- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Realitas Sistem Pemilu Proporsional Terbuka dan Tertutup di Indonesia


TS
InRealLife
Realitas Sistem Pemilu Proporsional Terbuka dan Tertutup di Indonesia
http://www.tribunnews.com/nasional/2...p-di-indonesia

Ruang rapat Komisi II DPR
Kaskuser B&P lebih suka sistem apa?
Proporsional tertutup:
-Penetapan peraih kursi DPR berdasarkan nomor urut caleg
-Sistem yang berlaku pada zaman Orba dan Pemilu sampai 2004
Proporsional terbuka:
-Penetapan peraih kursi DPR berdasarkan suara terbanyak yang diraih caleg
-Sistem yang berlaku sejak Pemilu 2009

Ruang rapat Komisi II DPR
Quote:
Realitas Sistem Pemilu Proporsional Terbuka dan Tertutup di Indonesia
Jumat, 22 Juli 2016 08:35 WIB
Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri dalam rancangan revisi UU 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, atau yang lazim disebut UU Pemilu, kembali menguat silang sengkarut elite pengurus parpol antara yang ingin mempertahankan sistem proporsional terbuka dengan mengembalikan ke proporsional tertutup.
Direktur Eksekutif Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago mengatakan, sistem proporsional daftar terbuka yang sudah kita laksanakan dalam dua kali pemilu, yakni pemilu 2009 dan pemilu 2014. Justifikasi logis yang dibangun, kelemahan sistem proporsional terbuka, melahirkan wakil rakyat karbitan yang masih belajar, belum teruji dan sebagian bukan kader terbaik partai, sehingga terpilih wakil yang gagal menjaga pintu (gate keepers) moral dan tanggung jawab, alih alih perjuangkan rakyat, fungsi pengawasan pun tidak maksimal.
"Dalam sistem proporsional terbuka rakyat berdaulat penuh. Namun realitas kondisi masyarakat yang masih lapar dan miskin, cenderung memilih wakil pemilik modal dan berduit, mengabaikan soal fatsun politik, moralitas apalagi kapasitas. Melihat bentangan emperis selama ini, trend proporsional terbuka melahirkan wakil rakyat instan, berbekal ekses kapital dan popularitas semata," kata Pangi melalui pesan singkatnya, Jumat (22/7/2016).
Selain itu, menurut Pangi, konsekuensi proporsional terbuka, terjadi persaingan yang kurang sehat (politik destruktif) antar caleg dalam satu partai, tabiat ganjil kontestasi sesama caleg satu partai bukan berperang dengan partai lain.
Adapun kelebihan proporsional terbuka, siapa yang akan duduk di parlemen memang sepenuhnya bergantung pada rakyat, bukan partai. Sistem proporsional terbuka, menjamin dan memastikan suara rakyat menjadi penentu siapa-siapa saja yang akan duduk di parlemen.
"Alokasi nilai-nilai secara otoritatif dari partai kembali nampak," ujarnya.
Menurut Pangi, dengan dalih alibi, proporsional tertutup dianggap kembali ke sistem Orde Baru, menguatnya kembali sistem oligarki kepartaian dan menguatnya partai (struggle for power). Sementara itu, kelemahan sistem proporsional tertutup di antaranya menutup kanal partisipasi publik yang lebih besar, menjauhkan ekses hubungan antara pemilih dan wakil pasca pemilu menjadi rentetan akumulasi kekecewaan publik.
Proporsional tertutup juga membuat komunikasi politik tidak berjalan dan kesempatan calon terpilih lebih tidak adil. Tidak sampai disitu, krisis calon anggota legislatif (caleg) tak bisa di-elakkan karena sedikit yang berminat dan serius maju jadi caleg, sudah bisa diprediksi siapa yang akan terpilih.
"Itu artinya, sistem proporsional tertutup, partai berkuasa penuh, partai menjadi penentu siapa-siapa yang akan duduk di kursi parlemen setelah perolehan suara partai dikonversikan ke jumlah kursi. Ini serangkaian fakta emperis yang muncul irisannya ke tengah publik," tuturnya.
Masih kata Pangi, salah satu ketertarikan sistem pemilu proporsional tertutup ialah mampu meminimalisir politik uang, spektrum-nya tekan biaya pemilu yang cenderung mahal. Pelaksanaan sistem proporsional terbuka membuat pemilu mahal.
Kelebihan proporsional tertutup memastikan bahwa masyarakat cukup memilih partai dan biar lah partai yang akan mengirimkan kader-kader terbaiknya ke parlemen, sebab partai tahu betul siapa kader yang punya kapasitas, integritas, narasi struktural dan kultural.
"Dekontruksi ciri dari parpol hidup kembali, menyiapkan kader menduduki jabatan kepemimpinan bisa kembali ke trayeknya. Proporsional tertutup paling tidak mampu memompa wakil rakyat ke arah yang lebih baik," ucapnya.
Lebih jauh Pangi mengatakan, kegelisahan yang mengelitik, kader yang sudah berjuang dan berdarah-darah membesarkan partai selama ini tidak terpilih dalam pemilu legislatif. Deparpolisasi ilmiah pun menggeliat, tidak perlu bersusah payah menjadi pengurus partai, menjadi penumpang gelap dan terpilih dalam sebuah hajatan pemilu lewat operasi sentuhan akhir (finishing toch) yang sempurna.
Ini realitas yang terjadi di lapangan. Poin pentingnya adalah memulihkan kembali dagradasi otoritas kekuasaan partai soal rekrutmen kepemimpinan. Dari bentangan emperis di atas, jelas memantik polemik dan anomali politik, tinggal kita memilih jalan terbaik, bukan tidak mungkin mengambil jalan tengah.
"Bisa via modifikasi kelemahan dan kelebihan sistem proporsional terbuka dan tertutup, misalnya kelemahan proporsional tertutup bagaimana memikirkan agar hubungan antara pemilih dan wakilnya tidak putus pasca pemilu? Bagaimana memikirkan meminimalisir politik uang dan menjamurnya caleg instan menjelang pemilu yang merusak lanskap kaderisasi partai politik Indonesia," tandasnya.
Jumat, 22 Juli 2016 08:35 WIB
Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri dalam rancangan revisi UU 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, atau yang lazim disebut UU Pemilu, kembali menguat silang sengkarut elite pengurus parpol antara yang ingin mempertahankan sistem proporsional terbuka dengan mengembalikan ke proporsional tertutup.
Direktur Eksekutif Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago mengatakan, sistem proporsional daftar terbuka yang sudah kita laksanakan dalam dua kali pemilu, yakni pemilu 2009 dan pemilu 2014. Justifikasi logis yang dibangun, kelemahan sistem proporsional terbuka, melahirkan wakil rakyat karbitan yang masih belajar, belum teruji dan sebagian bukan kader terbaik partai, sehingga terpilih wakil yang gagal menjaga pintu (gate keepers) moral dan tanggung jawab, alih alih perjuangkan rakyat, fungsi pengawasan pun tidak maksimal.
"Dalam sistem proporsional terbuka rakyat berdaulat penuh. Namun realitas kondisi masyarakat yang masih lapar dan miskin, cenderung memilih wakil pemilik modal dan berduit, mengabaikan soal fatsun politik, moralitas apalagi kapasitas. Melihat bentangan emperis selama ini, trend proporsional terbuka melahirkan wakil rakyat instan, berbekal ekses kapital dan popularitas semata," kata Pangi melalui pesan singkatnya, Jumat (22/7/2016).
Selain itu, menurut Pangi, konsekuensi proporsional terbuka, terjadi persaingan yang kurang sehat (politik destruktif) antar caleg dalam satu partai, tabiat ganjil kontestasi sesama caleg satu partai bukan berperang dengan partai lain.
Adapun kelebihan proporsional terbuka, siapa yang akan duduk di parlemen memang sepenuhnya bergantung pada rakyat, bukan partai. Sistem proporsional terbuka, menjamin dan memastikan suara rakyat menjadi penentu siapa-siapa saja yang akan duduk di parlemen.
"Alokasi nilai-nilai secara otoritatif dari partai kembali nampak," ujarnya.
Menurut Pangi, dengan dalih alibi, proporsional tertutup dianggap kembali ke sistem Orde Baru, menguatnya kembali sistem oligarki kepartaian dan menguatnya partai (struggle for power). Sementara itu, kelemahan sistem proporsional tertutup di antaranya menutup kanal partisipasi publik yang lebih besar, menjauhkan ekses hubungan antara pemilih dan wakil pasca pemilu menjadi rentetan akumulasi kekecewaan publik.
Proporsional tertutup juga membuat komunikasi politik tidak berjalan dan kesempatan calon terpilih lebih tidak adil. Tidak sampai disitu, krisis calon anggota legislatif (caleg) tak bisa di-elakkan karena sedikit yang berminat dan serius maju jadi caleg, sudah bisa diprediksi siapa yang akan terpilih.
"Itu artinya, sistem proporsional tertutup, partai berkuasa penuh, partai menjadi penentu siapa-siapa yang akan duduk di kursi parlemen setelah perolehan suara partai dikonversikan ke jumlah kursi. Ini serangkaian fakta emperis yang muncul irisannya ke tengah publik," tuturnya.
Masih kata Pangi, salah satu ketertarikan sistem pemilu proporsional tertutup ialah mampu meminimalisir politik uang, spektrum-nya tekan biaya pemilu yang cenderung mahal. Pelaksanaan sistem proporsional terbuka membuat pemilu mahal.
Kelebihan proporsional tertutup memastikan bahwa masyarakat cukup memilih partai dan biar lah partai yang akan mengirimkan kader-kader terbaiknya ke parlemen, sebab partai tahu betul siapa kader yang punya kapasitas, integritas, narasi struktural dan kultural.
"Dekontruksi ciri dari parpol hidup kembali, menyiapkan kader menduduki jabatan kepemimpinan bisa kembali ke trayeknya. Proporsional tertutup paling tidak mampu memompa wakil rakyat ke arah yang lebih baik," ucapnya.
Lebih jauh Pangi mengatakan, kegelisahan yang mengelitik, kader yang sudah berjuang dan berdarah-darah membesarkan partai selama ini tidak terpilih dalam pemilu legislatif. Deparpolisasi ilmiah pun menggeliat, tidak perlu bersusah payah menjadi pengurus partai, menjadi penumpang gelap dan terpilih dalam sebuah hajatan pemilu lewat operasi sentuhan akhir (finishing toch) yang sempurna.
Ini realitas yang terjadi di lapangan. Poin pentingnya adalah memulihkan kembali dagradasi otoritas kekuasaan partai soal rekrutmen kepemimpinan. Dari bentangan emperis di atas, jelas memantik polemik dan anomali politik, tinggal kita memilih jalan terbaik, bukan tidak mungkin mengambil jalan tengah.
"Bisa via modifikasi kelemahan dan kelebihan sistem proporsional terbuka dan tertutup, misalnya kelemahan proporsional tertutup bagaimana memikirkan agar hubungan antara pemilih dan wakilnya tidak putus pasca pemilu? Bagaimana memikirkan meminimalisir politik uang dan menjamurnya caleg instan menjelang pemilu yang merusak lanskap kaderisasi partai politik Indonesia," tandasnya.
Kaskuser B&P lebih suka sistem apa?
Proporsional tertutup:
-Penetapan peraih kursi DPR berdasarkan nomor urut caleg
-Sistem yang berlaku pada zaman Orba dan Pemilu sampai 2004
Proporsional terbuka:
-Penetapan peraih kursi DPR berdasarkan suara terbanyak yang diraih caleg
-Sistem yang berlaku sejak Pemilu 2009
0
1.4K
Kutip
4
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan