- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Mengenal Watu Ulo Lewat Tari Batu Ular


TS
auskarman
Mengenal Watu Ulo Lewat Tari Batu Ular

Di tengah sepinya perhatian Pemerintah Daerah setempat terhadap objek wisata Watu Ulo yang berlokasi di daerah Ambulu, Jember, Jawa Timur, sekelompok orang punya cara kreatif guna menggeliatkan kembali aktifitas wisata di sana. Belum lama ini beberapa warga Watu Ulo menciptakan sebuah tarian yang mereka namai Tari Batu Ular. Tarian ini berkisah tentang legenda Pantai Watu Ulo.
Untuk pertama kalinya Tari Batu Ular dipertontonkan kepada masyarakat pada hari Minggu (10/7/2016) sekitar pukul 19:00 WIB, di bibir Pantai Watu Ulo. Gelaran ini disaksikan oleh para wisatawan dari berbagai daerah serta warga sekitar. Dengan didahului prosesi larung sesaji oleh Mbah Atim, pria sepuh yang menjadi juru kunci Pantai Watu Ulo.
Miftahul Rahman, salah seorang penggagas tarian ini menuturkan, Tari Batu Ular merupakan perwujudan dari cerita rakyat tentang asal-usul pantai Watu Ulo. Ia menambahkan, legenda yang selama ini diwarisi masyarakat secara turun-temurun berusaha dikemas dalam bentuk tarian yang mengisahkan prosesi terbentuknya Pantai Watu Ulo.
"Tari Batu Ular ini muncul dari cerita asal-usul Watu Ulo yang berdasarkan pada legenda rakyak, bukan pada cerita yang berlandaskan sejarah. Ke depan harapannya, tarian ini mendapat pengakuan masyarakat secara luas dan Pemerintah Daerah sebagai salah satu tarian yang berkarakter Jember," ucapnya.
Pria yang akrab disapa Cak Memet ini bercerita singkat kepada saya ihwal legenda Watu Ulo. Alkisah ada dua orang yang sekian lama bertapa di Gunung Argopura. Saking lamanya bertapa kemudin masing-masing berubah wujud menjadi ular dan kodok. Suatu ketika mereka berkeinginan menjadi manusia seperti sedia kala. Di tengah bertapanya, keduanya mendapat isyarat ghaib, bahwasanya jika berkeinginan jadi manusia lagi, mereka mesti menemui Nyai Loro Kidul yang bersemayam di Pantai Selatan.
Singkat cerita, berangkatlah mereka menuju Pantai Selatan. Di tengah perjalanan kedua terlibat pertengkaran. Saat itulah tanpa sadar mereka sedang melewati Raden Warsodo, putra angkat Nyai Loro Kidul, yang tengah mancing. Lantaran merasa kaget oleh kegaduhan dua pertapa itu, Raden Warsodo memukulkan gagang pancingnya ke ular jelmaan salah seorang pertapa. Kemudian sang ular terbelah menjadi tiga bagian, lantas Raden Warsodo menendangnya. Bagian kepala terlempar hingga ke Grajagan Banyuwangi, bagian ekor di Pantai Kucur Puger, dan bagian badan menjadi Watu Ulo saat ini.
Tarian ini melibatkan sekitar tiga puluh empat orang peserta, yang terbagi dalam empat kelompok. Masing-masing, tujuh orang pengiring musik, enam orang penari yang memerankan Nyai Loro Kidul beserta pengawalnya, sembilan orang memerankan ular, serta dua belas orang pembawa obor.
"Tiap fragmennya menggambarkan tentang kronologi terciptanya Pantai Watu Ulo," tutur Ponses, sang kreator Tari Ular.
Ponses mengungkapkan, semaksimal mungkin ia berusaha mengemas Tari Batu Ular supaya kental beraroma Jember. Untuk itulah sengaja dipakai musik patrol sebagai pengiring tarian.
Musik Patrol merupakan jenis musik khas yang instrumennya berupa kentongan dengan berbagai varian ukuran. Belum lama ini Pemerintah Daerah setempat telah meresmikan Musik Patrol sebagai musik asli Jember. (Aus)
Diubah oleh auskarman 15-07-2016 13:09


tien212700 memberi reputasi
1
4K
25


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan