Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ardisutrisnoAvatar border
TS
ardisutrisno
Tutup Bolong Pajak, Pemerintah Didorong Genjot Tax Amnesty
Perolehan tarif tebusan periode pertama program pengampunan pajak mencapai Rp 89,1 triliun, lebih dari 0,7 persen dari produk domestik bruto (PDB). Menurut pemerintah, angka tersebut begitu fantastis bila dibandingkan dengan negara lain yang menggelar kebijakan serupa, seperti Italia yang hanya meraup 0,2 persen dari PDB.

Tutup Bolong Pajak, Pemerintah Didorong Genjot Tax Amnesty


Direktur Eksekutif Centre for Information and Development Studies (CIDES), Rudi Wahyono menyambut positif atas pencapaian tax amnesty tersebut. Selain tarif tebusan, nilai harta deklarasi dan dana repatriasi pun tergolong besar

Walau begitu, Rudi meminta pemerintah tetap mengoptimalkan tax amnesty periode kedua dan ketiga. Langkah ini perlu untuk memperbaiki basis penerimaan pajak. Apalagi, dalam prediksi awal akan terjadi jurang antara target dan realisasi (shortfall) pajak tahun ini hingga Rp 219 triliun.

“Target akhir tarif tebusan adalah 165 triliun. Jadi, masih ada defisit Rp 75,9 triliun. Ini yang perlu dikejar untuk menutupi shortfall 2016,” kata Rudi di Jakarta, Senin, 3 Oktober 2016.

Menurutnya, rasio pencapaian tarif tebusan terhadap shortfall masih cukup jauh. Karena itu, dia mendukung penghematan anggaran negara melalui Instruksi Presiden sebesar Rp 133 triliun.

Namun Rudi melihat sebagian penghematan tersebut, Rp 68 triliun ,di antaranya merupakan dana alokasi umum (DAU). Imbasnya, peralihan dana tersebut harus ditutupi pada anggaran 2017. Di sini, pencapaian dari tax amnesty periode kedua dan ketiga penting diperhitungkan.

Di sisi lain, Rudi menilai sebagian besar penerimaan negara hanya mengandalkan dua hal, yaitu dari sektor pajak dan sektor migas. Harga migas tidak optimal karena situasi krisis di Timur Tengah yang tak menentu. Sementara itu, shortfall pajak hingga akhir tahun mencapai Rp 219 triliun.

Oleh karena itu, menurut Rudi, optimalisasi penerimaan negara melalui tax amnesty harus lebih serius. Pemerintah harus lebih optimal mengejar para pengemplang pajak yang memiliki dana di luar negeri untuk mau mendeklarasikan hingga merepatriasikan aset yang dimilikinya ke dalam instrumen-instrumen investasi yang ada di Indonesia.

Sementara itu, Peneliti Junior CIDES Ridwan Budiman menyarankan agar pemerintah mempersiapkan strategi untuk mengajukan langkah-langkah politik jika target penerimaan negara dari pengampunan pajak tidak tercapai.

“Misalnya mengajukan revisi terbatas ke DPR di Prolegnas 2016, khususnya mengenai perpanjangan program tax amnesty hingga Desember 2017. Atau menyiapkan Perppu atas UU tersebut,” kata Ridwan yang juga Tenaga Ahli di DPR ini.

Kemarin, Direktorat Jenderal Pajak mencatat penerimaan pajak per September melonjak 15 persen dibanding tahun lalu. Lonjakan disokong oleh penerimaan dari program pengampunan pajak. Meski begitu, penerimaan masih jauh dari target yang ditetapkan pemerintah yakni Rp 1.318 triliun.

Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Ditjen Pajak Yon Arsal menyatakan total penerimaan pajak Rp 791,9 triliun hingga Senin, 3 Oktober 2016. Angka tersebut naik sekitar 15 persen dari periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp 687,7 triliun.

Besarnya kontribusi tax amnesty terlihat dari perolehan Pajak Penghasilan (PPh) nonmigas yang melesat hingga 97 persen. “Padahal target awalnya hanya Rp 100 miliar,” katanya di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Senin, 3 Oktober 2016.

Sumber: Katadata
0
720
1
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan