Kaskus

Story

ayuvidiyawatiAvatar border
TS
ayuvidiyawati
part 3
Ke Kantin Bareng


Third *****

“Kalo gitu, ibu keluar dulu. Kalian jangan rebut, tunggu hingga guru datang.”

“Iya bu,” jawab semua murid bersamaan.

Sebelum meninggalkan kelas, seorang guru muncul dari balik pintu. Bu Sinta, guru bahasa Jepang sekaligus wali kelas XI IPA 2.

“Kebetulan guru kalian sudah datang. Saya permisi dulu.”

“Terima kasih bu,” ujar bu Sinta.

“Baik anak-anak, sekarang keluarkan buku bahasa Jepang kalian.” Pelajaran bahasa Jepang di ikuti dengan tertib oleh murid kelas IX IPA 2. Suasana sangat tenang dan hening. Sama sekali tidak ada suara ricuh, karena murid-murid sedang mengerjakan tugas yang di berikan oleh bu Sinta. Akhirnya dua jam pelajaran telah berlalu.

Krriinggg…

Bel berbunyi dua kali, tanda jam istirahat untuk siswa maupun siswi SMAN 1 AMLAPURA. Murid-murid kelas XI IPA 2 terteriak gembira dan berhamburan keluar kelas untuk pergi ke kantin.

“Ran, ke kantin yuk.” Ajak Via.

“Yuk,” jawabnya yang masih membereskan buku-buku di atas mejanya.

“Eh mau ke kantin kan, bareng ya?” terdengar suara seorang cowok dari belakang, ternyata cowok itu adalah Rian.

“Nggak ya! Apaan sih ikut-ikut.” Jawab Via sengit.

”Yaelah, pelit banget sih.”

“Udah, nggak usah betantem gitu. Kalo mau bareng ya ngga masalah.” Rani melerai pertengkaran Rian dan Via.

Setelah pertikaian antara Rian dengan Via berhasil di lerai oleh Rani, akhirnya mereka berempat yaitu, Rani, Rian, Via dan Firman berjalan bersamaan menuju ke kantin sekolah. Rian teringat akan sesuatu, dalam batinnya seperti pernah bertemu dengan Rani sebelumnya. Beberapa detik kemudian, ingatan Rian terlintas di benaknya. Cowok itu ingat pernah bertemu dengan Rani kemarin sore di danau. Dengan begitu, Rian memberanikan diri untuk bertanya kepada Rani.

“Oh iya, kamu bukannya cewek yang aku temuin dompetnya jatuh di danau itu ya?” Cowok itu menatap Rani terang-terangan.

“Tuh kan dugaan gue bener, elo itu orang yang kemarin. Jangan bilang elo juga yang nolongin nenek-nenek nyeberang jalan itu ya?” Rani balik bertanya kepada Rian.

“Kalo iya kenapa?”

“Ngga ada sih. Oh iya kita belum kenalan. Kenalin nama gue—”

Sebelum melanjutkan ucapannya, Rian menatap badge name Rani yang terpampang di baju seragamnya.

“Nathalia Febrani.” Rian melanjutkan.

“Eh iya bener. Kayanya cuma lo aja deh yang ngenalin gue. Tadi pagi Via ngira gue Rina, tante gue juga bilang gitu. Oh iya, nama lo siapa?” Rani bertanya kembali pada Rian.

“Haha. Adrian Rizqi Fauzi, panggil aja Rian.”

“Hah, bentar deh. Tadi kamu bilang apa Ran, Rian nolongin orang? Aku nggak salah denger kan?” tanya Via memotong percakapan mereka berdua seolah tak percaya Rian kemarin telah menjadi seorang pahlawan.

“Iya, kenapa? Salut kalo saya bantuin orang?” Balas Rian meledek Via.

“Ih nggak ya, biasa aja deh.”

Hari ini Via berbeda dengan hari biasanya. Hari ini cewek yang biasanya kalem itu tiba-tiba ingin marah kepada Rian sepanjang hari. Atau mungkin memang karena Via lagi PMS.

“Udah kenapa sih, dari tadi berantem mulu deh.” Rani melerai kembali, cewek itu bosan mendengar Rian dan Via bertengkar dari jam pelajaran bahasa Jepang dan masih berlanjut hingga saat ini.

“Iya iya maaf. Abis Rian sih, resek!”

“Kok saya sih? Kamu kali yang dari tadi bawaannya sensi mulu.” Rian membalas ucapan Via.

“Huufft kalian ini.” Ujar Rani kesal. “Pada mau makan apa nih?” Lanjutnya menawarkan.

“Aku ngikut kamu aja deh Ran. Kamu mau makan apa?” Tanya Via.

“Gue sih mau makan bakso. Eh, bentar deh. Kayanya gue harus belajar ngomong pake aku kamu kali ya?”

“Haha. Harusnya sih begitu.” Rian tertawa kecil mendengar pernyataan polos dari Rani.

“Bener tuh Ran, belajar beradaptasi.” Lanjut Firman yang sepanjang jalan baru kali ini mengeluarkan suara.

“Um, iya udah deh. Ayo dong pada mau pesen apaan?”

“Samain aja semua.” Usul Rian.

“Oke,” Rani berjalan menuju tempat pemesanan makanan untuk memesankan teman-temannya makanan. Saat ingin berbalik, Rani tersentak kaget karena bahunya tidak sengaja tertabrak oleh seseorang.

“Aduh!” Jeritnya.

“Maaf maaf. Kamu ngga pa-pa?” Tanya seseorang itu.

“Ngga apa-apa kok.”

“Kamu Rina kan, anak kelas XI IPA 4?”

“Bukan.”

“Oh kirain. Kalo gitu kenalin, nama aku Angga Fahrurozi.”

“Gue— eh maksudnya, nama ku Rani kak.” Rani melihat badge class cowok itu tertulis kelas XII, makanya cewek itu memanggilnya dengan sebutan kakak.

“Oh Rani. Ya udah Ran, kakak balik duluan ya.” Pamitnya.

Rani hanya mengangguk, kemudian kembali ke tempat di mana teman-temannya duduk.

“Kamu ngga apa-apa Ran?” ucap Via khawatir, seolah telah terjadi kecelakaan yang mengakibatkan Rani luka parah.

“Ngga kok, lebay banget deh.”

“Hm, enak banget sih kamu di tabrak sama kak Ozi, aku pengen deh.”

“Lah, kok pengen di tabrak sih? Aku mah ogah.” Balasnya sengit.

“Permisi, ini makanannya.” Ucap bibi kantin menyodorkan beberapa makanan yang telah di pesan.

“Makasi bik,” ucap Rani.

“Siapa sih yang ngga pengen di tabrak sama kak Ozi? Udah ganteng, kece, ketua OSIS dan kapten tim basket lagi.” Jawab Via melanjutkan perbincangan.

“Kamu sih cocoknya di tabrak pake motor Vi.” Sahut Firman meledek.

“Apaan sih.” Via kesal dan melotot ke arah Firman.

*****

Bel tanda masuk berbunyi. Mereka berempat cepat-cepat melahap makanan yang telah mereka pesean, dan akhirnya mereka pun kembali ke kelas. Beberapa menit setelah mereka sampai di kelas, Pak Ginting melangkah masuk. Kelas tiba-tiba menjadi hening. Tidak ada yang berani mengeluarkan suara ketika dalam pelajaran Pak Ginting, sebab guru itu terkenal galak. Pernah ada seorang murid yang berani melawan Pak Ginting, guru itu menghukum muridnya berdiri di tengah lapangan lalu hormat kepada bendera sampai jam istirahat. Hukumannya belum juga selesai, setelah jam istirahat usai, Pak Ginting lanjut menghukum siswanya itu membersihkan toilet sekolah. Kalau tidak salah korban Pak Ginting waktu itu bernama Gema, anak kelas XI IPS 5. Belajar dari peristiwa itu, hingga saat ini tidak ada seorang murid pun yang berani membantah Pak Ginting.

“Siang anak-anak. Sekarang kumpulkan PR kalian. Sebelumnya ada yang tidak masuk?”

“Masuk semua pak.” Jawab Gilang selaku ketua kelas.

“Berapa jumlah kalian semua?”

“35 pak.”

Jumlah murid kelas XI IPA 2 awalnya 34. Namun, di tambah dengan Rani menjadi 35.

“Baik, silahkan kumpulkan PRnya.”

Siswa-siswi kelas XI IPA 2 maju satu persatu ke meja guru untuk mengumpulkan PR mereka. Sedangkan Pak Ginting menghitung jumlah buku yang sudah terkumpul.

“Kok bukunya cuma 34? Satu lagi mana? Siapa yang tidak mengumpulkan PR?” Ujarnya tegas.

Ketegasan Pak Ginting membuat seisi kelas tetap hening, bahkan tidak ada yang berani menjawab pertanyaan guru itu. Dengan gugup, Rani bangkit dari tempat duduknya memberanikan diri untuk berbicara.

“S-saya pak,” jawabnya gagu. Wajahnya pucat dan kakinya gemetar.

“Kamu! Sepertinya kamu siswi baru di sekolah ini, saya baru melihat wajah mu.”

“I-iya pak,” Rani menangguk ketakutan, tangannya mulai dingin.

“Baiklah, silahkan duduk kembali.”

Rani menarik napas lega, kali ini gadis itu selamat. 3 jam pelajaran Matematika telah usai. Bel pulang berbunyi. Gilang selaku ketua kelas mempersiapkan teman-temannya untuk berdoa sebelum pulang.

“Baik, pelajaran Matematika kita lanjutkan minggu depan. Selamat siang.”

Semua penghuni kelas XI IPA 2 berhamburan keluar kelas. Di depan gerbang, sudah terparkir mobil avanza warna silver milik ayah Rani. Rani berlari menghampiri mobil itu kemudian naik ke dalam.

To be continue...

Comment ya! comment kalian sangat berharga buat gue, itu pun kalo ada emoticon-Smilie
Oh iya, cerita ini gue post per chapter ya. Soalnya naskahnya belum selese gue tulis, hehee. Maklumlah, banyak tugas sekolah emoticon-Big Grin
Kalau mau tau ceritanya lebih lanjut, seacrh aja di Wattpad (itupun kalo ada yang punya akun wattpad),atau bisa follow akun wattpad aku AyuVidiya. Kalau ngga, sabar nunggu cerita selanjutnya yah.. emoticon-Smilie
0
493
2
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan