Kadis Tata Air Tak Tahu Alasan Perusahaan Rekanan Beri Suap kepada Sanusi
TS
aghilfath
Kadis Tata Air Tak Tahu Alasan Perusahaan Rekanan Beri Suap kepada Sanusi
Spoiler for Kadis Tata Air Tak Tahu Alasan Perusahaan Rekanan Beri Suap kepada Sanusi:
JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Dinas Tata Air Teguh Hendrawan membantah bahwa SKPD-nya mengetahui suap yang dilakukan perusahaan rekanannya terhadap mantan anggota DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi. Suap tersebut baru diketahui setelah kasusnya mencuat.
Dia mengatakan, perusahaan rekanan yang memberi suap kepada Sanusi juga mengikuti proses lelang seperti biasa.
"Tidak, kami tidak tahu. Kita di Dinas Tata Air itu, siapapun bisa ikut dalam proses lelang itu. Kemudian ditentukanlah pemenangnya ya kan. Ketika dia memberikan semacam fee atau apa, ya kita enggak tahu," kata Teguh kepada Kompas.com, Kamis (25/8/2016).
Teguh sudah dimintai keterangan sebanyak dua kali oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terkait kasus ini. Kepada penyidik, Teguh menyampaikan bahwa suap yang dilakukan oleh PT Wirabayu Pratama dan PT Imemba Contractors kepada Sanusi terjadi sebelum dia menjabat sebagai kepala dinas.
Namun, dia telah melakukan penelusuran terkait dua perusahaan itu. Sekitar tahun 2012 sampai 2014, dua perusahaan itu terlibat lelang pompa saat memberi suap kepada Sanusi.
"Jadi itu terkait dengan lelang pompa di Dinas Tata Air termasuk juga komponen pompanya. Ketika dikonfirmasi ya saya katakan itu jauh sebelum saya menjabat sebagai kepala dinas, tapi memang setelah ada penelusurannya, memang perusahaan ini yang mengalirkan dananya ke Pak Sanusi," ujar Teguh.
Sanusi didakwa melakukan pencucian uang sebesar Rp 45 miliar dengan membelanjakannya ke dalam bentuk tanah, bangunan, dan kendaraan bermotor. Aset-aset senilai Rp 45 miliar itu bukan didapat dari penghasilan Sanusi selama di DPRD DKI Jakarta.
Jaksa penuntut umum (JPU) Ronald Worotikan mengatakan aset-aset tersebut didapatkan Sanusi dengan cara meminta uang dari perusahaan rekanan Dinas Tata Air.
Dinas Tata Air sendiri merupakan SKPD mitra Komisi D bidang pembangunan di DPRD DKI Jakarta. Sanusi merupakan ketua di Komisi D DPRD DKI Jakarta.
Spoiler for Kedekatan Sanusi dan Danu Wira, dari tim basket hingga garap proyek:
Kedekatan Sanusi dan Danu Wira, dari tim basket hingga garap proyek
Merdeka.com - Jaksa penuntut umum memaparkan nilai kekayaan mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, M Sanusi puluhan miliar yang diduga hasil tindak pidana pencucian uang. Kekayaan itu dikuliti habis-habisan dalam sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Rabu (24/8).
Harta kekayaan Sanusi tak masuk akal. Jika ditotal, Sanusi sebagai anggota DPRD DKI Jakarta pada September 2009 sampai April 2016 berupa gaji pokok, tunjangan perumahan, tunjangan komunikasi, tunjangan badan anggaran dan tunjangan badan legislasi daerah (balegda) keseluruhannya hanya mencapai Rp 2,23 miliar.
Sanusi masih punya penerimaan lain yaitu dari PT Bumi Raya Properti selama 2009-2015 sebesar Rp 2,599 miliar.
Seperti apa sebenarnya kedekatan antara Sanusi dan Danu Wira hingga dituding menjadi 'ATM berjalan'?
Kuasa Hukum Sanusi, Krisna Murti meyakini ada upaya jaksa dalam mengaitkan kedekatan antara kliennya dengan Danu Wira. Keduanya memang memiliki kedekatan sejak lama, jalinan pertemanan itu sudah dimulai sejak kuliah.
Sanusi mengenyam pendidikan S1 di Fakultas Teknik Sipil Institut Sains & Teknologi Nasional (ISTN), Jakarta pada 1995. Sejak 2011, dia dipercaya sebagai Ketua Umum Persatuan Bola Basket Seluruh Indonesia (Perbasi) DKI Jakarta.
"Waktu sama-sama kuliah, dua-duanya masuk ke salah satu tim basket. Kemudian terus berhubungan sampai sekarang," ujar Krisna saat dihubungi merdeka.com, Kamis (25/8).
Dengan alasan itu, jaksa mengaitkan proyek perairan tahun 2009 yang diperoleh perusahaan milik Danu Wira, di mana diduga ada campur tangan Sanusi. Apalagi, kliennya saat itu merupakan anggota Komisi D di DPRD DKI Jakarta.
"Perihal proyeknya Pak Danu yang didapatkan, klien saya sama sekali tidak mengetahui," sahutnya.
Krisna meyakini kliennya tidak bersalah, apalagi sampai terlibat dalam kasus pencucian uang. Sebab, jaksa sejauh ini dipandangnya hanya menghubungkan faktor kedekatan antara kliennya dengan Danu.
"Dari situ disebutkan bahwa pengembang apa-apa yang dilakukan harus berhubungan dengan Sanusi. Padahal hanya berkawan aja. Ini nantinya yang harus dicocokkan dalam faktor persidangan, PU perairan, apakah ada campur tangan, hingga dapatkan uang sebesar itu. Kita tunggu saja sidang berikutnya," pungkasnya.
Seperti diketahui, Sanusi didakwa menerima uang dari Ariesman Widjaja selaku Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land. Selain itu pada kurun waktu 2012-2015 yang memiliki mitra kerja salah satunya Dinas Tata Air telah meminta dan menerima uang dari para rekanan Dinas Tata Air DKI Jakarta seluruhnya sejumlah Rp 45,28 miliar. Pemberian tersebut terjadi dalam kurun waktu 20 Desember 2012 hingga 13 Juli 2015.
Uang tersebut berasal dari Direktur Utama PT Wirabayu Pratama Danu Wira yang merupakan rekanan yang melaksanakan proyek pekerjaan di Dinas Tata Air pemprov DKI Jakarta periode 2012-2015 sejumlah Rp 21,18 miliar. Lalu dari Komisaris PT Imemba Contractors Boy Ishak yang merupakan rekanan yang melaksanakan proyek pekerjaan di Dinas Tata Air pemprov DKI Jakarta periode 2012-2015 sejumlah Rp 2 miliar dan dari penerimaan-penerimaan lain sejumlah Rp 22,1 miliar.
Jaksa menduga Danu Wira sering diminta adik kandung Wakil Ketua DPRD DKI M Taufik ini untuk membayarkan sejumlah aset yang dimilikinya sekarang. Ada sembilan aset yang dibayari oleh temannya tersebut, termasuk rumah, vila dan mobil mewah.
Atas perbuatan pencucian uang itu Sanusi didakwa pasal 3 UU No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP mengenai tindak pidana pencucian uang aktif dengan ancaman penjara maksimal 20 tahun dan denda Rp 10 miliar.