REPUBLIKA.CO.ID, BATAM -- Badan
Tenaga Nuklir Nasional (Batan)
mengungkapkan sejumlah fakta dan
kondisi Indonesia dalam memasuki era
nuklir. Hal ini diungkapkannya
mengingat Presiden Joko Widodo telah
membuka jalan bagi Indonesia untuk
membangun Pembangkit Listrik Tenaga
Nuklir (PLTN).
"Siapkah kita (Indonesia) memasuki era
nuklir?" ungkap Kepala Batan, Profesor
Djarot Wisnubroto saat Seminar
Nasional Teknologi Energi Nuklir
bertemakan "Peran Energi Nuklir dalam
Pengembangan Industri Nasional dan
Peningkatan Kapasitas SDM" di
Politeknik Negeri Batam, Kepulauan
Riau, Kamis (3/8).
Menurut Djarot, Kalimantan Timur,
Kalimantan Barat, Bangka Belitung dan
Batam menjadi wilayah yang paling
lantang menyuarakan keinginan
pembangunan PLTN. Namun sayangnya, hal ini masih memiliki tantangan tersendiri ke depannya.
Tantanganya adalah siklus politik lima
tahun yang acap menyebabkan
pergantian kepala daerah. Dengan kata
lain, pandangan dalam membangun
PLTN tidak dijamin akan sama dengan
pimpinan sebelumnya.
Di samping itu, Indonesia sebenarnya
sudah dinyatakan siap membangun
PLTN jika dilihat dari infrastrukturnya.
Hal ini berdasarkan peninjauan dari
International Atomic Energy Agency
(IAEA) pada 2009. Namun sayangnya,
situasi ini masih terhambat dari
komitmen nasional secara menyeluruh.
Dari segi Sumber Daya Manusia (SDM),
Indonesia sudah memiliki lembaga
pencetak berkualitas. Sejumlah
Perguruan Tinggi (PT) seperti Universitas Gajah Mada (UGM) dan sebagainya telah memiliki potensi pasokan SDM berkualitas.
Potensi uranium dan thorium di
Indonesia pun dianggap sudah
mumpuni. Menurut Djarot, Indonesia
memiliki potensi 74 ribu ton uranium di
Kalimantan Barat (Kabar). Potensi ini
juga kemungkinan ada di daerah
lainnya, seperti Bangka Belitung dan
Sulawesi Barat. Bahkan, potensi thorium di Indonesia bisa dua hingga empat kali lipat atau 131 ribu ton.
Meski sudah memiliki banyak potensi,
kata Djarot, sampai saat ini belum ada
aturan yang membolehkan eksploitasi
energi nuklir secara komersial di
Indonesia. Atas dasar itu, Indonesia
terpaksa mengimpor energi tersebut.
Sementara thorium, dia menganggap ini menarik, tapi sayangnya harus
menunggu 30 tahun agar bisa
dikomersialisasi. "Tapi yang pasti, PLTN
menjadi opsi paling sesuai saat ini."
http://m.republika.co.id/berita/nasi...uki-era-nuklir
Kita bukan AMERIKA SERIKAT pak, kita masih sangat jauhhhhhhhhhhhhhhh dibawah Amerika dalam hal Nuklir.
Kalo mau, pinjam beberapa orang pakar nuklir Amerika dulu, dengan catatan, dana besar harus siap..
Ingat pak, Amerika itu negara di dunia yang paling royal dan tidak pelit untuk penelitian..
Kita ga perlu seroyal mereka, tapi kalo mau serius, harus dipersiapkan dgn baik..