- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita Luar Negeri
Eks Death Squad Akui Bunuh 1.000 Orang Selama 25 Tahun Atas Perintah Duterte


TS
bigbullshit
Eks Death Squad Akui Bunuh 1.000 Orang Selama 25 Tahun Atas Perintah Duterte

Edgar Matobato
Quote:
Manila- Mantan anggota Davao Death Squad (DDS), Edgar Matobato, membeberkan pekerjaan kejinya di bawah perintah Presiden Filipina Rodrigo Duterte saat masih menjabat Wali Kota Davao. Matobato mengklaim, dirinya bersama tim telah membunuh 1.000 orang selama 25 tahun atas perintah Duterte.
Hadir dalam rapat dengar pendapat Komisi Hukum dan HAM pada Senat Filipina, Matobato sama sekali tidak menutup wajahnya. Setelah menyerahkan diri tahun 2009, Matobato masuk program perlindungan saksi. Namun ketika Duterte memenangi pilpres pada Mei lalu, dia hidup dalam persembunyian karena takut.
Entah bagaimana, Matobato bersedia hadir memberikan keterangan di hadapan Senat soal praktik pembunuhan di luar hukum yang selama ini disebut-sebut dilakukan Duterte selama memimpin Davao. Ketua Komisi Hukum dan HAM pada Senat Filipina, Leila de Lima, yang juga mantan Menteri Kehakiman Filipina memang bertekad membongkar 'kekejian' Duterte.
Dalam keterangannya, seperti dilansir AFP, Kamis (15/9/2016), Matobato terang-terangan membeberkan cara kerja dirinya dan timnya. Menurut Matobato, dirinya membunuh dengan mencekik, membakar, memutilasi dan mengubur korbannya di area bekas tambang milik pejabat kepolisian yang juga anggota DDS.
Beberapa jasad korban lainnya ada yang dibuang ke laut agar dimakan ikan. Sedangkan salah satu korban, sebut Matobato, tewas setelah diumpankan hidup-hidup ke buaya. Satu tim DDS, menurut Matobato, juga terdiri atas sekelompok polisi dan mantan pemberontak komunis. "Tugas kami adalah membunuh pelaku kriminal, pemerkosa, pengedar narkoba, dan penjambret. Itu yang kami lakukan. Kami membunuh orang hampir setiap hari," terang Matobato, yang diambil sumpah sebelum memberi keterangan.
Matobato menuturkan, timnya membunuh kebanyakan tersangka kejahatan dan juga musuh-musuh pribadi keluarga Duterte antar tahun 1988 hingga 2003. Kebanyakan korban yang akan dibunuh, diculik terlebih dahulu oleh anggota DDS yang memperkenalkan diri sebagai polisi. Para korban, menurut Matobato, kemudian dibawa ke bekas lokasi tambang setempat dan dibunuh kemudian dikubur.
"Polisi memberitahu kami bahwa pembunuhan biasa tidak akan mempan. Mereka sadis. Kemudian kami melepas pakaian korban, membakar jasadnya dan memutilasinya," tuturnya. Di hadapan Senat Filipina, Matobato mengaku dirinya secara personal telah membunuh sekitar 50 orang. Ditambahkan Matobato, korban-korban lainnya dibedah dan diambil organ dalamnya kemudian dibuang ke laut agar dimakan ikan. Beberapa jasad korban ditinggalkan begitu saja di jalanan kota Davao, namun di tangan jasad-jasad itu disematkan pistol.
Salah satu korban merupakan pria warga negara asing yang diduga teroris internasional, sedangkan satu korban lainnya merupakan kekasih saudara perempuan Duterte. Seorang penyiar lokal di Davao bernama Jun Pala, yang kerap mengkritik Duterte, juga menjadi korban. Empat pengawal rival Duterte dan dua musuh putra Duterte, Paolo yang kini menjadi Wali Kota Davao, juga dibunuh atas perintah Duterte.
Matobato menyatakan, tim pembunuh bayaran menerima perintah langsung dari Duterte atau dari pejabat kepolisian Duterte yang masih aktif, yang ditugaskan di kantor Wali Kota Davao saat itu. Saat ditanya mengapa dirinya meninggalkan DDS, Matobato menjawab: "Saya tergerak hati nurani saya."
Pengakuan Eks Death Squad: Duterte Tembak Mati Pejabat Kehakiman Filipina
Quote:
Manila - Presiden Filipina Rodrigo Duterte pernah menembak mati secara langsung seorang pejabat Departemen Kehakiman di Davao juga memerintahkan pembunuhan musuh-musuhnya. Pengakuan mengejutkan ini untuk pertama kalinya datang dari mantan pembunuh bayaran yang ditugaskan Duterte.
Mantan pembunuh bayaran bernama Edgar Matobato (57) itu tampil memberikan keterangannya di hadapan Senat Filipina Komisi Hukum dan HAM, seperti dilansir AFP, Kamis (15/9/2016). Keterangan yang diberikan Matobato itu terjadi saat Duterte masih aktif menjabat Wali Kota Davao. Menurut Matobato, tahun 1993 lalu, saat dirinya dan anggota death squad lainnya hendak menjalankan misi, mereka tiba-tiba dihadang oleh kendaraan seorang agen dari Biro Investigasi Nasional pada Departemen Kehakiman. Baku tembak pun tak terhindarkan dalam 'pertemuan' itu.
Menurut Matobato, Duterte yang saat itu menjabat Wali Kota Davao, kemudian tiba di lokasi dan membunuh agen tersebut. "Wali Kota Duterte merupakan orang yang menghabisinya. Jamisola (nama pejabat kehakiman itu) masih hidup ketika dia (Duterte) tiba. Dia mengosongkan dua magasin Uzi (jenis senapan mesin) ke arahnya (pejabat kehakiman)," terang Matobato.
Matobato tampil dalam sidang Senat yang bertujuan menyelidiki praktik pembunuhan di luar hukum dalam kebijakan antikejahatan yang digaungkan Duterte. Kepolisian Filipina mengakui, sedikitnya 3.140 orang tewas selama 72 hari Duterte menjabat.
Kepala Komisi HAM pada Senat Filipina, Leila de Lima, menuturkan bahwa Matobato telah menyerahkan diri pada tahun 2009 dan masuk program perlindungan saksi. Duterte menjabat Presiden Filipina sejak 2 bulan lalu dan saat memenangi pemilu pada Mei, dia bersumpah akan membunuh ribuan pelaku kriminal. Matobato menyatakan, tim pembunuh bayaran menerima perintah langsung dari Duterte atau dari pejabat kepolisian Duterte yang masih aktif, yang ditugaskan di kantor Wali Kota Davao saat itu.
Putra Duterte yang Wawalkot Davao Perintahkan Bunuh Jutawan karena Perempuan
Quote:
Manila - Bila Presiden Rodrigo Duterte mengeluarkan perintah pembunuhan karena pembunuhan, putranya, Paolo Duterte juga melakukannya dengan alasan berbeda, perempuan. Paolo terungkap pernah memerintahkan pembunuhan itu pada seorang jutawan Filipina, Richard King, pada 2014 lalu.
Hal ini terungkap dari pengakuan seorang mantan anggota Davao Death Squad (DDS), Edgar Matobato, pada rapat dengar pendapat di depan Senat Filipina Komisi Hukum dan HAM yang dilansir dari Inquirer, pada Kamis (12/9/2016). Davao Death Squad adalah sekelompok pembunuh bayaran di Davao, yang dituding bertanggung jawab atas pembunuhan ribuan orang kriminal dan narkoba di kota itu. "Richard King dibunuh di Kota Davao. Itu atas perintah Paolo Duterte," jelas Matobato dalam rapat itu.
Paolo adalah putra sulung Presiden Duterte yang kini masih menjabat Wakil Wali Kota Davao. "Paolo Duterte dan Richard King itu rival kalau soal perempuan. Pemilik McDonalds, Ochoa (nama perempuan itu). Saya tak tahu nama depannya, Bu, tapi nama keluarganya Ochoa," imbuh Matobato.
Selain Richard King, jutawan pemilik jaringan hotel di Filipna, Matobato menambahkan Paolo memerintahkan untuk membunuh 2 orang lagi, yang merupakan lawan politiknya. "Kami juga pernah beroperasi di mana Wakil Wali Kota Paolo Duterte memerintahkan membunuh musuhnya," jelas Matobato.
Saat itu, lanjutnya, dia adalah satu dari dua pembunuh bayaran yang diperintahkan membunuh musuh Paolo. Sedangkan seorang musuh lainnya, dibunuh di sebuah pom bensin. "Dia (Paolo) hanya marah, terus memanggil kami. Dia memerintahkan kami untuk membunuh seseorang di sana. Kami tak tahu alasan di balik itu," tuturnya.
Cara membunuhnya, Matobato menjelaskan, seseorang mengambil target saat mengantre membeli air di pom bensin. Target saat itu marah-marah. Dicecar Senat, bagaimana DDS membunuh target kedua yang diperintahkan Paolo, Matobato menjawab, "Kami 'mengamankan' dia".
pejabat psikopat bgini, malah bs jd presiden pinoy??? orang2 pinoy trnyata lbh edan drpd orang2 rusia.....





anasabila dan sebelahblog memberi reputasi
2
4.1K
Kutip
28
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan