- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Mirzakhani, muslimah dan matematika


TS
p0congkaskus
Mirzakhani, muslimah dan matematika

Maryam Mirzakhani menuliskan persamaan matematika (wikipedia.org)
Sejak manusia mengenal matematika, dunia mereka tak pernah lagi sama. Dari masa Phytaghoras hingga kini, kerja matematika selalu sama: mencari pola segala sesuatu, lalu memroyeksikan konsekuensi-konsekuensinya. Kemampuan menangkap pola membuat manusia mampu memahami cara kerja lingkungan hidupnya. Kemampuan memproyeksikan konsekuensi— sebagai lanjutan dari pola yang dipahami—membuat manusia mampu mengantisipasi, bahkan memanipulasi lingkungannya. Semakin banyak informasi yang dikumpulkan dan dikomunikasikan, membuat manusia mampu membangun peradabannya sendiri.
Matematika banyak memudahkan hidup manusia. Setelah manusia mampu membedakan satu hal dari hal lainnya, dengan matematika mereka kini mulai bisa menghitung berapa jumlahnya, berapa nilainya dan apa saja jenisnya. Matematika juga membuat manusia memahami bahwa bentuk paling tak beraturan sekalipun tersusun oleh bangun-bangun dasar yang sama: persegi, segi tiga dan lingkaran dengan berbagai varian dan kombinasinya. Juga, manusia memahami ada perubahan-perubahan yang terus terjadi mengikuti pola-pola tertentu: pola perubahan musim mengikuti pola gerak semu matahari, atau bagaimana pola pasang-surut air mengikuti pola perubahan bulan dan sebagainya dan sebagainya. Manusia mulai menyederhanakan dunia dalam konsep, pola dan rumus.
Setiap peradaban besar dibangun diatas fondasi matematis yang kuat. Piramida di Mesir merupakan salah satu contoh kemajuan pemahaman dan penerapan matematika dalam arsitektur. Tak mungkin manusia bisa membangun struktur organisasi serumit “negara” atau “kerajaan” kalau tidak memiliki dasar matematis yang kuat. Kebutuhan mendirikan organisasi pemerintahan merupakan konsekuensi logis-matematis dari deduksi penyelesaian sengketa-sengketa sosial dalam komunitas manusia. Tak mungkin manusia bisa membangun sistem irigasi yang baik tanpa didasari pemahaman matematis yang mendalam. Matematika adalah cara kerja otak untuk memahami kenyataan. Seperti ujaran Rene Descartes “with me, everything turns into mathematic!” Bagi mereka yang paham matematika, segala hal akan tampak matematis.
Kongres dunia bagi para matematikawan berlangsung di Kota Chicago pada tahun 1893. Saat kota itu sedang sibuk mempersiapkan peringatan 400 tahun penemuan Christopher Columbus atas Dunia Baru. Serangkaian kongres ilmu pengetahuan dan filsafat internasional dijadwalkan untuk digelar. Salah satunya adalah yang digelar dengan sebutan World Congress of Mathematicians and Astronomers. Kongres ini diisi serangkaian kuliah perkembangan matematika mutakhir waktu itu serta tentu saja, pembicaraan mengenai bagaimana mempererat kerjasama antar ahli-ahli matematika dari seluruh belahan dunia.
Kongres berikutya digelar di Zurich, Switzerland pada tahun 1897. Dengan semangat untuk berkolaborasi, ahli matematika dari seluruh penjuru dunia berkumpul di sana pada Agustus tahun itu. Tepat seperti yang diucapkan Adolf Hurwitz dalam sambutannya “It’s true that the great conception of science generally develop and mature in the silent study of the scholars. No science, unless perhaps philosophy, has such a brooding and solitary character as mathematics. But nevertheless there lives in the breast of the mathematician the necessity for communication, for conversation with colleagues.” Di kongres inilah disepakati bahwa World Congress Chicago merupakan International Congress of Mathematicians yang pertama. Kongres ini juga menyepakati akan menerbitkan buletin berkala yang memuat kerja-kerja matematika mutakhir untuk menstimulasi kemajuan matematika dunia. Verbus unitis! Sei usere losung. Dan sejak itu, International Congress of Mathematicians digelar berpindah tempat secara berkala empat tahun sekali.
Pada perkembangan berikutnya, kongres ini juga memberikan berbagai penghargaan bagi mereka yang memiliki kontribusi besar pada kemajuan pemahaman matematika. Salah satu yang paling prestisius adalah International Medal for Outstanding Discoveries in Mathematics atau biasa disebut Fields Medals. Penghargaan yang pertama kali diberikan di Oslo pada 1936 ini memiliki syarat lain selain pencapaian matematis, yaitu penerima harus berumur maksimal 40 tahun terhitung sejak 1 Januari pada tahun kongres diadakan. Penerima penghargaan ini diumumkan di hari pertama kongres. Dalam dunia matematika, prestise penghargaan ini bahkan lebih tinggi dari Nobel Prize. Penghargaan inilah pencapian terbesar matematikawan muda dunia.
Pada ICM yang terakhir di tahun 2014, kota Seoul mendapatkan kehormatan menjadi tuan rumah. Tercatat, ini adalah kali ke empat ICM digelar di Asia. Sebelumnya, Kyoto menjadi tuan rumah pada ICM 1990, Beijing pada 2002 dan Hyderabad pada 2010. ICM kali ini digelar sejak 13 hingga 21 Agustus ini mengambil “Dreams and Hopes for Late Starters” sebagai tema Seoul ICM 2014. Penerima Fields Medals dalam kongres tahun ini pun banyak mengundang perhatian dunia. Bagaimana tidak? Tiga diantaranya berasal dari “dunia ketiga” atau dalam bahasa comitee disebut “late starters”. Pertama kali warga Amerika Latin menjadi penerima medal dan untuk pertama kali sepanjang sejarah hadiah ini diberikan kepada seorang perempuan.
Penerima anugerah fields medals pada International Medal for Outstanding Discoveries in Mathematics ICM 2014 adalah Artur Avila dari Brazil, Manjul Bhargava: warga Kanada-Amerika keturunan India, Martin Hairer dari Austria, dan yang paling mengundang perhatian adalah Maryam Mirzakhani, seorang muslimah dari Iran.
Artur Avila adalah orang Amerika Latin pertama yang menerima anugerah ini. Artur dianugerahi Fields Medals karena kontribusi besarnya menjelaskan soal dynamic system, interval exchange transformation, weak mixing dan sebagainya. Artur memenangkan International Mathematical Olympiade pada tahun 1995 lalu melanjutkan studi di Instituto Nacional de Matemática Pura e Aplicada hingga mendapatkan Ph.D. pada umur 21 tahun. Pria yang lebih suka beraktivitas dengan berjalan kaki ini juga pernah menerima berbagai penghargaan bergengsi matematika. Berbeda dengan Artur, Manjul Bhargava mendapatkan Fields Medal “for developing powerful new methods in the geometry of numbers, which he applied to count rings of small rank and to bound the average rank of elliptic curves.” Lelaki yang akrab dengan Hukum Gauss ini menjabat R. Brandon Fradd Professor of Mathematics di Princeton University, New Jersey. Sedangkan Martin Hairer adalah Regius Professor of Mathematic di University of Warwick, Austria. Tentu saja, ketiganya telah banyak berkontribusi pada kemajuan pemahaman matematika umat manusia dan banyak menerima penghargaan-penghargaan bergengsi di bidangnya.
Peraih fields medals terakhir Maryam Mirzakhani, yang paling spesial dan menarik. Bagaimana tidak? Dia adalah orang Iran, perempuan, dan Muslim pertama yang menerima penghargaan ini. Tiga predikat identik inferior dalam dunia sains melekat sekaligus padanya. Tapi ketiga hal itu tak menghalanginya untuk bersinar. Dengan elegan, dia membantu umat manusia memahami persoalan-persoalan pelik dalam matematika mutakhir. Rasanya, tak berlebihan jika kitaa menyebutnya The Lady of Math. Bahkan, jika kita ada di zaman pra-modern, mungkin dia akan disebut The Goddess of Math. Sang Dewi Matematika.
Mirzakhani lahir pada Mei 1977 di Tehran, beberapa tahun sebelum meletusnya Perang Teluk. Selepas sekolah dasar, Perang telah usai dan Tehran menjadi lingkungan yang lebih kondusif bagi pendidikannya. Dia pun menyadarinya. “I was very lucky in many ways. The war ended when I finished elementary school; I couldn’t have had the great opportunities that I had if I had been born 10 years earlier.” Katanya saat diwawancara Clay Mathematics Institute. “I think I was the lucky generation, I was a teenager when things got more stable.” Katanya dalam kesempatan yang lain.
Mirzakhani melanjutkan sekolahnya di sekolah binaan Iran’s National Organization for Development of Exceptional Talents, yaitu Farzanegan Middle School for Girls di Tehran. Lokasi sekolahnya yang dekat dengan berbagai toko buku membuatnya muda sangat gemar membaca. Ia banyak menghabiskan waktu di toko-toko buku tersebut bersama teman-temannya, terutama sahabatnya yang juga kemudian menjadi professor matematika di Washington University, Roya Bahesti. Mirzakhani muda tak pernah membayangkan dirinya akan mendalami matematika. Ia lebih suka menjadi penulis. Ia banyak membaca karya-karya tentang Marie Currie, Hellen Keller juga berbagai novel dan bahan bacaan lainnya. Hingga tahun-tahun terakirnya di SMA dimana dia dan sahabatnya Roya Bahesti dipilih dan akirnya memenangkan Olimpiade Matematika Nasional. Sejak itu, matematika menyajikan tantangan yang selalu menarik dan menyenangkan untuk dipecahkan. “It is fun – it’s like solving a puzzle or connecting the dots in a detective case.” katanya. Menurutnya, penelitian matematika itu tak jauh berbeda dengan menulis novel, “There are different characters, and you are getting to know them better” katanya. “Things evolve, and then you look back at a character, and it’s completely different from your first impression.”
Mirzakhani mendapatkan Ph.D nya dari Harvard University dalam bimbingan Curtis McMullen dengan tesis yang berjudul “Simple geodesics and the Weil-Petersson of Moduli spaces of bordered Riemann surfaces”. Muslimah asal Iran ini diangkat menjadi Profesor pebuh dalam studi matematika di Stanford University sejak 2008. Sebelum mendapat Fields Medal, dia pernah juga dianugerahi berbagai penghargaan matematika bergengsi. Salah satunya Blumenthal Award for the Advancement of Research in Pure Mathematics tahun 2009 dan Satter Prize of the American Mathematical Society tahun 2013.
Sebagaimana hampir semua siswa di dunia, Mirzakhani pernah frustrasi kepada matematika. Katanya, “I don’t think that everyone should become a mathematician, but I do believe that many students don’t give mathematics a real chance. I did poorly in math for a couple of years in middle school; I was just not interested in thinking about it. I can see that without being excited mathematics can look pointless and cold.”. Lalu dia memberikan kesempatan pada matematika untuk menunjukkan dirinya. Hasilnya, “The more I spent time on mathematics, the more excited I became. The beauty of mathematics only shows itself to more patient followers.” Jadilah ia, legenda matematika! Seorang muslimah yang menjadi salah pelita dan teladan bagi kaum Muslim di negara-negara berkembang untuk memajukan kehidupan umat manusia.
sumber : https://youngage.co/mirzakhani-musli...an-matematika/
0
1.3K
4


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan