuju dengan pernyataan itu. Salah satu protes yang paling umum terhadap serangan drone adalah karena terkadang menewaskan penduduk sipil yang tak berdosa, ya tentu saja itu benar, perkiraan tertinggi kematian penduduk sipil di Pakistan, Yaman dan Somalia sebesar 1.125, pada Mei 2015. Pada sebuah serangan drone di wilayah Pakistan, Waziristan bulan April 2015, sebuah serangan drone menewaskan dua sandera, satu orang Amerika dan satu lagi orang Italia. Pihak administrasi mengatakan bahwa kematian keduanya memang sangat disesalkan akan tetapi jika teroris dibiarkan maka akan lebih banyak orang yang terbunuh, tidak hanya di AS tapi juga di tempat yang banyak terjadi serangan drone.
Spoiler for drone protest:




Protes dan kritikan keras lain terkait serangan drone adalah legalitas serangan tersebut di bawah hukum AS dan hukum internasional. Seperti yang sudah kita ketahui sebelumnya, AUMF memberikan otoritas kepada Presiden untuk menyerang siapapun yang bertanggung jawab atas tragedy 11 September. Namun 15 tahun kemudian, dengan kematian Osama Bin Laden dan Al-Qaeda yang tercerai berai, banyak pertanyaan apakah terduga teroris yang tewas akibat serangan drone itu masih bisa dikaitkan dengan serangan awal mereka atau tidak.
Akhirnya, sejumlah pertanyaan pun bermunculan dari banyak komunitas internasional, termasuk PBB, yang menyatakan bahwa serangan drone itu melanggar hukum internasional. Mereka berpendapat bahwa aturan ini melarang pembunuhan di daerah yang tidak diakui sedang dalam konflik bersenjata. Pihak administrasi Obama menjawab dengan menyatakan bahwa penyerangan itu adalah legal karena tindakan mereka itu adalah tindakan membela diri.
Meskipun jumlah serangan drone di Pakistan dan Yaman telah berkurang drastis sejak tahun 2010 sampai 2012, namun AS masih belum menentukan kapan program drone ini akan diakhiri. Jadi beberapa pertanyaan masih tetap bertahan, seperti kata seorang perwira senior militer AS : “How long can we continue to chase offshoots of offshoots around the world ?”.
Spoiler for bonus:

Spoiler for BONUS DOKUMENTER:


FILM TENTANG PENYERANGAN OLEH DRONE


Demikian trit singkat ane gan, ane ucapkan terima kasih buat semua kaskuser yang sudah nyempetin baca, komeng dan ngasi
. Mohon maaf kalo TS ada salah kata. Semoga bermanfaat.

Spoiler for bonus:

Diubah oleh Third.Reich 20-10-2016 01:48
0
6.2K
Kutip
57
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan