- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Komisi I Desak Pemerintah Tegas Soal Kesepakatan Bilateral
TS
auraku7
Komisi I Desak Pemerintah Tegas Soal Kesepakatan Bilateral
Quote:
Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Charles Honoris mendesak pemerintah bertindak tegas terkait pelaksanaan patroli maritim antar tiga negara yakni Indonesia, Filipina dan Malaysia, dalam kesepakatan bilateral.
Sampai saat ini, Charles mengaku masih mempertanyakan pelaksanaan dari patroli tersebut karena masih terjadi penyanderaan terhadap WNI di perairan Filipina.
Menurutnya, dalam perjanjian antar tiga negara tersebut terdapat kesepakatan bagaimana mengamankan titik-titik rawan di kawasan perairan Filipina dari perompakan, pembajakan, dan penculikan.
"Saya mempertanyakan prosesnya seperti apa dan Kemenlu sebagai penanggung jawab sektor untuk bisa merealisasikan itu," ujarnya di Gedung DPR RI Jakarta, Senin (1/8).
Menurutnya, walaupun ketiga negara telah sepakat untuk melakukan patroli bersama, namun sampai saat ini rencana tersebut belum terealisasi. Hal ini disinyalir karena adanya persoalan teknis.
Charles mengatakan Parlemen RI akan mendesak pemerintah RI untuk mendesak pemerintah Filipina segera melaksanakan komitmennya yang telah meratifikasi International Convention Against the Takings of Hostage. Hal ini karena konvensi tersebut sudah ditandatangani sejak 30 tahun lalu.
Namun, ia menyayangkan dalam beberapa tahun terakhir masih terjadi kasus-kasus penyanderaan terhadap WNI. Padahal, sambungnya, Indonesia sudah melakukan kewajibannya dalam melindungi Warga Negara Malaysia maupun WNA dari wilayah teritorial yang menjadi korban penyanderaan.
"Ini kan sudah 30 tahun ditandatangi tapi nyatanya dalam beberapa tahun terakhir kasus-kasus penyanderaan masih terjadi," ucapnya.
Selain itu, Charles juga mengatakan keluarga korban penyanderaan Kapal Tugboat Charles 001 harus dapatkan perlindungan. Hal ini sesuai dengan hasil pertemuan antara keluarga korban penyanderaan Abu Sayyaf dengan Kementerian Luar Negeri yang dilakukan siang tadi.
Menurutnya, keluarga korban harus mendapatkan asistensi pendampingan yang lebih intens. Hal ini untuk keluarga mengetahui kondisi korban yang masih dalam masa penyanderaan sejak 21 Juni 2016 di perairan Filipina.
Perlindungan ini, sambungnya, juga untuk melindungi pihak keluarga apabila dihubungi oleh pihak Abu Sayyaf.
Sampai saat ini, Charles mengaku masih mempertanyakan pelaksanaan dari patroli tersebut karena masih terjadi penyanderaan terhadap WNI di perairan Filipina.
Menurutnya, dalam perjanjian antar tiga negara tersebut terdapat kesepakatan bagaimana mengamankan titik-titik rawan di kawasan perairan Filipina dari perompakan, pembajakan, dan penculikan.
"Saya mempertanyakan prosesnya seperti apa dan Kemenlu sebagai penanggung jawab sektor untuk bisa merealisasikan itu," ujarnya di Gedung DPR RI Jakarta, Senin (1/8).
Menurutnya, walaupun ketiga negara telah sepakat untuk melakukan patroli bersama, namun sampai saat ini rencana tersebut belum terealisasi. Hal ini disinyalir karena adanya persoalan teknis.
Charles mengatakan Parlemen RI akan mendesak pemerintah RI untuk mendesak pemerintah Filipina segera melaksanakan komitmennya yang telah meratifikasi International Convention Against the Takings of Hostage. Hal ini karena konvensi tersebut sudah ditandatangani sejak 30 tahun lalu.
Namun, ia menyayangkan dalam beberapa tahun terakhir masih terjadi kasus-kasus penyanderaan terhadap WNI. Padahal, sambungnya, Indonesia sudah melakukan kewajibannya dalam melindungi Warga Negara Malaysia maupun WNA dari wilayah teritorial yang menjadi korban penyanderaan.
"Ini kan sudah 30 tahun ditandatangi tapi nyatanya dalam beberapa tahun terakhir kasus-kasus penyanderaan masih terjadi," ucapnya.
Selain itu, Charles juga mengatakan keluarga korban penyanderaan Kapal Tugboat Charles 001 harus dapatkan perlindungan. Hal ini sesuai dengan hasil pertemuan antara keluarga korban penyanderaan Abu Sayyaf dengan Kementerian Luar Negeri yang dilakukan siang tadi.
Menurutnya, keluarga korban harus mendapatkan asistensi pendampingan yang lebih intens. Hal ini untuk keluarga mengetahui kondisi korban yang masih dalam masa penyanderaan sejak 21 Juni 2016 di perairan Filipina.
Perlindungan ini, sambungnya, juga untuk melindungi pihak keluarga apabila dihubungi oleh pihak Abu Sayyaf.
Sumber : CNN Indonesia
0
391
Kutip
0
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan