- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
[KOMBAT MERDEKA] Gedong Tinggi Situs Sejarah yang Terlupakan


TS
Abrakada.Blaze
[KOMBAT MERDEKA] Gedong Tinggi Situs Sejarah yang Terlupakan
![[KOMBAT MERDEKA] Gedong Tinggi Situs Sejarah yang Terlupakan](https://s.kaskus.id/images/2016/08/21/3864809_20160821050648.jpg)
Quote:
Quote:
INTRO
Untuk meramaikan kombat periode Agustus yang mengangkat tema KOMBAT Merdekadi forum The Lounge, ane mau sedikit sharing di trit ini yang mengangkat tentang sisa-sisa sejarah kemerdekaan Indonesia, khususnya sisa-sisa sejarah yang berupa situs.




LANGSUNG AJA CEKIDOT GAN! 

Quote:
Quote:
SEJARAH SINGKAT TENTANG GEDUNG GROENEVELD
Quote:
![[KOMBAT MERDEKA] Gedong Tinggi Situs Sejarah yang Terlupakan](https://s.kaskus.id/images/2016/08/21/3864809_20160821054906.jpg)
Condet? Siapa yang tak kenal daerah ini? Ya wilayah ini memang sangat dikenal oleh masyarakat Jakarta Timur, khususnya yang bertempat tinggal di daerah Cililitan, Kramat Jati, Kalibata, dan Pasar Minggu.
Pada masa kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin, Condet dulu pernah dijadikan sebagai cagar budaya Betawi. Dulu Condet terkenal akan buah duku dan salaknya. Condet sendiri terbagi kedalam 3 Kelurahan, Kelurahan Balekambang, Kelurahan Batu Ampar, Kelurahan Kampung Gedung.
Apabila kita sampai di ujung Jalan Raya Condet arah Kampung Rambutan tepatnya Jl. Tanjung Timur, di situ akan terdapat sebuah gedung atau bangunan tua yang sudah hampir hancur. Mungkin banyak anak muda dan pelajar sekarang yang tidak sadar atau bahkan tidak tahu akan sejarah gedung ini. Akses menuju kesini sangat mudah, ada Metro mini 53 arah Kampung Melayu-Kampung Rambutan.
Gedung Groeneveld ─ ya, itu nama gedung ini. Gedung ini dahulunya rumah tuan tanah terbesar yang pernah dibangun di Batavia pada tahun 1756. Memang letaknya sangat jauh dari pusat kota. Menurut penduduk sekitar, gedung ini dahulunya merupakan bangunan yang sangat megah. Perjalanan ditempuh sekitar 5 Jam dari pasar ikan yang merupakan pusat Kota Jakarta jaman dulu.
Gedung ini merupakan tempat peristirahatan dan perkebunan yang dibangun oleh tuan tanah Vincent Riemsdijk. Setelah beliau wafat, perkebunan dan gedung ini diwariskan kepada sang anak Daniel Van Riemsdijk. Dibawah kepemimpinan sang anak lah perkebunan ini sangat maju.
Pada tahun 1749 gedung ini juga pernah dijadikan tempat pertemuan antara Ratu Syarifah Fatimah, Wali Sultan Banten dengan Gubernur Jenderal Von Imhoff. Gedung ini juga sudah beberapa kali berganti nama. Menurut sumber, gedung ini sempat berganti nama menjadi Vila Nova, dan akhirnya gedung ini terbakar pada tahun 1985.
Pada masa kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin, Condet dulu pernah dijadikan sebagai cagar budaya Betawi. Dulu Condet terkenal akan buah duku dan salaknya. Condet sendiri terbagi kedalam 3 Kelurahan, Kelurahan Balekambang, Kelurahan Batu Ampar, Kelurahan Kampung Gedung.
Apabila kita sampai di ujung Jalan Raya Condet arah Kampung Rambutan tepatnya Jl. Tanjung Timur, di situ akan terdapat sebuah gedung atau bangunan tua yang sudah hampir hancur. Mungkin banyak anak muda dan pelajar sekarang yang tidak sadar atau bahkan tidak tahu akan sejarah gedung ini. Akses menuju kesini sangat mudah, ada Metro mini 53 arah Kampung Melayu-Kampung Rambutan.
Gedung Groeneveld ─ ya, itu nama gedung ini. Gedung ini dahulunya rumah tuan tanah terbesar yang pernah dibangun di Batavia pada tahun 1756. Memang letaknya sangat jauh dari pusat kota. Menurut penduduk sekitar, gedung ini dahulunya merupakan bangunan yang sangat megah. Perjalanan ditempuh sekitar 5 Jam dari pasar ikan yang merupakan pusat Kota Jakarta jaman dulu.
Gedung ini merupakan tempat peristirahatan dan perkebunan yang dibangun oleh tuan tanah Vincent Riemsdijk. Setelah beliau wafat, perkebunan dan gedung ini diwariskan kepada sang anak Daniel Van Riemsdijk. Dibawah kepemimpinan sang anak lah perkebunan ini sangat maju.
Pada tahun 1749 gedung ini juga pernah dijadikan tempat pertemuan antara Ratu Syarifah Fatimah, Wali Sultan Banten dengan Gubernur Jenderal Von Imhoff. Gedung ini juga sudah beberapa kali berganti nama. Menurut sumber, gedung ini sempat berganti nama menjadi Vila Nova, dan akhirnya gedung ini terbakar pada tahun 1985.
Quote:
Quote:
SEJARAH LENGKAP TENTANG GEDUNG GROENEVELD
Quote:
![[KOMBAT MERDEKA] Gedong Tinggi Situs Sejarah yang Terlupakan](https://s.kaskus.id/images/2016/08/21/3864809_20160821053412.jpg)
Satu tempat tinggal mewah dan dianggap paling indah di Jakarta. Milik keluarga Pieter van de Velde seorang anggota luar biasa dari Raadvan Indie (Dewan Hindia). Di tahun 1742 ia membeli sebidang tanah di pinggir Kali Ciliwung di daerah Tanjung Oost, Kelurahan Gedong Kecamatan Pasar Rebo. Groeneveld merupakan sebutan untuk Tanjung Timur, merupakan rumah tuan tanah terbesar yang pemah dibangun di sekitar Jakarta, tepatnya di sebelah kiri simpang tiga Jl. Raya Bogar, JI. Gedong, dan JI. Condet Raya. Tanah di Tanjung Oost dan Tanjung Timur ini kemudian menjadi bertambah luas dengan pembelian-pembelian tanah lainnya disekitar tanahnya yang pertama tersebut. Pembangunan gedung ini dimulai tahun 1756 dan dikenal dengan nama Gedung Groeneveld atau Tanjung Oost. Hal ini tercatat dalam akta penjualan yang tertanggal 23 April 1760. Nama Gedung Groenveld dimungkinkan berasal dari nama kampung di sekitar tempat ini disebut Kelurahan Gedong, dan hingga sekarang nama jalan ke tempat tersebut disebut JI. Gedong.
Namun van de Velde tak lama menikmatinya, karena meninggal di tahun 1759. Tanah tersebut kemudian dijual kepada Adriaan Jubbels. Setelah Adriana Jubels meninggal dunia pada tanggal 24 Mei 1763, maka gedung beserta tanahnya dijual kepada Jacobus Johannes Craan yang kemudian menyatukan tanah-tanahnya serta memberikan nama Het Groeneveld. Craan kemudian memperbaiki gedung dan mengisi jendela-jendela di atas pintu dengan ukiran-ukiran. Setelah J. J. Craan meninggal (1780) melalui salah seorang putri mereka kepemilikan berpindah kepada W. V. H. van Riemsdijk, seorang raja gula dan lintah darat, kemudian berpindah kepada Daniel van Riemsdijk.
Setelah Daniel meninggal dunia kepemilikan berpindah kepada putrinya yakni Dina Cornelia dan suaminya Tjaling Ament. Keluarga Ament menguasai tanah yang amat luas dengan istananya, bahkan luas tanahnya dari Cawang sampai Cisalak. Mereka memiliki pengadilan atau hakim sendiri, dan juga perahu-perahu layar sendiri. Gedung tersebut dijadikan sebagai pusat kegiatan perdagangan dan kekuasaannya sebagai tuan tanah. Tanahnya yang luas ditanami dengan bermacam-macam tanaman dan buah-buahan serta dijaga oleh centeng-centeng di perbatasan wilayahnya. Selanjutnya berpindah kepada Eduard Comelis.
Gedung dibangun bertingkat dua, mempunyai banyak ruangan-ruangan yang terdiri dari ruangan tamu, tempat pembantu, gudang dan sebagainya. Gaya arsitektumya Eropa dipadukan dengan bentuk bangunan-bangunan penduduk asli Indonesia. Pintu-pintu kamar dihiasi dengan ukiran-ukiran ataupun relief yang berbentuk tanaman serta diatas pintu dipasang lambing keluarga Craan yang berbentuk seekor burung dengan kaki bertengger dan sebelahnya memegang sebuah benda seperti sebutir batu hijau. Tangga-tangga untuk naik ke ruang atas dibuat sangat indah seperti gedung-gedung di Eropa masa silam dan berkelok-kelok serta dibuat dari kayu jati. Di bagian depan gedung dahulu terpasang sebuah lonceng berfungsi sebagai penunjuk waktu bagi tugas-tugas pembantu dan centeng-centeng dan gedung Groeneveld.
Di masa Jepang gedung tersebut digunakan sebagai gudang, namun dengan cepat bisa diambil alih oleh tentara, selanjutnya digunakan sebagai markas Barisan Pelopor. Tahun 945-946 di Gedung Groeneveld ini Barisan Pelopor telah merencanakan program-programnya. Kemudian di masa Agresi Militer I (1947) dan Agresi Militer II (1948), Gedung Groeneveld diambil alih oleh tentara NICA sebagai perusahaan Onderneming. Setelah pengakuan kedaulatan 1949 gedung dibeli oleh Haji Samili. Tahun 1952 ia menyewakannya kepada Brigade Mobil Polisi, dan kemudian kepada Hotel Indonesia untuk mendidik pegawainya (1960-1962) dan kemudian dijual kepada Komdak Metro Jaya. Namun di bulan Mei 1985 gedung tersebut terbakar akibat ledakan dapur seorang penghuni.
Namun van de Velde tak lama menikmatinya, karena meninggal di tahun 1759. Tanah tersebut kemudian dijual kepada Adriaan Jubbels. Setelah Adriana Jubels meninggal dunia pada tanggal 24 Mei 1763, maka gedung beserta tanahnya dijual kepada Jacobus Johannes Craan yang kemudian menyatukan tanah-tanahnya serta memberikan nama Het Groeneveld. Craan kemudian memperbaiki gedung dan mengisi jendela-jendela di atas pintu dengan ukiran-ukiran. Setelah J. J. Craan meninggal (1780) melalui salah seorang putri mereka kepemilikan berpindah kepada W. V. H. van Riemsdijk, seorang raja gula dan lintah darat, kemudian berpindah kepada Daniel van Riemsdijk.
Setelah Daniel meninggal dunia kepemilikan berpindah kepada putrinya yakni Dina Cornelia dan suaminya Tjaling Ament. Keluarga Ament menguasai tanah yang amat luas dengan istananya, bahkan luas tanahnya dari Cawang sampai Cisalak. Mereka memiliki pengadilan atau hakim sendiri, dan juga perahu-perahu layar sendiri. Gedung tersebut dijadikan sebagai pusat kegiatan perdagangan dan kekuasaannya sebagai tuan tanah. Tanahnya yang luas ditanami dengan bermacam-macam tanaman dan buah-buahan serta dijaga oleh centeng-centeng di perbatasan wilayahnya. Selanjutnya berpindah kepada Eduard Comelis.
Gedung dibangun bertingkat dua, mempunyai banyak ruangan-ruangan yang terdiri dari ruangan tamu, tempat pembantu, gudang dan sebagainya. Gaya arsitektumya Eropa dipadukan dengan bentuk bangunan-bangunan penduduk asli Indonesia. Pintu-pintu kamar dihiasi dengan ukiran-ukiran ataupun relief yang berbentuk tanaman serta diatas pintu dipasang lambing keluarga Craan yang berbentuk seekor burung dengan kaki bertengger dan sebelahnya memegang sebuah benda seperti sebutir batu hijau. Tangga-tangga untuk naik ke ruang atas dibuat sangat indah seperti gedung-gedung di Eropa masa silam dan berkelok-kelok serta dibuat dari kayu jati. Di bagian depan gedung dahulu terpasang sebuah lonceng berfungsi sebagai penunjuk waktu bagi tugas-tugas pembantu dan centeng-centeng dan gedung Groeneveld.
Di masa Jepang gedung tersebut digunakan sebagai gudang, namun dengan cepat bisa diambil alih oleh tentara, selanjutnya digunakan sebagai markas Barisan Pelopor. Tahun 945-946 di Gedung Groeneveld ini Barisan Pelopor telah merencanakan program-programnya. Kemudian di masa Agresi Militer I (1947) dan Agresi Militer II (1948), Gedung Groeneveld diambil alih oleh tentara NICA sebagai perusahaan Onderneming. Setelah pengakuan kedaulatan 1949 gedung dibeli oleh Haji Samili. Tahun 1952 ia menyewakannya kepada Brigade Mobil Polisi, dan kemudian kepada Hotel Indonesia untuk mendidik pegawainya (1960-1962) dan kemudian dijual kepada Komdak Metro Jaya. Namun di bulan Mei 1985 gedung tersebut terbakar akibat ledakan dapur seorang penghuni.
Quote:
Quote:
FOTO-FOTO GEDUNG GROENEVELD
Spoiler for "Gedung Groeneveld Pra-Kebakaran":
![[KOMBAT MERDEKA] Gedong Tinggi Situs Sejarah yang Terlupakan](https://s.kaskus.id/images/2016/08/21/3864809_20160821055138.jpg)
![[KOMBAT MERDEKA] Gedong Tinggi Situs Sejarah yang Terlupakan](https://s.kaskus.id/images/2016/08/21/3864809_20160821055149.jpg)
Spoiler for "Gedung Groeneveld Pasca-Kebakaran":
![[KOMBAT MERDEKA] Gedong Tinggi Situs Sejarah yang Terlupakan](https://s.kaskus.id/images/2016/08/21/3864809_20160821060005.jpg)
![[KOMBAT MERDEKA] Gedong Tinggi Situs Sejarah yang Terlupakan](https://s.kaskus.id/images/2016/08/21/3864809_20160821060210.jpg)
![[KOMBAT MERDEKA] Gedong Tinggi Situs Sejarah yang Terlupakan](https://s.kaskus.id/images/2016/08/21/3864809_20160821060229.jpg)
Spoiler for Sumber:
Quote:
Melihat kondisi gedungnya saat ini memang sangat tak terawat bahkan hampir hancur. Bekas kebakaran pun masih terlihat sampai saat ini, hampir semua dinding gedung ini ditumbuhi lumut, dan sekeliling bangunannya sendiri, ditumbuhi rumput liar serta pohon pisang.
Seharusnya Pemda dan Dinas Pariwisata dan Budaya bisa merenovasi sekaligus mempromosikan gedung ini menjadi gedung bersejarah, atau situs wisata budaya seperti gedung-gedung yang berada di Kota Tua. Karena bangunan ini merupakan salah satu saksi bersejarah dari berkembangnya Kota Jakarta.


Seharusnya Pemda dan Dinas Pariwisata dan Budaya bisa merenovasi sekaligus mempromosikan gedung ini menjadi gedung bersejarah, atau situs wisata budaya seperti gedung-gedung yang berada di Kota Tua. Karena bangunan ini merupakan salah satu saksi bersejarah dari berkembangnya Kota Jakarta.


***
Spoiler for Mampir Gan!:
Quote:
TRIT ANE YANG LAIN
Quote:
Terimakasih GanSis yang udah mampir di trit ane, semoga kita semua tidak melupakan tempat dan situs bersejarah yang ada disekitar kita, dan bisa terus menjaganya untuk anak dan cucu kita kelak. 
Mohon di
bagi GanSis yang berkenan, ane juga ga nolak kok kalo dikasih
.

Mohon di



Diubah oleh Abrakada.Blaze 25-09-2016 12:52


dodooot memberi reputasi
1
5.6K
Kutip
23
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan