Kaskus

Entertainment

act.idAvatar border
TS
act.id
Kembali Gaza, Merekam Tawa yang Tak Terkira
Kembali Gaza, Merekam Tawa yang Tak Terkira

GAZA - Narasi dan deretan bingkai foto tentang Gaza, selalu membawa simpul tawa. Senyum tulus mereka di Gaza adalah representasi bahagia paling paripurna. Meski hidup berkalang sulit, meski blokade tak pernah luput membelit. Begitulah hidup di Gaza. Kesederhanaan terbingkai dalam senyum yang tulus dan begitu membius. Siapa pun yang masih punya kepekaan nurani dan empati di tengah dunia yang bergerak begitu menggilas, pasti akan tergiring turut meluruhkan senyum, menyambut senyum mereka di Gaza. Sebuah rekaman senyum bahagia yang tersaji di fajar Idul Adha, 1437 H.
Kembali Gaza, Merekam Tawa yang Tak Terkira

Lelaki Gaza berkaus merah lengkap dengan rompi hitam khas ACT itu selalu mendapat sambutan hangat. Sepanjang ratusan rumah yang Ia sambangi satu persatu, senyum hangat dari warga Gaza tak luput menyapa padanya. Tiga hari berturut-turut, sesaat selepas takbir di fajar Idul Adha berkumandang, Ia dan beberapa relawan lokal ACT untuk Gaza tak henti menggulirkan langkah. Tujuan mereka satu, distribusi gurihnya daging kurban di tiap sudut Gaza tanpa terkecuali.
Kembali Gaza, Merekam Tawa yang Tak Terkira

Global Qurban menggenggam satu komitmen, kurban untuk Gaza menjangkau wilayah paling utara di Beit Hanoun, bergerak ke tengah Gaza, sampai di ujung selatan Gaza yang berbatasan dengan Mesir, tapal batas Rafah.

Kembali ke Gaza adalah pilihan. Sebuah komitmen untuk menyeka ulang pahit dan getirnya hidup 1,9 juta populasi warga Gaza. Mengganti getir itu dengan bahagia, meski hanya sejenak. Idul Kurban tahun ini, Global Qurban kembali ke Gaza.
Kembali Gaza, Merekam Tawa yang Tak Terkira

Membawa ratusan ekor hewan ternak terbaik amanah masyarakat Indonesia, Domba, unta, dan sapi jadi kado gurih bagi nyaris 43 ribu jiwa penerima manfaat. Mitra Global Qurban untuk Palestina, Jomah Alnajjar mengisahkan, bencana kelaparan adalah bayang-bayang paling menakutkan di Gaza. 60% dari hampir 2 juta penduduk Gaza hidup di bawah ambang garis kemiskinan. Ironisnya lagi, semua kondisi itu tercipta dengan sengaja. Kesengajaan mengepung Gaza dengan blokade, ketat tak mungkin sembarang ditembus.

Sudah lebih satu dekade blokade dari Israel membungkam hidup warga Gaza. Gerbang perbatasan makin dibangun tinggi. Kawat berduri dengan aliran listrik mengepung Gaza. Militer Israel mengontrol ketat sekeliling gerbang perbatasan ini. Tak ada yang boleh keluar masuk, termasuk bahan pangan dan material dari dan menuju ke dalam Gaza. Sepanjang hari, berganti tahun, melompati sekian dekade, blokade atas Gaza belum juga berakhir.
Kembali Gaza, Merekam Tawa yang Tak Terkira

Sepetak wilayah Gaza hanya memiliki dua titik pelintas batas. Erez menuju Israel, dan Rafah menuju Mesir, keduanya selalu dijaga ketat. Hampir mustahil mendapat izin menembus gerbang perbatasan ini untuk akses keluar dan masuk Gaza. Terlebih gerbang Erez yang jadi pintu utama menuju wilayah Israel dan Kota Suci Jerusalem. Israel menutup rapat gerbang ini selama lebih 10 tahun terakhir.

Siapa pula yang sanggup hidup dalam kepungan? Blokade secara perlahan membunuh kemanusiaan. Blokade membuat harga bahan makanan di Gaza melambung tak terkontrol. Segala aspek yang menunjang kehidupan tak mampu lagi terbayar. Sebaliknya, ketika harga melambung justru kesempatan untuk mencari pekerjaan makin sulit digapai. Jommah Alnajjar berkata, data terkini yang dihimpun Palestinian Central Bureau of Statistics (PCBS) menunjukkan angka pengangguran Gaza sebesar 41.1 persen dari seluruh populasi, artinya ada hampir 1 juta warga Gaza yang tak punya pekerjaan sama sekali. Bukan enggan mencari penghidupan, blokade mencegah apapun keluar dan masuk Gaza tanpa alasan.

Dengan kondisi yang demikian sulit, kelaparan dan malnutrisi membuncah jadi ancaman serius. Statistik yang diunggah Jommah menyebut angka 72% penduduk Gaza ada dalam bayang-bayang kerentanan pangan.
Kembali Gaza, Merekam Tawa yang Tak Terkira

Gaza Menanti Idul Adha

Penantian setahun penuh pun berujung pada kabar bahagia. Komplikasi masalah di Gaza bukan untuk sekadar dicatat statistiknya dan dianalisis akar masalahnya. Kembali ke Gaza menjadi pilihan paling tepat. Kembali menyapa Gaza jadi kado gurih sesaat setelah Idul Adha 1437 H pertengahan September lalu.

Global Qurban hadirkan amanah kurban dari masyarakat Indonesia untuk Gaza lengkap di 5 penjuru region Gaza. Mulai dari North Gaza, Gaza City, Middle Area, Khan Younis, sampai ke tapal batas Rafah. Jumlah penerima manfaat Global Qurban Gaza tahun ini melambung mencapai lebih 42 ribu jiwa atau tak kurang dari 6500 keluarga.

Daging menjadi sebuah kemewahan di Gaza. Ribuan keluarga menanti momen Idul Adha untuk sejenak nikmati gurih daging kurban. Untuk sebutir telur ayam dan sepotong daging ayam saja sudah sulit dinikmati sehari-hari, apalagi angan untuk menikmati daging kurban sapi, unta, dan domba seperti keluarga Muslim lainnya di belahan dunia lain. Angan itu sampai menjadi mimpi mereka sepanjang tahun.
Kembali Gaza, Merekam Tawa yang Tak Terkira

Seperti yang dirasa oleh Nahed Shaban (55 tahun). Ayah dari 11 orang anggota keluarganya ini mengucap salam dan terima kasih sedalam-dalamnya untuk ACT dan Indonesia. “Daging kurban ini jadi hadiah, terima kasih semuanya. Akhirnya anak-anak saya bisa tertawa bahagia rayakan Eid Adha seperti anak-anak di belahan dunia lain,” ucap Shaban.

Senada Shaban, Global Qurban menyapa keluarga Azzam di Gaza City. Bersama 7 anggota keluarga termasuk dua di antaranya penyandang disabilitas, Keluarga Azzam berdesak di rumah sewaan mereka yang kecil dan tua. Rumah yang berdiri rapuh di tengah Gaza City saksi kemiskinan yang mereka alami. Hilangnya kesempatan kerja di seluruh Gaza membuat Azzam tak mampu berbuat apapun.

Pada Tim Global Qurban, Azzam bercerita bahwa Idul Adha adalah alasan satu-satunya keluarganya bisa merasakan nikmat dan gurihnya daging kurban. Hanya lewat kurban, anak-anaknya menerima asupan protein dari gizi daging. 4kg daging kurban dalam sekantong plastik seketika membuncahkan senyum Ibu mereka. Sang Ibu berkata akan langsung memasak daging itu mencampurnya dengan nasi, terhidang sudah makanan khas Gaza yang biasa disebut Makloba.
Kembali Gaza, Merekam Tawa yang Tak Terkira

Rekaman bahagia lain terucap dari Rana Soliman, gadis kecil berusia 11 tahun asal kota Rafah, kota tapal batas Gaza di sebelah selatan.

“Saya Rana Soliman, saya ingin tulis surat kecil untuk ACT. Surat tentang ucapan terima kasih sedalam-dalamnya. Kami sudah menunggu kurban sepanjang tahun untuk makan daging bersama keluarga. Semuanya bahagia. Sesaat setelah daging kurban itu ada di genggaman, saya langsung lari ke Ibu dan meminta Ibu segera memasaknya. Masakan ibu itu saya makan bersama anak-anak lain di sekitar rumah. Saya hanya ingin berkata sangat bahagia dan bangga untuk Global Qurban dan Indonesia. Semoga Allah membalas segala kerja keras kalian dan ganjaran Surga yang indah untuk kalian. Aamiin,” ungkap Rana dalam surat kecilnya.

Tiga hari yang panjang di Gaza. Merekam tawa yang tak terkira. Ribuan raut kegembiraan terpancar, senyum-senyum terkembang berganti jadi doa-doa tulus terpanjat. Tahun ini adalah tahun keenam, dan kami Global Qurban akan terus menyampaikan amanah untuk saudara-saudara kita di Gaza.

Sekali lagi, kembali ke Gaza adalah pilihan. Pilihan untuk menyapa dan merekam ulang kisah bahagia, merekam tawa tak terkira. Tawa tulus dari dalam negeri mereka yang terkepung. []

Penulis: Aisyah Darojati, Shulhan Syamsur Rijal

Ayo Berpartisipasi



0
2.1K
24
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan