"Dari sebuah kisah kehidupan nyata, Aku, Dia dan Sahabatku"
Spoiler for COVER:
Berbagi kisah, semasa kuliah yang dialami oleh anak-anak Fak.Ilmu Komputer di sebuah Univ. Swasta Kota Padang. Mereka berasal dari berbagai daerah dengan tujuan kuliah, sarjana dan kerja. Namun seiring waktu yang cepat bergulir tujuan mereka bertambah menjadi cinta & persahabatan.
Abi atau Bima, adalah seorang yang sangat menggilai -Anggi. Tampaknya tak ada lagi ruang hati untuk wanita lainnya. Ucok yang berperan sebagai sahabat Abi, senantiasa menjadi orang kepercayaan, pemberi semangat, serta menjadi sosok yang selalu berupaya membantu Abi.
Dalam pencarian cintanya, Abi (Bima) tak pernah putus asa untuk mengejar Anggi. Hingga tak terasa waktu berakhir dan memisahkan mereka. Karena, Ucok, Anggi dan teman se'Angkatan mereka, ada yang bernasib baik untuk di Wisuda lebih dulu.
(*)
Spoiler for Pemuja Rahasia:
PEMUJA RAHASIA
Dia adalah wanita terindah yang Tuhan kirimkan ke dunia untuk mengisi agenda kehidupanku. Bola matanya yang syahdu tak pernah luput dan bosan aku memandangnya. Bibirnya yang tipis kemerah-merahan dibalut kelembapan dan pantulan sinar mentari membuat aku tergila-gila dengan wanita yang satu ini. Hari-hariku hanya kuhabiskan untuk menjadi pemuja rahasia, bak seorang liliput kerdil yang mengintip sosok Putri Raja dari balik pohon nun jauh di hamparan syurga.
Aku mengenal Dia pertengahan tahun 2006 silam, ketika itu aku baru saja menghabiskan waktu selama 12 bulan dirumah untuk merenungi nasib ingin jadi apa aku kedepannya.
Setelah lulus SMA di tahun 2005 aku lebih banyak bermain bersama teman seangkatanku waktu SMA dulu, tanpa terasa waktu terbuang sia-sia tanpa bertemunya aku pada tujuan hidup yang pada akhirnya menjadi tumpukan detik dan waktu yang tak berarti.
Anggi adalah cewek satu kampusku, dia sungguh manis sekali, kami baru saja berkenalan hari pertama kelas, lokal 5 gedung A, sebuah Universitas di Kotaku, Padang – Sumatera Barat.
“Hai, boleh kenalan gak? Nama aku Abi” sapaku dengan akrab.
“Ya, Abi, nama aku Anggi, Anggi dari Jambi”, ia menjawab dengan nada dan senyuman penuh kasih dan kelembutan.
“Abi asalnya dari mana?” tanya balik Anggi kepadaku.
“A..A..Aku asli dari sini Nggi, Padang, senang ya bisa kenalan sama kamu” bibirku bergetar ketika berucap, serasa tak bisa bicara namun harus aku sampaikan, dalam hatiku berkata, “Kau sangat cantik”.
(*)
“Aku tergila-gila kawan , aku baru kenalan sama Anggi”, Aku berteriak sambil menghampiri temanku setelah kelas selesai. Sambil membakar sebatang rokok, aku berandai-andai sangat tinggi untuk menjadi kekasih hatinya. Aku ingin selalu disampingnya, selamanya.
“Kenalan sama Anggi??? Wuihh, mantap kali bah”, “Aku kenalkan juga dong Bi” jawab seorang temanku yang awalnya teman biasa dan kini menjadi sahabat terbaik ku.
Kami memanggilnya Ucok, karena temanku ini berasal dari Medan, Sumatera Utara. Padahal Ucok sendiri tidak memiliki marga, Dia hanya orang jawa yang tinggal di Sumatera Utara.
“Tenang cok, besok kita kan masih ada kelas, nanti kau duduk disampingku, akan kutunjukkan kau harta karun surga yang turun kebumi, ya”, aku menjawab dengan candaan karena temanku yang satu ini memang ceria dan memiliki jiwa humor yang tinggi.
“Nanti, jangan lupa Bi, cewek-cewek itu kan berlima, kau kenalkan aku sama temannya satu ya”, Ucok berantusias sambil merangkul dan membisikkan ketelingaku dengan nada pelan.
“Woiii, cewek aja yang kalian urusin, yuk pulang ke kos, perutku lapar” sahut teman satu kos Ucok, Riza.
(*)
Ketika perkenalanku dengan Anggi hari pertama dikelas, aku sudah memperoleh nomor teleponnya, aku sangat serius ingin lebih dekat mengenalnya. Minggu pertama dan kedua ini mungkin materi dalam kelasku belum terlalu serius, karena masih tahap perkenalan antara Dosen dan Mahasiswa baru, seperti yang disampaikan oleh Dosen pertama masuk pada hari pertama waktu itu. Aku sering berkomunikasi dengan Anggi, melalui SMS, telepon, hanya untuk medapat kabar sedang apa dirinya saat itu. Hari-hariku menjadi indah, berwarna dan penuh roman-roman cinta yang semakin berakar dalam janin hatiku. Tak perduli panas mentari, dinginnya malam, jika Anggi butuh bantuan aku selalu siap siang dan malam.
“Kriiing….kriinnnggg……………” teleponku berbunyi. Secepat kilat aku beranjak dari tempat tidur, yang pada saat itu aku sedang melamun memikirkan Dia.
“Halo, ya Anggi ada, apa”
“Abi bisa temeni Anggi gak”
“Bisa, bisa, Temeni kemana Nggi” jawabku penuh antusias.
“Temani Anggi ke Toko Baju yuk, Anggi mau beli baju kuliah, Anggi Cuma bawa baju sedikit dari rumah, Anggi tunggu di Kos ya Bi, daaa Abi”
Lima menit selesai waktuku buat bersiap menjemput Anggi, dari mandi, memilih baju, dan memanaskan kendaraanku. Kutancap gas motorku seperti pembalap, dan ditengah perjalanan aku dihentikan oleh getar dan suara panggilan telepon dari seseorang. Ternyata hanya SMS, aku berhenti sejenak, penasaran membaca SMS itu dari siapa dan apa isinya.
“Bi, Anggi udah jalan sama temen Anggi, maaf ya ngerepotin Abi, Anggi pergi sama temen Anggi nih, soalnya udah dijemput, makasih ya Bi”
Setelah membaca SMS itu akupun hancur, hatiku sedikit terluka, aku tahu aku bukanlah siapa-siapa Anggi, tapi aku memiliki rasa yang besar untuknya. Saat itu aku bertanya kepada Tuhan,
“Tuhan, mengapa Engkau menciptakan hati yang lemah ini, hati ini sangat mudah dihancurkan oleh duri-duri cinta yang tajam”.
Aku bergegas melajukan kendaraanku, namun tujuan dan arahku berubah, aku ingin bertemu sahabatku, Ucok. Belum aku selesai menghentikan kendaraanku, Ucok yang saat itu sedang di teras kos-kosan langsung menghampiriku yang melihat raut wajahku yang sedikit tegang dan kaku.
“Kenapa Bi?”
Ucok bertanya dengan nada penasaran sambil memandangku. Aku terdiam sejenak, menghela nafasku, lalu aku duduk sambil membakar sebatang rokok sembari menjawab pertanyaan dari sahabatku ini.
“Abi gak kenapa-kenapa Cok” dengan berat aku menjawab, walaupun sebenarnya senyumanku hanya untuk menyenangkan sahabatku saja.
“Abi, Kau tak bisa lah bohong-bohong sama aku, tak bisa kau tipu-tipu aku, wajah kau tak meyakinkan kalau kau tak kenapakenapa. Pasti Anggi? Kau ceritalah samaku, mungkin aku bisa bantu kau, bisa hibur kau Bi.”
Tak sanggup aku bercerita banyak tentang kejadian ini, aku hanya banyak mengalihkan pembicaraan seputar perkuliahan agar sahabatku ini tidak bertanya terusmenerus.
“Bi, nanti kalau udah tenang, kau cerita ya, dijamin rahasianya aman.”
Ucok bukanlah sahabatku satu-satunya pada kisah ini, namun sahabatku inilah yang selalu ada saat aku terpuruk, sedih, dan senang. Semua masalah yang terjadi aku selalu cerita dengannya, begitu pula dia. Aku tak merasa bahwa sahabatku ini orang lain, karena aku mengganggap dia lebih dari seorang saudara kandungku sendiri.
Seminggu berlalu setelah kejadian itu, perasaan kecewaku masih tersisa dipucuk harapanku. Aku sudah mulai jarang berkomunikasi dengan Anggi, aku hanya banyak menyibukkan diri dengan sahabatku, walau secara diam-diam aku masih menyimpan keinginan untuk menguhubunginya.
Sesuatu yang mudah kulakukan tanpa harus berkomunikasi dengan Anggi secara langsung adalah memandangi foto-foto miliknya di telepon milikku, di komputer pribadiku, dan tak luput sekali-sekali aku ingin tahu keadaannya dengan melihat kegiatannya di media sosial yang masa itu masih menggunakan akun friendster.
Sungguh aku benar-benar menjadi seorang pemuja rahasia, mencintai seseorang yang belum peka akan manisnya cinta, ibarat serangga kecil mencintai sang mawar yang disinggahi sang kumbang. Namun hari-hariku sedikit terobati dengan humor dan hiburan serta semangat dari sahabat-sahabatku, aku hanya bisa gila-gilaan bersama mereka, sahabatku, tapi urusan hati dan cinta, masih kuukir dalam lubuk hati yang paling dalam, hanya untukmu, Anggi.
(*)