- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
PENGALAMAN BPJS ERA 2014, 2015 DAN 2016
TS
adinafalinda
PENGALAMAN BPJS ERA 2014, 2015 DAN 2016
Spoiler for Big Thanks to BPJS :*:
Sebelum bercerita ria seberapa greget dengan BPJS. Yang paling pertama dan utama, pengen banget bertrimakasih sedalam-dalamnya kepada semuanya yang bersinergi dalam lingkaran BPJS untuk saling gotong-royong dan tolong-menolong. Baik anggota BPJS dan semua yang terlibat dalam BPJS yakni penggagas dan pelaksana juga pemerintah yang mendorong penuh atas berlangsungnya BPJS. Sekalipun kami semua tidak mengenal, namun anda-andalah yang semoga setiap terbantunya kami, menjadi doa dan teraminkan kebaikan mulia tersebut mengalir menjadi amalan ahirat pemberat di surga, ketika setiap dari kami yakni semua anggota BPJS yang sangat terbantu, teringankan dan tertolong via BPJS. Mungkin semula niat para anggota BPJS adalah menjamin kesehatan masing-masing individu, namun lebih dari sekedar itu, para anggota BPJS ini memberikan maslahat seluruh umat.
Spoiler for The Story Begin:
Sekali lagi kesempatan banget ada competition thread yang mengangkat tema BPJS di Kaskus. Tepat sekali karena mungkin dari sekian ratus ribu orang yang sudah menjadi anggota BPJS, keluarga kami lah mungkin yang paling ngabisin dananya BPJS, mau tidak trimakasih dari sudut manapun tidak pantas bagi kami, kami adalah pengguna yang sangat tertolong dengan vasilitas BPJS.
Terlepas dari ucapan jutaan trimakasih yang sangat buwesar sekali, kami yang bisa dikatakan ulung berBPJS, punya banyak pengalaman yang tlah kami rasakan dan kami dengarkan dari sesama anggota BPJS. Bagaimana tidak? Kami sudah menjadi anggota BPJS ditahun 2014 tanggal 10- 04- 2014, setelah opname di salah satu rumah sakit andalan kami karena ramahnya pelayanan. Awalnya memang kami sebelum terekrut menjadi anggota BPJS, rumah sakit sudah menjadi rumah kedua karena seringnya dan lamanya kami berhilir mudik disana. Sejak tahun 2006, pertama kali ibu berstatus pasien diabetes mellitus sampai koma dan dirawat 20 hari di rumah sakit. Jaman itu, belum ada BPJS yang baik hati ini, jadi kocek yang kami keluarkan kurang lebih 25 juta di taraf kelas 1 rumah sakit swasta. uang segitu, tidak serta merta sewaktu-waktu ada bagi kami yang notabennya adalah keluarga petani namun tidak masuk dalam kategori Jamkesmas versi lama.
Terlepas dari ucapan jutaan trimakasih yang sangat buwesar sekali, kami yang bisa dikatakan ulung berBPJS, punya banyak pengalaman yang tlah kami rasakan dan kami dengarkan dari sesama anggota BPJS. Bagaimana tidak? Kami sudah menjadi anggota BPJS ditahun 2014 tanggal 10- 04- 2014, setelah opname di salah satu rumah sakit andalan kami karena ramahnya pelayanan. Awalnya memang kami sebelum terekrut menjadi anggota BPJS, rumah sakit sudah menjadi rumah kedua karena seringnya dan lamanya kami berhilir mudik disana. Sejak tahun 2006, pertama kali ibu berstatus pasien diabetes mellitus sampai koma dan dirawat 20 hari di rumah sakit. Jaman itu, belum ada BPJS yang baik hati ini, jadi kocek yang kami keluarkan kurang lebih 25 juta di taraf kelas 1 rumah sakit swasta. uang segitu, tidak serta merta sewaktu-waktu ada bagi kami yang notabennya adalah keluarga petani namun tidak masuk dalam kategori Jamkesmas versi lama.
Spoiler for First Time i Know you BPJS :*:
Di tahun 2006, 25juta terasa sangat banyak, bahkan setelah itu kami juga masih harus menyambangi rumah sakit perihal sakit yang bersender dalam tubuh wanita tercinta kami, kadang kala juga di puskesmas namun kami tetap mengeluarkan uang banyak untuk laboratorium lengkap dan membeli obat resep luar karena kebutuhan diagnosis ibu. Ketika bulan Maret 2014 tersebut, kami harus membelikan ibu 3 kantong darah di PMII sekitar. Disinilah saya mengenal BPJS dari perbincangan saya dengan seorang bapak yang berumur sekitar 50an tahun. Yang menarik dikala itu, saya yang kesana dari rumah sakit yang sama, namun kita berbeda (saya dan bapak tersebut). Beliau bercerita ke PMII tidak membawa uang 100 rupiah pun untuk mengambil 3 kantong darah, sedangkan saya? Kurang lebih 1 juta harus saya bayarkan untuk mengambil darah tersebut, sekarang mah lebih harga perkantong sudah 450.000 dan waktu itu 5 hari opname kami habis 7 juta. Lamanya kami menunggu filtrasi darah, dari situlah saya mengenal BPJS yang sangat menarik karena benar-benar membantu yang membutuhkan. Sehingga saya niatkan bulat untuk mendaftarkan ibu menjadi anggota BPJS.
Spoiler for B 42:
10 April 2014 Sekitar jam 08.30 , saya mendapat no urut B42 (berkesan jadi ingat benar) untuk layanan pendaftaran BPJS mandiri. Dari jam 08.30 saya baru maju ke meja pendaftaran di jam sekitar 14.00. yang harus di sadari banyak orang adalah, antrean lama menunggu pendaftaran BPJS harus disikapi dengan hati yang lapang karena BPJS adalah jaminan sosial nasional yang orang berbondong-bondong sama dengan kita ingin mendapatkannya dan kepiawaian pegawai yang harus teliti dan ramah ketika menerima pendaftaran. menggerutu? ada memang, saya juga manusia biasa yang banyak kekurangannya. Kala itu yang saya lihat dan rasakan, mungkin ini opini saya yang kurang menahu tentang sistematis pegawai BPJS, yang saya tahu pegawai yang melayani dikantor hanya 3 di meja yang menghadap kami, dan yang menerima pendaftaran hanya 1 meja, yang lainnya 1 meja untuk menerima pertanyaan, complain dll dan meja 1 lagi untuk BPJS PNS. Ketika urusan dari meja selain pendaftaran selesai, pegawai non pendaftaran akan membantu pegawai yang menerima peserta baru. Nah, waktu itu saya berharap yang menerima pendaftaran mandiri lebih dari 1 pegawai untuk mengefisienkan waktu sehingga tidak terlalu lama dan penuh kantor BPJS karena banyaknya pendaftar baru yang berjubal dan pegawai yang menerima hanya 1 orang. Dulu sampai menangguhkan peserta pendaftar hari ini menjadi pendaftar hari berikutnya. Melihat itu saya kasihan 1 sisi dari pendaftar dan sisi lain dari pegawai yang teramat berjuang lelah untuk menerima pendaftaran dll. sekarang saya melihat mungkin sekitar diawal tahun ini 2016, pak satpam dan meja depan setelah pintu masuk sudah ada tambahan petugas yang membantu memperingan keadaan di kantor BPJS, Wah….tepuk tangan untuk metamorfosa yang kayak gini niii.. Intinya, ketika pegawai BPJS yang melayani pendaftar dll banyak, mungkin juga membantu antrean yang panjang cepat terselesaikan. Dan ini sudah terlihat perwujudan perubahannya untuk menjadi lebih baik lagi.
Di pendaftaran kita menyetorkan fotocopy KTP,KK, dan menyertakan foto calon peserta BPJS, kemudian ditanyai untuk Memilih faskes mana serta diberi arahan penggunaannya, BPJS itu mengurusnya mudah sekali. (Cobain deh..) Di hari pertama kita harus bayar langsung iuran dari kelas mana yang kita pilih, setelah ada kertas bukti pembayaran BPJS, kita diberi kartu BPJS yang sah untuk digunakan.
Setelah daftar tersebut selang 2 bulan, ibu dirawat lagi di rumah sakit karena muntah tidak berhenti, dehidrasi, dan GDA tinggi. Pelayanan BPJS tidak dibedakan dari pelayanan umum (non BPJS), tetap mendapatkan pelayanan yang baik dan memuaskan. hanya saja karena BPJS adalah layanan yang didasarkan laporan terstruktur data yang harus diisi, maka bukan karena saya peserta BPJS maka di ahirkan, sadar diri saya, kenapa pasien non BPJS biasanya lebih cepat pelayanannya? Jelas saja, karena peserta non BPJS laporannya tidak serinci peserta BPJS yang harus di setorkan kepada pegawai BPJS.
Di pendaftaran kita menyetorkan fotocopy KTP,KK, dan menyertakan foto calon peserta BPJS, kemudian ditanyai untuk Memilih faskes mana serta diberi arahan penggunaannya, BPJS itu mengurusnya mudah sekali. (Cobain deh..) Di hari pertama kita harus bayar langsung iuran dari kelas mana yang kita pilih, setelah ada kertas bukti pembayaran BPJS, kita diberi kartu BPJS yang sah untuk digunakan.
Setelah daftar tersebut selang 2 bulan, ibu dirawat lagi di rumah sakit karena muntah tidak berhenti, dehidrasi, dan GDA tinggi. Pelayanan BPJS tidak dibedakan dari pelayanan umum (non BPJS), tetap mendapatkan pelayanan yang baik dan memuaskan. hanya saja karena BPJS adalah layanan yang didasarkan laporan terstruktur data yang harus diisi, maka bukan karena saya peserta BPJS maka di ahirkan, sadar diri saya, kenapa pasien non BPJS biasanya lebih cepat pelayanannya? Jelas saja, karena peserta non BPJS laporannya tidak serinci peserta BPJS yang harus di setorkan kepada pegawai BPJS.
Spoiler for Apa BPJS untuk rakyat yang miskin saja?:
Apa BPJS untuk rakyat yang miskin saja? Tentu saja sepengalaman saya jawabannya tidak, BPJS adalah jaminan kesehatan nasional untuk semua kalangan yang memperhatikan kesehatan sehingga sewaktu-waktu dibutuhkan bisa membantu si anggota BPJS ini. Manfaatnya kembali ke siapa? Tentu saja kembali pada anggota BPJS ini. Untuk anggota yang tidak sakit, apa manfaatnya? Manfaatnya adalah jika sewaktu-waktu sakit karena kita tidak tahu kapan kita akan tertimpa ujian sakit, maka BPJS menjadi jaminan utama sebagai alat penolong, terlebih dalam finansial. Karena acap kali kita tahu bahwa biaya perawatan tidak sedikit, kalo pakek BPJS? jellasss semuanya jadi gratis. Apalagi kalo sampai harus opname, maka hal-hal yang demikian tidak menjadi sesuatu yang perlu dihawatirkan jika sudah menjadi pengguna BPJS. Biaya pembayaran iuran benar-benar sangat membantu, dan murah sekali dibanding ketika kita dalam kondisi terdesak, darurat sewaktu-waktu dan harus mengeluarkan uang banyak. pasti lebih hawatir dan sedih. tentu saja, bagimanapun kalkulasinya menjadi anggota BPJS benar-benar harus disadari besarnya manfaat lebih-lebih untuk diri sendiri dan juga dapat membantu yang lain. Iurannya hanya 80.000, 50.000 dan 25.000 atau 30.000 mungkin, dengan uang segitu kesehatan kita terjamin atas Tanggungjawab BPJS. Mau nunggu sakit dulu baru daftar? Sangat disayangkan, karena kondisi sehat mendaftar menjadi anggota BPJS lebih baik daripada harus sakit dulu lalu mendaftar dan merasa terlambat.
Spoiler for BPJS ruwet?:
BPJS ruwet? Tidak sih, BPJS susah? Nggak loh, BPJS sulit dan menjengkelkan? Sepengalaman saya itu tidak benar. Yang benar setahu saya adalah kita harus lebih sabar sedikit karena mekanisme yang harus dijalankan untuk pendataan disetiap pemeriksaan baik opname atau check up. Sabar sedikit itupun terbayarkan lebih dengan penjaminan jasa bantuan mudahnya berobat dari BPJS. Kalo mau hitung-hitungan transparan jelas BPJS sangat membantu pasien dari segi finansial dan pelayanan murah serta mudah dimanapun faskes yang telah bekerja sama dengan BPJS. Uang 80.000 tidak akan cukup untuk menangguhkan kesehatan yang katanya orang banyak mahal harganya. BPJS hadir untuk membantu memperingan paradigma tersebut. Sehingga kesejahteraan sosial sesuai pembukaan UUD dan pancasila benar-benar kita rasakan.
Pelayanan BPJS sudah saya paparkan dari pengalaman saya, bahwa tidak ada perbedaan dengan peserta umum. Peserta BPJS hanya harus sabar dan tlaten sedikit untuk menyertakan surat-surat persyaratan yang harus dibawa. Dan yang penting lagi, aktif dan responsif menjadi anggota BPJS baik dalam hal kewajiban dan hak serta mekanisme yang sesuai aturan yang ditetapkan. Kalo orangnya atau anggota BPJS nggak rewel sih, nggak ada keluhan kok sebenarnya. Masak udah dienakin banyak, repot dikit kagak mau? Hehehe. Mau naik kelas? Ini juga boleh. Waktu pengalaman opname, Pernah karena kondisi ibu sangat lemah kami putuskan untuk naik kelas di VIP selama 14 hari, selain kami membayar tambahan biaya rumah sakit, kami tetap mendapatkan hak kami terback up nominal yang banyak sekali dari BPJS atas diagnosis ibu dari dokter yang menangani beliau. Kalau nggak naik kelas? Lebih enak, sesuai dengan kemauan dan kemampuan kita dari awal mendaftar dan tidak dipungut biaya sama sekali. Kalau sampai mendapatkan pelayanan turun kelas dari haknya gimana? Ini kembali lagi harus ada kesadaran diri yang lebih karena BPJS adalah jaminan nasional, pesertanya bukan 1 2 orang saja, dan rumah sakitnya juga digunakan untuk melayani banyak orang. Tidak sesuai kelas biasanya karena banyak alasan, nah kalo uda ini yang dialamin ambil positifnya aja, toh masih enak kan? Kita gratis banget loh,. Tidak sampai di tolak untuk dilayani. sudahlah… BPJS itu lebih banyak enaknya, apalagi sekarang sudah banyak sekali rumah sakit yang ikut serta bekerja sama menerima peserta BPJS. Kenapa saya lebih banyak bercerita pelayanan di rumah sakit? Karena ibu lebih sering opname jadi pengalaman saya yang saya share adalah pengalaman yang paling sering saya alami. Bukan berarti saya tidak pernah di faskes pertama, kami di faskes tersebut biasanya kalo kondisi ibu nggak gawat. Kalo dokter faskes pertama membutuhkan pemeriksaan lebih dalam biasanya saya menerima surat rujukan, atau terkadang pasien bisa mengeluhkan hal-hal yang lebih berat dirasakan sehingga mendapatkan rawat intens di rumah sakit setelah pemeriksaan dokter di faskes pertama.
Pelayanan BPJS sudah saya paparkan dari pengalaman saya, bahwa tidak ada perbedaan dengan peserta umum. Peserta BPJS hanya harus sabar dan tlaten sedikit untuk menyertakan surat-surat persyaratan yang harus dibawa. Dan yang penting lagi, aktif dan responsif menjadi anggota BPJS baik dalam hal kewajiban dan hak serta mekanisme yang sesuai aturan yang ditetapkan. Kalo orangnya atau anggota BPJS nggak rewel sih, nggak ada keluhan kok sebenarnya. Masak udah dienakin banyak, repot dikit kagak mau? Hehehe. Mau naik kelas? Ini juga boleh. Waktu pengalaman opname, Pernah karena kondisi ibu sangat lemah kami putuskan untuk naik kelas di VIP selama 14 hari, selain kami membayar tambahan biaya rumah sakit, kami tetap mendapatkan hak kami terback up nominal yang banyak sekali dari BPJS atas diagnosis ibu dari dokter yang menangani beliau. Kalau nggak naik kelas? Lebih enak, sesuai dengan kemauan dan kemampuan kita dari awal mendaftar dan tidak dipungut biaya sama sekali. Kalau sampai mendapatkan pelayanan turun kelas dari haknya gimana? Ini kembali lagi harus ada kesadaran diri yang lebih karena BPJS adalah jaminan nasional, pesertanya bukan 1 2 orang saja, dan rumah sakitnya juga digunakan untuk melayani banyak orang. Tidak sesuai kelas biasanya karena banyak alasan, nah kalo uda ini yang dialamin ambil positifnya aja, toh masih enak kan? Kita gratis banget loh,. Tidak sampai di tolak untuk dilayani. sudahlah… BPJS itu lebih banyak enaknya, apalagi sekarang sudah banyak sekali rumah sakit yang ikut serta bekerja sama menerima peserta BPJS. Kenapa saya lebih banyak bercerita pelayanan di rumah sakit? Karena ibu lebih sering opname jadi pengalaman saya yang saya share adalah pengalaman yang paling sering saya alami. Bukan berarti saya tidak pernah di faskes pertama, kami di faskes tersebut biasanya kalo kondisi ibu nggak gawat. Kalo dokter faskes pertama membutuhkan pemeriksaan lebih dalam biasanya saya menerima surat rujukan, atau terkadang pasien bisa mengeluhkan hal-hal yang lebih berat dirasakan sehingga mendapatkan rawat intens di rumah sakit setelah pemeriksaan dokter di faskes pertama.
Spoiler for Kualitas obat BPJS ?:
Bagaimana dengan obat? Obat yang kami terima juga nggak kalah berbeda ampuhnya dengan obat yang ibu saya konsumsi ketika belum menjadi peserta BPJS. Mungkin bener nih kata orang, kalo positif thinking dan disyukurin semuanya menjadi berkah. Pengalaman saya, ada rumah sakit yang memberikan dan menyesuaikan kebutuhan obat pasien diluar obat BPJS dengan catatan kemampuan dan kemauan keluarga peserta BPJS, namun ada juga rumah sakit yang hanya memeberikan obat yang ditanggung BPJS. Namun diahir 2015 sampai sekarang, kami sama sekali tidak terpungut biaya apapun dari layanan pengobatan ibu karena menggunakan layanan BPJS sepenuhnya.
Spoiler for Another Story About You:
Pengalaman lain? Di tahun 2015 Ketika ibu di rujuk dokter spesialis mata karena pendarahan area retina mata untuk ke Surabaya, yakni melakukan laser mata. Awalnya kami takut tidak diterima dan kekawatiran yang lain. Namun ternyata tidak,,prosedurnya waktu itu, surat rujukan faskes pertama, surat rujukan faskes lanjutan (rumah sakit), surat pengantar dari BPJS, udah gitu aja. disini di Surabaya ini pelayanan BPJS pendaftarannya di hususkan tidak bercampur dengan pelayanan non BPJS. Kenapa demikian? Karena pelayanan BPJS menyertakan surat dan pegawai mengisi data, sehingga disendirikannya ini lebih memudahkan pegawai rumah sakit mengurus administrasi untuk pasien BPJS dan pasien non BPJS. Biaya? Fiks tidak terpungut sama sekali. Pelayanan administrasi, pelayanan perawatan pertama, pemeriksaan dokter, pengambilan obat. Semuanya tidak menyulitkan sama sekali, hanya saja sekali lagi, setiap apapun yang kita terima dari fasilitas umum yang harus kita tanamkan adalah kesadaran. Disini penting untuk sabar menunggu disebabkan antrian yang banyak. Bahkan bukan peserta BPJS pun harus demikian bukan? setelah 6x dari Surabaya, ibu mendapatkan alat bantu kacamata dari BPJS untuk memudahkan dan membantu ibu sehari-hari sesuai patokan harga kelas anggota BPJS atau juga boleh disesuaiin keinginan model kacamatanya dan memberikan tambahan dari potongan BPJS sesuai harga yang disepakati
Spoiler for Kritik dan Saran buat BPJS:
Nih ada cerita, Sempat punya pengalaman kesalah pahaman mekanisme BPJS, dari faskes pertama kami kurang get point yang disampaikan oleh dokter setempat, lalu kami ke faskes lanjutan untuk memperoleh fasilitas yang kami butuhkan. Namun kami tertolak karena tidak sesuai dari mekanisme yang seharusnya, katanya waktu itu persyaratan baru saja dirubah. Sempat bingung sekali, nah.. inilah hebatnya rumah sakit yang kami andalkan (ada pegawai rumah sakit yang terpilih menjadi coordinator mengurusi BPJS) dan petugas BPJS yang siap siaga. Kami ditelfonkan pihak BPJS untuk dimintai persetujuan penerimaan kami, ternyata kami tidak bisa diterima, karena kalau tidak salah faktornya adalah tidak diperbolehkan mengeluarkan surat rujukan 2x dalam 1 bulan pada 2 rumah sakit. saya mendapatkan keterangan lebih jelas dan rinci dari petugas BPJS. Inilah Pentingnya sosialisasi kepada para anggota BPJS atas ketentuan yang harus dilakukan untuk mendapatkan fasilitas. Komunikatif dan ramah dalam pelayanan sangat penting untuk anggota BPJS apalagi untuk orang-orang yang sangat bergantung dengan pengobatan BPJS. Petugas BPJS menggandeng dan menerima keluh kesah kami sebagai anggota BPJS dengan baik, alangkah baiknya jika dari faskes terendah hal tersebut bisa tersampaikan dengan baik karna darisanalah dasar kewenangan penerimaan pelayanan BPJS. Sosialisasi (kumpul bareng-bareng, gitu mungkin lebih terdelivery maksud bahasa saya) antar anggota BPJS baik diwakili keluarga pasien lebih teapatnya, dengan perwakilan yang bersangkutan dalam lingkup BPJS pada satu acara dan ditempat yang sama perkecamatan misalnya, sepertinya menjadikan saling transfer tujuan yang diinginkan secara mufakat dengan baik.
(seklumit cerita kritik dan saran, mohon maaf jika kata-katanya kurang pantas, sekalipun kami sudah memilih dan mengolah kata sehati-hati mungkin. Namun mungkin diksi yang kami sebutkan kurang tepat) Saya sempat mendengar beberapa pasien yang merasa kurang pas, karena katanya kurang mendapatkan respon yang baik dari faskes pertama untuk melakukan pengobatan di faskes lanjutan. Sedangkan kita tahu bahwa setiap individu menginginkan pengobatan yang lengkap dan terbaik, kadang kami lupa keegoisan yang tidak boleh di dahulukan karena menyankut kemaslahatan bersama (tentang finansial yang dikeluarkan pihak berwenang karena tidak begitu urgent misalnya). Hal ini biasanya terjadi karena keinginan tidak sesuai dengan kenyataan, kurangnya pemahaman para anggota BPJS, kurangnya komunikasi yang baik yang dapat saling memahami kebutuhan. Konon, Pasien di faskes pertama merasa tidak ada perubahan kondisi namun diberi obat yang sama terus-menerus dan tidak diberi surat rujukan untuk ke faskes lanjutan, inilah yang membuat mereka biasanya berdalih bahwa mendapatkan surat rujukan ke rumah sakit sangat sulit dan dilayani kurang sesuai. Interaksi dan pemahaman sejalur mulai dari “kapan kami mendapat surat rujukan? Kapan kami cukup hanya di faskes pertama saja? Kapan kami boleh ke rumah sakit tanpa rujukan? Apa saja yang menjadi penyebab kami dikatakan pasien yang ditanggung BPJS ketika masuk IGD?” Hal-hal semacam itu masih ada orang yang tidak tahu dan rancu baik karena tidak ada fasilitas yang menunjang untuk tahu, tidak bertanya, dan tidak berpengalaman. tahu-tahu ketika menghadapi kondisi yang membingungkan, yang terjadi marah dan mengumpat, bahkan ada juga yang ahirnya putus asa untuk berobat karena merasa kondisi tetap sama saja, namun tindakan dokter tetap sama pula. Nah, ini sebenarnya dan sepertinya bisa diselesaikan dengan komunikasi. Sebab banyak orang yang kurang aktif, mereka ada yang berkata tidak berani bertanya, namun ketika mereka diberi arahan dan penjelasan, mereka patuh dan memahami. Pengalaman ini saya dengar dari orang lain, pernah 1 2 kali saya demikian tapi saya tergolong anggota BPJS yang aktif jadi kondisi semacam diatas tidak membuat kami bingung dan kurang puas yang berkelanjutan, juga karena kondisi ibu sudah pasien kronik, kami disini biasa mendapatkan DPJP alias perpanjangan waktu control dari dokter spesialis yang melihat pasien masih butuh pemantauan intensif untuk melakukan check up tanpa meminta rujukan dari puskesmas atau faskes pertama.
(seklumit cerita kritik dan saran, mohon maaf jika kata-katanya kurang pantas, sekalipun kami sudah memilih dan mengolah kata sehati-hati mungkin. Namun mungkin diksi yang kami sebutkan kurang tepat) Saya sempat mendengar beberapa pasien yang merasa kurang pas, karena katanya kurang mendapatkan respon yang baik dari faskes pertama untuk melakukan pengobatan di faskes lanjutan. Sedangkan kita tahu bahwa setiap individu menginginkan pengobatan yang lengkap dan terbaik, kadang kami lupa keegoisan yang tidak boleh di dahulukan karena menyankut kemaslahatan bersama (tentang finansial yang dikeluarkan pihak berwenang karena tidak begitu urgent misalnya). Hal ini biasanya terjadi karena keinginan tidak sesuai dengan kenyataan, kurangnya pemahaman para anggota BPJS, kurangnya komunikasi yang baik yang dapat saling memahami kebutuhan. Konon, Pasien di faskes pertama merasa tidak ada perubahan kondisi namun diberi obat yang sama terus-menerus dan tidak diberi surat rujukan untuk ke faskes lanjutan, inilah yang membuat mereka biasanya berdalih bahwa mendapatkan surat rujukan ke rumah sakit sangat sulit dan dilayani kurang sesuai. Interaksi dan pemahaman sejalur mulai dari “kapan kami mendapat surat rujukan? Kapan kami cukup hanya di faskes pertama saja? Kapan kami boleh ke rumah sakit tanpa rujukan? Apa saja yang menjadi penyebab kami dikatakan pasien yang ditanggung BPJS ketika masuk IGD?” Hal-hal semacam itu masih ada orang yang tidak tahu dan rancu baik karena tidak ada fasilitas yang menunjang untuk tahu, tidak bertanya, dan tidak berpengalaman. tahu-tahu ketika menghadapi kondisi yang membingungkan, yang terjadi marah dan mengumpat, bahkan ada juga yang ahirnya putus asa untuk berobat karena merasa kondisi tetap sama saja, namun tindakan dokter tetap sama pula. Nah, ini sebenarnya dan sepertinya bisa diselesaikan dengan komunikasi. Sebab banyak orang yang kurang aktif, mereka ada yang berkata tidak berani bertanya, namun ketika mereka diberi arahan dan penjelasan, mereka patuh dan memahami. Pengalaman ini saya dengar dari orang lain, pernah 1 2 kali saya demikian tapi saya tergolong anggota BPJS yang aktif jadi kondisi semacam diatas tidak membuat kami bingung dan kurang puas yang berkelanjutan, juga karena kondisi ibu sudah pasien kronik, kami disini biasa mendapatkan DPJP alias perpanjangan waktu control dari dokter spesialis yang melihat pasien masih butuh pemantauan intensif untuk melakukan check up tanpa meminta rujukan dari puskesmas atau faskes pertama.
Spoiler for BPJS is like an umbrella before Rain:
Sangat panjang dan lebar sekali, yang sudah saya sampaikan dari ratusan hari menjadi anggota BPJS, pengalaman bermacam-macam pun kami rasakan serta juga kami komunikasikan dengan saling bercerita dan mendengarkan dari peserta BPJS yang lain. Antrean dalam berobat biasa kami gunakan untuk berkenalan, sharing keluh kesah penyakit dan pengalaman-pngalaman menjadi anggota BPJS, atau hanya sekedar bercanda dan menambah saudara yang sama-sama saling berjuang untuk memperjuangkan kesempatan sembuh. Apa rugi setelah sembuh terus menerus bayar iuran? Kata ibuk: yah nggak bangetlah.. justru kami pengen gantian menyumbang yang lain, bukan terus-terusan disumbang. Ya to? Kan lebih enak sembuh tapi bisa menolong yang lain, beeeh…mulya banget itu. untuk yang terus bayar iuran dan tidak sakit, jangan lupa bersyukur juga jangan lupa tetap menjaga kesehatan sekalipun sudah tertangguhkan biayanya dari BPJS, namun ingat lebih nikmat dan indah menyumbang dan tidak merasakan sakit, daripada sebaliknya. Jangan lupa juga jaga kesehatan dan atur pola hidup dengan baik, bukan berarti menjadi anggota BPJS sama dengan boleh sakit. Itu nggak bener kan gaes? Kesempatan sembuh harus benar-benar dijaga. Dan yang terahir Cepat sembuh untuk yang berjuang melawan sakit, kami minta doanya pula untuk kesembuhan ibu tercinta kami.. karena benar kata ibuk, lebih baik kami bayar iuran daripada harus sakit dan menghabiskan iuran orang banyak. Yang jelas intinya, Manfaat BPJS adalah membantu membuang rasa hawatir, takut dan menjadi beban dari orang yang sakit yakni terlebih segi finansial untuk terus bangkit karena banyak orang yang telah mengulurkan tangannya untuk membantu kesembuhan kita semua melalui BPJS. BPJS ada untuk kita semua. BPJS itu ibaratnya SEDIA PAYUNG SEBELUM HUJAN.Semoga semakin banyak orang sadar bahwa BPJS penting untuk menjamin kesehatan dan manfaatnya yang luar biasa.
Diubah oleh adinafalinda 05-08-2016 12:41
0
1.8K
Kutip
18
Balasan
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan