- Beranda
- Komunitas
- Buat Latihan Posting
asdasdfdsgas


TS
tuhan666
asdasdfdsgas
Kucing dan Celoteh Tanpa Makna
Sekitar seminggu yg lalu, saat menikmati secangkir kopi di sela-sela istirahat kerja, saya melihat rekan kerja saya, bang Ade, sibuk mengejar seekor anak kucing yg berkeliaran di area bengkel. Ketika dia berhasil menangkap kucing tersebut, alih-alih melepas kucing di tempat aman, dia justru memasukkan makhluk kecil malang itu kedalam bak sampah yg penuh dengan botol-botol oli bekas. Luar biasa sekali beliau. Mungkin sudah masuk kategori animal-abuse. Ingin rasanya melemparkan cangkir kopi ke wajah Bang Ade, fight fire with fire. Muak, tetapi di titik ini dibanding konfrontasi dengan “pelaku”, mungkin lebih baik jika saya mengamankan sang “korban”. Saya pun bergegas mengambil kucing itu dari bak sampah, lalu membawanya ke sudut parkiran motor.

Kucing ini meskipun jinak, namun dia tampak ketakutan. Jalannya sedikit pincang, kaki belakang ada bekas luka. Bulunya dekil lantaran basah oleh cairan oli, namun bola matanya berwarna biru cantik. Setelah kelihatan tenang, saya mencoba mengelus lehernya. Langsung akrab. Dia bahkan terus-menerus mencoba memanjat kaki saya sambil mengeong-ngeong. Dia seolah berkata “rawatlah aku yg malang ini wahai infidel ignorant, niscaya kamu akan diberkati dan diringankan dosanya kelak”. Tentu saja saya sebagai agnostik merespon jeritan dia tanpa mengharapkan imbalan hidayah dan pahala dari Tuhan. Saya pangku kucing tersebut, lalu saya masukkan ke sebuah kandang lipat yg memang sejak lama saya lihat berada di pojok parkiran. Saya belikan kucing tersebut sepotong ayam goreng di warteg langganan saya.

Awalnya saya menamakan kucing tersebut Abu Lahab, lantaran selain dia makan dengan lahap, saya juga mengidolakan Abu Lahab, tokoh konservatif brutal pembela tradisi Mekkah era permulaan Islam di jaman nabi dulu. Sore harinya saya bulatkan tekad untuk membawa kucing ini ke kontrakan saya di Sawangan, sebagai pengganti Tom, kucing berusia satu tahun peliharaan saya yg hilang sejak lebaran bulan lalu. Teman-teman menertawakan saya ketika melihat saya kerepotan mengendarai motor yg bagian belakang dijejali kandang berisi kucing. Ah, peduli setan dengan tertawaan mereka.

Sampai di Depok saya lap badannya, sudah terlalu sore buat memandikannya. Lalu saya belikan makanan kaleng serta dot mungil di petshop langganan saya. Niat membeli susu khusus anak kucing terpaksa saya urungkan karena isi dompet saya ternyata tidak bisa diajak kompromi. Ah tak mengapa, tiada rotan akar pun jadi. Susu SGM bayi 0-6 bulan pun tak masalah, selain karena harganya yg terjangkau. Tubuh kecilnya gemetaran saat dia mencecap dot berisi susu. Melihat Abu Lahab yang sedikit demi sedikit kelihatan membaik, saya akhirnya mengganti namanya menjadi "Happy" .Dia memang nampak gembira, walaupun dia masih berjalan pincang. Si Happy senangnya lari-larian, tidak bisa diam selalu mengajak bercanda.

Thread ini adalah cerita tentang seekor kucing yg saya pungut. Dan bagaimana saya terus terusan merubah namanya sesuai dengan keadaan. Mungkin karena saya seorang perantauan yang survivalis. Barangkali ada sebabnya kenapa saya demen memungut kucing liar. Kucing liar seperti layaknya kaum marjinal dengan luka-luka di tubuh dan masa lalu kelam, tetapi memiliki semangat hidup yang dahsyat. Kerasnya hidup di jalanan justru mengeraskan ambisi hidup mereka. Walaupun mereka diacuhkan dan diabaikan, dengan kegigihan semangat toh mereka bisa bertahan walaupun dengan segala cara. Jelas.. jelas saya ikutan bangga pada Happy dan merasa tepat menamakan dia Happy the happy cat sampai dua hari kemudian saya berubah pikiran lagi.
Pulang kerja saya menemukan Happy berbaring lemas di dalam kandangnya. Tubuhnya terkulai, tidak ada tanda tanda kehidupan. Satu-satunya tanda dia masih hidup adalah kedua kaki belakangnya kadang tiba-tiba mengejang. Saya panik tapi tidak tahu harus bagaimana, rasanya tidak memungkinkan untuk membawanya ke Vet, mengingat kondisi keuangan saya yg memang selalu morat-marit. Saya taruh dia di atas karpet dan saya beri selimut lalu cuma bisa sedih dan pasrah. Besok saya harus menggali lobang buat menguburkan Happy.
Ini mungkin bukan cuma cerita soal kucing tapi juga soal mukjizat. Ingat, walaupun saya tidak mempercayai segala mukjizat seperti yg tertulis di kitab-kitab suci, saya masih mempercayai keajaiban, fenomena alam lebih tepatnya. Terbangun pagi hari, saya sudah siap untuk mencium bau bangkai Happy. Saya tebak tubuhnya sudah kaku membatu. Tapi dipojokan sana tidak saya temukan a dead happy, yang saya temukan malah a living happy yang sedang rebahan duduk kalem di sisi piring kaleng tempat makanan kucing. Dia hidup kembali tanpa memberi tanda tanda. Ini adalah keajaiban. Happy bangkit dari kematian. Inilah Hari Paskah didunia kucing.
Thread ini bukanlah mencoba mengangkat agama Nasrani. Saya bukanlah orang Katolik atau Protestan. Tapi melihat keajaiban di depan mata, terpaksa saya mengganti nama kucing ini lagi. Dari Happy ke Jesus. Rasanya nama ini bakal cocok buat kucing marjinal yang mampu dengan kalemnya bangkit dari mati. Kucing gelandangan yang telah menjadi kucing rumah. Jesus kini baik baik saja. Ketika menulis thread ini, Jesus bermain-main diatas laptop butut saya. Tiap kali saya memencet tuts keyboard, Jesus dengan sigap menubruk jari tangan saya, layaknya seekor cheetah menerkam mangsanya. Ekor Jesus mengibas ke kiri kanan seperti wiper mobil di kala hujan. Jesus kelihatan bahagia berteman dengan orang agnostik.

Well, kadang dengan segan saya berpikir bahwa memungut anak kucing dari jalanan bukanlah sesuatu yg bijak. Karena sepanjang pengalaman saya, setelah kucing menjadi dewasa, maka kucing tersebut kehilangan sifat independent sama sekali. Hal ini berbeda jauh seperti saat mereka hidup bebas di luar sana. Saat itu mereka masih menggunakan naluri kebinatangannya yang tajam, mereka tidak membutuhkan uluran manusia. Untuk makan mereka bisa mencari sendiri. Menggelandang dari gang ke gang...
Memungut kucing liar ibarat menempatkan masyarakat tidak mampu di sebuah negara sosialis. Mereka akan disubsidi dengan alasan social justice, berleha-leha menunggu cek dari negara, mendapat kompensasi, segala sesuatu dijamin negara. Namun tentu ini menumpulkan semangat berdikari, independensi dan kreatifitas kelas masyarakat proletar tersebut. Ini seperti ketika presiden SBY menerapkan program Bantuan Langsung Tunai atau BLT, banyak yg menilai ini sebagai program pembodohan masyarakat yang mengubah mental bangsa menjadi pemalas, peminta-minta, dan manja. Kebijakan naif dan picik ala negara sosialis yg dipikir akan membuat masyarakat makmur dan aman sejahtera. Tapi mungkin tidak ada relevansinya menyangkut pautkan kucing liar dengan sebuah welfare system – socialism. Tulisan ini sudah melenceng terlalu jauh. Hahaha..
Tiap kali menonton tayangan dokumenter Animal Planet atau National Geographic, di cagar alam Amerika seperti Yellowstone atau Yosemite Valley para pengunjung dilarang memberi makan para rusa, reindeer, bajing, coyote, atau binatang lainnya. Sebab, mereka akan memiliki ketergantungan makan pada manusia, dependensi yg mengikis insting mereka untuk mencari makan sendiri. Begitu musim salju tiba, para penghuni taman nasional itu bakalan mati kelaparan semua. Memberi makan binatang liar artinya membunuh mereka pelan pelan.
Jadi apakah lebih bijak melepas-liarkan kucing yg telanjur dipungut? Tentu saja tidak, sudah terlambat saya pikir. Melepaskan kembali kucing yg telah dipungut ke jalanan ibarat memasukkan orang Yahudi ke camp konsentrasi Auschwitz di Polandia jaman Nazi dibawah kepemimpinan diktator Hitler. Kucing-kucing ini hanya menunggu waktu buat mati secara tragis. Sampai sekarang, dilema kucing liar seperti buah simalakama.
Bersenjatakan wajah yang cute, para kucing pandai benar menggunakan kelebihannya untuk memperalat hati saya untuk memungut dan memelihara mereka. Atau mungkin memang saya yg rada bloon bin oneng lantaran tidak pernah kapok memungut mereka. Ah, entahlah.. saya hanya ingin menjadi manusia yg ber pri-kehewanan, lebih baik memanusiakan binatang daripada membinatangkan manusia apalagi jika binatang tersebut perpri-kemanusiaan, terlebih jika manusia itu berpri-binatangan. Bingung ? wajar, saya juga bingung dengan apa yg saya tulis barusan.
Yg jelas Jesus sudah tertidur diatas bantalnya, pulas seperti bayi, ia kelihatan bahagia. Bahagia mungkin karena besok libur panjang menyambut Hari Raya Qurban. Pikiran saya kembali melanglang buana, membayangkan tradisi ritual berqurban yg dilatar belakangi kisah nabi Ibrahim yg diperintah Allah untuk menyembelih putranya, nabi Ismail. Namun di detik-detik akhir, secara dramatis Allah mengganti tubuh nabi Ismail dengan sesosok domba. Saya lega tentu saja,tapi bukan lega karena sang Ismail lolos dari maut. Saya lega karena untungnya bukan kucing yg digunakan Allah untuk menggantikan peran putra sang Ibrahim. Saya bergidik ngeri, jika saja jaman dulu kucinglah yg dipilih untuk menggantikan peran nabi Ismail, maka bisa dipastikan Idul Adha nanti Jesus peliharaan saya nasibnya akan berakhir sebagai opor, gulai, atau sate.
Tapi untungnya semua skenario penyembelihan itu hanya ada dipikiran saya. Dan kelihatannya otak dan tulisan saya semakin ngelantur. Daripada semakin ngaco, mungkin saya sudahi saja tulisan ini, bersama tegukan terakhir Bir Bintang yg sukses membuat saya meliar bersama imajinasi…
Oh, hampir lupa..saya ucapkan selamat Idul Adha, semoga semua makhluk hidup berbahagia.



Sekitar seminggu yg lalu, saat menikmati secangkir kopi di sela-sela istirahat kerja, saya melihat rekan kerja saya, bang Ade, sibuk mengejar seekor anak kucing yg berkeliaran di area bengkel. Ketika dia berhasil menangkap kucing tersebut, alih-alih melepas kucing di tempat aman, dia justru memasukkan makhluk kecil malang itu kedalam bak sampah yg penuh dengan botol-botol oli bekas. Luar biasa sekali beliau. Mungkin sudah masuk kategori animal-abuse. Ingin rasanya melemparkan cangkir kopi ke wajah Bang Ade, fight fire with fire. Muak, tetapi di titik ini dibanding konfrontasi dengan “pelaku”, mungkin lebih baik jika saya mengamankan sang “korban”. Saya pun bergegas mengambil kucing itu dari bak sampah, lalu membawanya ke sudut parkiran motor.

Kucing ini meskipun jinak, namun dia tampak ketakutan. Jalannya sedikit pincang, kaki belakang ada bekas luka. Bulunya dekil lantaran basah oleh cairan oli, namun bola matanya berwarna biru cantik. Setelah kelihatan tenang, saya mencoba mengelus lehernya. Langsung akrab. Dia bahkan terus-menerus mencoba memanjat kaki saya sambil mengeong-ngeong. Dia seolah berkata “rawatlah aku yg malang ini wahai infidel ignorant, niscaya kamu akan diberkati dan diringankan dosanya kelak”. Tentu saja saya sebagai agnostik merespon jeritan dia tanpa mengharapkan imbalan hidayah dan pahala dari Tuhan. Saya pangku kucing tersebut, lalu saya masukkan ke sebuah kandang lipat yg memang sejak lama saya lihat berada di pojok parkiran. Saya belikan kucing tersebut sepotong ayam goreng di warteg langganan saya.

Awalnya saya menamakan kucing tersebut Abu Lahab, lantaran selain dia makan dengan lahap, saya juga mengidolakan Abu Lahab, tokoh konservatif brutal pembela tradisi Mekkah era permulaan Islam di jaman nabi dulu. Sore harinya saya bulatkan tekad untuk membawa kucing ini ke kontrakan saya di Sawangan, sebagai pengganti Tom, kucing berusia satu tahun peliharaan saya yg hilang sejak lebaran bulan lalu. Teman-teman menertawakan saya ketika melihat saya kerepotan mengendarai motor yg bagian belakang dijejali kandang berisi kucing. Ah, peduli setan dengan tertawaan mereka.

Sampai di Depok saya lap badannya, sudah terlalu sore buat memandikannya. Lalu saya belikan makanan kaleng serta dot mungil di petshop langganan saya. Niat membeli susu khusus anak kucing terpaksa saya urungkan karena isi dompet saya ternyata tidak bisa diajak kompromi. Ah tak mengapa, tiada rotan akar pun jadi. Susu SGM bayi 0-6 bulan pun tak masalah, selain karena harganya yg terjangkau. Tubuh kecilnya gemetaran saat dia mencecap dot berisi susu. Melihat Abu Lahab yang sedikit demi sedikit kelihatan membaik, saya akhirnya mengganti namanya menjadi "Happy" .Dia memang nampak gembira, walaupun dia masih berjalan pincang. Si Happy senangnya lari-larian, tidak bisa diam selalu mengajak bercanda.

Thread ini adalah cerita tentang seekor kucing yg saya pungut. Dan bagaimana saya terus terusan merubah namanya sesuai dengan keadaan. Mungkin karena saya seorang perantauan yang survivalis. Barangkali ada sebabnya kenapa saya demen memungut kucing liar. Kucing liar seperti layaknya kaum marjinal dengan luka-luka di tubuh dan masa lalu kelam, tetapi memiliki semangat hidup yang dahsyat. Kerasnya hidup di jalanan justru mengeraskan ambisi hidup mereka. Walaupun mereka diacuhkan dan diabaikan, dengan kegigihan semangat toh mereka bisa bertahan walaupun dengan segala cara. Jelas.. jelas saya ikutan bangga pada Happy dan merasa tepat menamakan dia Happy the happy cat sampai dua hari kemudian saya berubah pikiran lagi.
Pulang kerja saya menemukan Happy berbaring lemas di dalam kandangnya. Tubuhnya terkulai, tidak ada tanda tanda kehidupan. Satu-satunya tanda dia masih hidup adalah kedua kaki belakangnya kadang tiba-tiba mengejang. Saya panik tapi tidak tahu harus bagaimana, rasanya tidak memungkinkan untuk membawanya ke Vet, mengingat kondisi keuangan saya yg memang selalu morat-marit. Saya taruh dia di atas karpet dan saya beri selimut lalu cuma bisa sedih dan pasrah. Besok saya harus menggali lobang buat menguburkan Happy.
Ini mungkin bukan cuma cerita soal kucing tapi juga soal mukjizat. Ingat, walaupun saya tidak mempercayai segala mukjizat seperti yg tertulis di kitab-kitab suci, saya masih mempercayai keajaiban, fenomena alam lebih tepatnya. Terbangun pagi hari, saya sudah siap untuk mencium bau bangkai Happy. Saya tebak tubuhnya sudah kaku membatu. Tapi dipojokan sana tidak saya temukan a dead happy, yang saya temukan malah a living happy yang sedang rebahan duduk kalem di sisi piring kaleng tempat makanan kucing. Dia hidup kembali tanpa memberi tanda tanda. Ini adalah keajaiban. Happy bangkit dari kematian. Inilah Hari Paskah didunia kucing.
Thread ini bukanlah mencoba mengangkat agama Nasrani. Saya bukanlah orang Katolik atau Protestan. Tapi melihat keajaiban di depan mata, terpaksa saya mengganti nama kucing ini lagi. Dari Happy ke Jesus. Rasanya nama ini bakal cocok buat kucing marjinal yang mampu dengan kalemnya bangkit dari mati. Kucing gelandangan yang telah menjadi kucing rumah. Jesus kini baik baik saja. Ketika menulis thread ini, Jesus bermain-main diatas laptop butut saya. Tiap kali saya memencet tuts keyboard, Jesus dengan sigap menubruk jari tangan saya, layaknya seekor cheetah menerkam mangsanya. Ekor Jesus mengibas ke kiri kanan seperti wiper mobil di kala hujan. Jesus kelihatan bahagia berteman dengan orang agnostik.

Well, kadang dengan segan saya berpikir bahwa memungut anak kucing dari jalanan bukanlah sesuatu yg bijak. Karena sepanjang pengalaman saya, setelah kucing menjadi dewasa, maka kucing tersebut kehilangan sifat independent sama sekali. Hal ini berbeda jauh seperti saat mereka hidup bebas di luar sana. Saat itu mereka masih menggunakan naluri kebinatangannya yang tajam, mereka tidak membutuhkan uluran manusia. Untuk makan mereka bisa mencari sendiri. Menggelandang dari gang ke gang...
Memungut kucing liar ibarat menempatkan masyarakat tidak mampu di sebuah negara sosialis. Mereka akan disubsidi dengan alasan social justice, berleha-leha menunggu cek dari negara, mendapat kompensasi, segala sesuatu dijamin negara. Namun tentu ini menumpulkan semangat berdikari, independensi dan kreatifitas kelas masyarakat proletar tersebut. Ini seperti ketika presiden SBY menerapkan program Bantuan Langsung Tunai atau BLT, banyak yg menilai ini sebagai program pembodohan masyarakat yang mengubah mental bangsa menjadi pemalas, peminta-minta, dan manja. Kebijakan naif dan picik ala negara sosialis yg dipikir akan membuat masyarakat makmur dan aman sejahtera. Tapi mungkin tidak ada relevansinya menyangkut pautkan kucing liar dengan sebuah welfare system – socialism. Tulisan ini sudah melenceng terlalu jauh. Hahaha..
Tiap kali menonton tayangan dokumenter Animal Planet atau National Geographic, di cagar alam Amerika seperti Yellowstone atau Yosemite Valley para pengunjung dilarang memberi makan para rusa, reindeer, bajing, coyote, atau binatang lainnya. Sebab, mereka akan memiliki ketergantungan makan pada manusia, dependensi yg mengikis insting mereka untuk mencari makan sendiri. Begitu musim salju tiba, para penghuni taman nasional itu bakalan mati kelaparan semua. Memberi makan binatang liar artinya membunuh mereka pelan pelan.
Jadi apakah lebih bijak melepas-liarkan kucing yg telanjur dipungut? Tentu saja tidak, sudah terlambat saya pikir. Melepaskan kembali kucing yg telah dipungut ke jalanan ibarat memasukkan orang Yahudi ke camp konsentrasi Auschwitz di Polandia jaman Nazi dibawah kepemimpinan diktator Hitler. Kucing-kucing ini hanya menunggu waktu buat mati secara tragis. Sampai sekarang, dilema kucing liar seperti buah simalakama.
Bersenjatakan wajah yang cute, para kucing pandai benar menggunakan kelebihannya untuk memperalat hati saya untuk memungut dan memelihara mereka. Atau mungkin memang saya yg rada bloon bin oneng lantaran tidak pernah kapok memungut mereka. Ah, entahlah.. saya hanya ingin menjadi manusia yg ber pri-kehewanan, lebih baik memanusiakan binatang daripada membinatangkan manusia apalagi jika binatang tersebut perpri-kemanusiaan, terlebih jika manusia itu berpri-binatangan. Bingung ? wajar, saya juga bingung dengan apa yg saya tulis barusan.
Yg jelas Jesus sudah tertidur diatas bantalnya, pulas seperti bayi, ia kelihatan bahagia. Bahagia mungkin karena besok libur panjang menyambut Hari Raya Qurban. Pikiran saya kembali melanglang buana, membayangkan tradisi ritual berqurban yg dilatar belakangi kisah nabi Ibrahim yg diperintah Allah untuk menyembelih putranya, nabi Ismail. Namun di detik-detik akhir, secara dramatis Allah mengganti tubuh nabi Ismail dengan sesosok domba. Saya lega tentu saja,tapi bukan lega karena sang Ismail lolos dari maut. Saya lega karena untungnya bukan kucing yg digunakan Allah untuk menggantikan peran putra sang Ibrahim. Saya bergidik ngeri, jika saja jaman dulu kucinglah yg dipilih untuk menggantikan peran nabi Ismail, maka bisa dipastikan Idul Adha nanti Jesus peliharaan saya nasibnya akan berakhir sebagai opor, gulai, atau sate.
Tapi untungnya semua skenario penyembelihan itu hanya ada dipikiran saya. Dan kelihatannya otak dan tulisan saya semakin ngelantur. Daripada semakin ngaco, mungkin saya sudahi saja tulisan ini, bersama tegukan terakhir Bir Bintang yg sukses membuat saya meliar bersama imajinasi…
Oh, hampir lupa..saya ucapkan selamat Idul Adha, semoga semua makhluk hidup berbahagia.



Diubah oleh tuhan666 11-09-2016 04:48
0
1.5K
4


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan