pholpopholpoAvatar border
TS
pholpopholpo
Tokoh pers Siti Latifah Herawati Diah meninggal dunia
Selamat pagi agan agan dan aganwati
Numpang share info,mohon maaf kalo ada salah maklum masih nubi hehehe




Tokoh pers Siti Latifah Herawati Diah berpulang di usia 99 tahun di Rumah Sakit Medistra Jakarta, Jumat.
Rencananya, jenazah akan dimakamkan selepas Shalat Jumat di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta, berdampingan dengan kuburan sang suami, Burhanuddin Muhammad Diah (1917 -- 1996).
Hingga akhir hayatnya, ia pun tetap rajin menulisdan membaca media massa berbahasa Indonesia maupun asing, bahkan menulis sejumlah buku dalam bahasa Indonesia dan Inggris. "Biar tidak cepat pikun," demikian Herawati Diah, yang juga penerima Bintang Mahaputra pada 1978.
Siti Latifah Herawati Diahlahir di Tanjung Pandan, Belitung, 1917, adalah adalah anak ketiga dari antara empat bersaudara. Ibunya Siti Alimah binti Djojodikromodan ayah Raden Latip. R. Latip adalah lulusan sekolah dokter Stovia tahun 1908, membuka praktek di pulau tetangga Bangka itu sebagai ahli medis sebuah perusahaan tambang timah Belanda.
Saat penyusunan cetakan kedua Ensiklopedia PersIndonesia (EPI) terbitan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada 2010, Herawati pernah menyatakan, tanpa melepas pendidikan agama Islam dan tradisi, Ibu Alimah mendorong anak-anaknya untuk merangkul gaya hidup Barat yang bertujuan mengimbangi kaum penjajah Belanda.
Khusus Herawatimula-mula dikirimke sekolahdi Jepang. Berlanjut ke AmerikaSerikat, di mana pada tahun 1941dia menjadi wanita pertama Indonesia yang berhasil meraih gelar sarjana dari luar negeri. Ia menjalani studi di Barnard College, UniversitasColumbia, New York, AS. Pada musim panas ia belajar jurnalistikdi UniversitasBerkeley, California.
Mengapa belajar ke Amerikadan bukan Eropa, karena ibu dari lingkungan priyayi tersebut telah memutuskan bahwa Herawati harusmenuntutilmu ke "negara yang tidak punya jajahan."Lima Selesai studi, kembali ke Indonesia. Jepang menyerbu ke selatandan menggulingkan semua pemerintahanjajahan Eropa di Asia Tenggara.
Ternyata, latar pendidikan Amerikayang dimilikinya sangat diperlukan segera guna menghadapi berbagai peristiwa-peristiwa genting yang melanda Indonesia. Maka, Herawati tergiringuntuk menjalankan tugas-tugas jurnalisme.
Dia setengahdipaksa bekerja di stasiun radio penguasa militer Jepang yang membutuhkan penyiar berbahasa Inggris untuk keperluan propagandanya.
Setelah Jepang menyerah kepada Sekutudan Soekarno memproklamasikankemerdekaan Indonesia, dia sempat menjadi sekretaris pribadi menteri luar negeri pertamarepublik, Mr. Achmad Soebardjo, yang kebetulan pamannya.
Lalu, Herawati membantu suaminya menerbitkankoran pro-Indonesia Merdeka karena Republik Indonesia, satu pemain baru dalam arena politik internasional yangbelum teruji, membutuhkan media komunikasiuntuk melawan Belanda dan Sekutuyang mengototingin memulihkan rezimHindia Belanda. Maka beredarlah harian Merdeka sejak 1 Oktober1945.
Sejak bulan Oktober1954, dia memimpin harianbaru berbahasa Inggris, Indonesian Observer, untuk mengkampanyekan aspirasi kemerdekaanRI dan negara-negara masih terjajah, yang makin menggelora sejak penyelenggaraan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955di Bandung.
Apakah jurnalismeitu di mata Herawati Diah? Menurut dia, jurnalisme paling tidak menuntut kecintaanpada pekerjaan dan membutuhkan pengindahan terhadap hati nurani.
"Hati nurani adalah penyuluh dari pekerjaan dan sukses wartawan, justerukarena inti dari profesiini adalah pengabdian kepada kepentingan umum. Inilah yang berulangkali saya sadari ketika melakukan lawatan kelilingnusantara dalam rombongan bersama Presiden Sukarno," ujar ibu dari dua putri dan seorang putra itu.
Ia menimpali, "Keterbelakangan sekian daerah di Indonesia mengharuskankita membuat reportasemenggunakan hati nurani. Dengan kegemaran merekam setiap kali terlihat satu contohsikap di dalam masyarakat, dan memegang teguh prinsip-prinsipmoral dan etik, wartawan akan merebut kepercayaan pembacanya, membesarkan tempatnya bekerja, dan malah mencetak nama bagi dirinya sendiri."
Khusus mengenai jurnalismedan perempuan, Herawati menilai ada kesalahan dalam mengembangkan jurnalisme. "Salah satu kesalahan itu adalah pengucilan berita-berita penting bagi umat manusia sebagai sekadar berita wanita. Berarti itutidak dianggap penting. Padahal, sebenarnya menyangkut lebihdari separuh penduduk dunia. Persoalan wanita adalah persoalan setengah dunia, bukan persoalan sekelompokkecil masyarakat."
Herawati sempat menyatakan, "Kini meningkatnyajumlah wartawati di dunia pers membesarkan hati saya. Saya yakin bahwa banyak wanita sependapat dengan saya bahwa wanita dalam posisi lebih baik untuk memperjuangkannasib sesamanya daripada rekannya yang laki-laki.
Ia menambahkan, "Sebab masih saja terdapat ketiadaan keadilan bagi wanita di pelbagai sektor kehidupandi bumi Indonesia yang tercinta ini. Keuntungan yang kita peroleh sebagai wartawan wanita tidak terhitung banyaknya."
Herawati juga mendampingi suaminya yang diangkat sebagai duta besar luar biasa dan berkuasa penuh di Cekoslowakia, kemudian Inggris dan terakhir Thailand dalam periode 1959hingga 1968.
Selepas dari Bangkok, Thailand, kembali ke Jakarta, Herawati menjadi sebagai isterimenteri penerangan karena BM Diah ikut duduk dalam kabinet terakhir Bung Karno (1968). Surat kabar Merdeka dan Indonesian Observer terusterbit selama pengembaraannya, karena Herawati tetap dapat mempublikasikan kesan-kesannya sebagai pemberitaan.

Sumur *m.bisnis.com/kabar24/read/20160930/15/588286/tokoh-pers-herawati-diah-meninggal-dunia
0
1K
2
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan