- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Kebahagiaan Masif di Tengah Paceklik Sumbawa


TS
act.id
Kebahagiaan Masif di Tengah Paceklik Sumbawa

SUMBAWA - Siapa tak mengenal Sumbawa, pulau dengan banyak keistimewaan sumber daya alamnya. Jika mengenal Sumbawa, tentu lintas pikiran akan tertuju pada madu Sumbawa, sapi Sumbawa, kuda Sumbawa, kopi Sumbawa, dan beragam produk alam khas lainnya. Keistimewaan tersebut ternyata bukanlah sekadar kiasan, potensi besar ada di tanah Sumbawa ini.
Berkaitan dengan ibadah kurban, sapi Sumbawa menjadi primadona di seantero nusantara. Terkenal dengan warna tubuh coklat dan kaki sapi berwarna putih. Berbadan kekar, bergerak lincah, dan nyaris tanpa lemak. Pemeliharaan sapi oleh masyarakat Sumbawa bersifat ekstensif tradisional dikenal dengan nama “lar”. Guna tidak tertukar umumnya sapi ditandai dengan stempel panas lalu dilepasliarkan pada sebuah bukit. Ketika alam tengah tidak bersahabat karena terik panasnya, pemilik biasanya mengumpulkan sapi di ladang miliknya.

Memiliki sapi adalah aset keuangan bagi warga Sumbawa, sedangkan untuk pemasukan harian para peternak sapi juga menjalankan proses pertanian. Di musim penghujan ladang-ladang akan difungsikan sebagai sawah padi ataupun tanaman jagung. Apabila musim kemarau tiba, nasib para warga yang bergantung pada alam ini ibarat pribahasa ‘untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak’. Paceklik tidak dapat dihindarkan, pendapatan warga terjun bebas. Terlebih apabila sapi-sapi belum laku untuk dijual, dapur mengepul dari sedikit tabungan itu pun sudah baik.
Inilah yang terjadi saat ini di Sumbawa, di saat sebagian besar wilayah di Indonesia tengah mengalami kemarau basah, kemarau namun tetap hujan derass. Keadaan tersebut ternyata bertolak belakang dengan cuaca di Nusa Tenggara Barat (NTB), sudah 3 bulan lamanya hujan deras tidak turun. Hal ini ternyata tidak terjadi saat ini saja, hampir setiap musim kemarau dua pulau besar di NTB yaitu, Lombok dan Sumbawa tidak pernah luput dari bencana kekeringan.

Efek domino dirasakan masyarakat NTB khususnya di Pulau Sumbawa, kini aliran sungai hilang dari pandangan, sumur-sumur kering kerontang, saluran irigasi terlihat kerak dasarnya, dan lahan pertanian retak tak terkira. Senada dengan yang dijelaskan oleh Suharyanto, Kepala Desa Bunga Eja, Kec. Empang, Kabupaten Sumbawa ketika ditemui di ladang jagung milik salah satu warga, "Sudah 3 bulan setetes air hujan tidak turun di Bumi Samawa. Sungai kering kerontang, sawah hanya tinggal nama. Tidak ada satu tanaman pangan apapun yang dapat tumbuh."
Dengan cuaca panas yang entah kapan berakhir kini, menanam padi hanya jadi khayalan. Jagung yang biasanya tahan kekeringan, tahun ini tidak dapat tumbuh di ladang. Tradisi Sumbawa, ladang diairi dengan sistem tadah hujan. Tidak ada hujan tertadah, tidak ada daya melawan paceklik.
Menyimak apa yang tersaji di depan mata ketika memaknai Sumbawa lebih dalam, tak perlu lagi ada alasan tambahan bagi Global Qurban untuk tidak mendistribusikan amanah pekurban di tanah Sumbawa ini. Dilihat dari tingkat kerawanan bencana, terlihat jelas bahwa kekeringan di Sumbawa merupakan bahaya yang sangat nyata. Ditinjau dalam segi ekonomi masyarakat, Kabupaten Sumbawa masih memegang peringkat daerah tertinggal di Indonesia. Diamati dengan standar kesehatan, entah ada berapa banyak anak-anak yang menderita gizi buruk.
Kemarin (12/09) tepat setelah ibadah salat Ied, sekitar pukul 09.00 WITA, penyembelihan 24 sapi pertama untuk Pulau Sumbawa dilaksanakan di sebuah ladang luas. Warga dari 12 desa datang berduyun-duyun guna melihat puluhan sapi disembelih, sebagian dari warga membawa pisau dan parang guna membantu mempercepat proses penyembelihan dan pencacahan daging.
Sebelum disembelih, setiap sapi diperiksa secara intensif oleh Dinas Peternakan Kab. Sumbawa. Hasilnya, seluruh sapi sehat dan memenuhi persyaratan untuk dikurbankan. Implementator Global Qurban kemudian melakukan pendataan nama pekurban. Sapi kemudian dipindahkan ke sudut-sudut ladang, sesuai posisi berkumpul warga masing-masing desa.
Seluruh proses penyembelihan, pencacahan, dan distribusi kurban dijalankan dengan partisipasi masyarakat. Implementator Global Qurban hanya memantau bahwa prosesnya sesuai perencanaan. Tak disangka, dengan partisipasi masyarakat, seluruh rangkaian penyembelihan hewan kurban hanya membutuhkan total waktu tepat 3 jam.
Bahagia tercurah dari setiap raut wajah masyarakat yang hadir, masing-masing warga yang hadir seakan sudah membagi tugas. Para pria umumnya bertugas untuk menyembelih dan menguliti, sedangkan para ibu bertugas mencacahkan daging. Berada di tengah suasana hangat masyarakat, seakan tidak percaya bahwa kegiatan penyembelihan ini dapat berjalan mulus.
Sore hari selepas Ashar, implementator Global Qurban Sumbawa menggunakan cara yang berbeda untuk proses pendistribusian kurban 11 sapi lainnya. Kali ini masing-masing sapi disebarkan ke 11 dusun, secara estafet implemetator mengunjungi setiap dusun kemudian menyembelihnya. Beberapa warga desa menyebutkan, bahwa ini pertama kalinya ada kurban di dusunnya.
Sebagian amanah pekurban dari Global Qurban telah tertunaikan tepat di bumi Samawa ini. Kesan bahagia hadir dalam setiap raut wajah masyarakat. Ucapan penuh doa dari masyarakat dan aparat terus mengiringi tim Global Qurban dalam setiap langkahnya. Suharyanto mewakili masyarakat mengucapkan terima kasihnya kepada pekurban dan berharap kerjasama dengan ACT dapat ditingkatkan melalui program produktif guna meningkatkan kesejahteraan warga desanya.
"Kami tu terima kasih lako ACT ade tu bao beang kami sapi kurban untuk yang kedua kali berturut turut di desa kami. Mudah-mudahan ini akan berlanjut dengan pemberdayaan masyarakat," pungkas Kepala Desa Bunga Eja.
Penulis: Wahyu Ramdhan Wijanarko
Editor: Dyah Sulistiowati
Ayo Berpartisipasi
0
2.3K
23


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan