- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Cerita Para Pemadam Kebakaran, Mulai dari Dicurigai Bawa Bensin hingga Padamkan Api d


TS
bibir.mer
Cerita Para Pemadam Kebakaran, Mulai dari Dicurigai Bawa Bensin hingga Padamkan Api d
Quote:
JAKARTA, KOMPAS.com - Pengalaman menegangkan kerap dialami para petugas pemadam kebakaran di Sektor 2 Kecamatan Koja, Jakarta Utara, ketika bergulat dengan kobaran api.
Tarji (49), petugas kebakaran yang telah bertugas selama 30 tahun, menceritakan salah satu pengalamanya.
Ketika itu, beberapa tahun lalu, terjadi kebakaran cukup besar di kawasan Jakarta Utara. Tarji pun dipanggil bersama timnya untuk memadamkan api di kawasan tersebut.
Setelah sampai di lokasi, sejumlah warga malah menghadang mereka.
Warga meminta agar tangki air pemadam kebakaran diperiksa terlebih dahulu untuk mengetahui bahwa air yang dibawa petugas bukanlah bensin atau cairan yang mudah terbakar.
Tarji terpaksa menuruti kemauan warga, padahal kobaran api semakin besar. Dengan yakin, Tarji mengambil air dengan gayung lalu meminumnya.
Warga pun percaya bahwa air dalam tangki yang dibawa para pemadam kebakaran itu air sungguhan. Petugas kebakaran kemudian dipersilakan untuk lewat.
"Waktu selesai, saya tanya kenapa mereka cegat saya. Nah kata mereka kalau dulu pernah ada kebakaran, tapi waktu air disemprot, api malah makin besar. Mereka pikir yang disemprotkan petugas bukan air tapi bensin. Lalu saya beri pengertian kalau misalnya kami siram dengan bensin, petugas yang nyiram pasti ikut terbakar," ujar Tarji kepada Kompas.com, Jumat (8/7/2016).
Tarji tak menyalahkan ketidaktahuan warga itu. Ia lebih memilih memberikan informasi yang benar agar nantinya warga tak lagi curiga dengan petugas pemadam yang berniat menolong mereka.
Lain lagi pengalaman yang dirasakan Marijo. laki-laki berusia 51 tahun yang sudah 26 tahun menjinakkan api ini menceritakan pengalamannya ketika bertugas memadamkan kebakaran di daerah Kalijodo.
Saat kebakaran terjadi di daerah itu, belasan unit pemadam dikerahkan untuk memadamkan api.
Namun, saat tiba di lokasi, terjadi kenehan. Ketika petugas ingin memadamkan api, sejumlah warga datang dan memotong selang air.
Berulang kali petugas mengeluarkan selang baru, tetapi warga kembali memotong selang tersebut.
Marijo baru mengetahui bahwa lokasi kebakaran itu merupakan daerah yang sedang diperebutkan.
"Menegangkan sekali waktu itu. Kami keluarkan selang dipotong. Keluarkan lagi, dipotong lagi. Ternyata itu daerah lagi perang. Di satu sisi ada yang pengen bakar rumah itu, di sisi lain, kami ingin padamkan. Akhirnya kami temui penguasa di daerah itu. Dengan perjanjian akhirnya mereka berdamai, baru kami bisa bertugas. Mengerikan sekali pada waktu itu, tombak, parang, senjata tajam yang lain banyak di situ," tutur Marijo.
Penulis: David Oliver Purba
Editor: Icha Rastika
Tarji (49), petugas kebakaran yang telah bertugas selama 30 tahun, menceritakan salah satu pengalamanya.
Ketika itu, beberapa tahun lalu, terjadi kebakaran cukup besar di kawasan Jakarta Utara. Tarji pun dipanggil bersama timnya untuk memadamkan api di kawasan tersebut.
Setelah sampai di lokasi, sejumlah warga malah menghadang mereka.
Warga meminta agar tangki air pemadam kebakaran diperiksa terlebih dahulu untuk mengetahui bahwa air yang dibawa petugas bukanlah bensin atau cairan yang mudah terbakar.
Tarji terpaksa menuruti kemauan warga, padahal kobaran api semakin besar. Dengan yakin, Tarji mengambil air dengan gayung lalu meminumnya.
Warga pun percaya bahwa air dalam tangki yang dibawa para pemadam kebakaran itu air sungguhan. Petugas kebakaran kemudian dipersilakan untuk lewat.
"Waktu selesai, saya tanya kenapa mereka cegat saya. Nah kata mereka kalau dulu pernah ada kebakaran, tapi waktu air disemprot, api malah makin besar. Mereka pikir yang disemprotkan petugas bukan air tapi bensin. Lalu saya beri pengertian kalau misalnya kami siram dengan bensin, petugas yang nyiram pasti ikut terbakar," ujar Tarji kepada Kompas.com, Jumat (8/7/2016).
Tarji tak menyalahkan ketidaktahuan warga itu. Ia lebih memilih memberikan informasi yang benar agar nantinya warga tak lagi curiga dengan petugas pemadam yang berniat menolong mereka.
Lain lagi pengalaman yang dirasakan Marijo. laki-laki berusia 51 tahun yang sudah 26 tahun menjinakkan api ini menceritakan pengalamannya ketika bertugas memadamkan kebakaran di daerah Kalijodo.
Saat kebakaran terjadi di daerah itu, belasan unit pemadam dikerahkan untuk memadamkan api.
Namun, saat tiba di lokasi, terjadi kenehan. Ketika petugas ingin memadamkan api, sejumlah warga datang dan memotong selang air.
Berulang kali petugas mengeluarkan selang baru, tetapi warga kembali memotong selang tersebut.
Marijo baru mengetahui bahwa lokasi kebakaran itu merupakan daerah yang sedang diperebutkan.
"Menegangkan sekali waktu itu. Kami keluarkan selang dipotong. Keluarkan lagi, dipotong lagi. Ternyata itu daerah lagi perang. Di satu sisi ada yang pengen bakar rumah itu, di sisi lain, kami ingin padamkan. Akhirnya kami temui penguasa di daerah itu. Dengan perjanjian akhirnya mereka berdamai, baru kami bisa bertugas. Mengerikan sekali pada waktu itu, tombak, parang, senjata tajam yang lain banyak di situ," tutur Marijo.
Penulis: David Oliver Purba
Editor: Icha Rastika
http://megapolitan.kompas.com/read/2...pi.di.kalijodo
"Jika Terjadi Kebakaran, Secepat Mungkin Kami Capai, Apakah Itu di Kawasan Elite atau Kumuh"
Quote:
JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam memadamkan api, petugas pemadam kebakaran tak pernah membedakan-bedakan kawasan elite atau permukiman kumuh.
Setidaknya demikian yang disampaikan Tarji, seorang petugas pemadam kebakaran dari Sektor 2 Kecamatan Koja, Jakarta Utara.
"Kami tidak punya skala prioritas. Secepat mungkin kami capai, apakah itu kawasan elite atau daerah permukiman warga," ujar Tarji kepada Kompas.com, Jumat (8/7/2016).
Laki-laki yang bertugas sebagai pemadam kebakaran selama 30 tahun ini menepis anggapan yang menyebutkan bahwa pemadam kebakaran bereaksi lebih cepat ketika memadamkan api di kawasan elite dibandingkan dengan kawasan kumuh atau kawasan padat penduduk.
Tarji pun menegaskan bahwa anggapan itu salah. Pihaknya tak pernah membedakan lokasi terjadinya kebakaran.
Diakui Tarji, memadamkan kebakaran di kawasan elite lebih mudah dibandingkan di kawasan padat penduduk.
Sebab, menurut dia, akses di kawasan elite yang luas dan cenderung terbuka itu memudahkan petugas untuk masuk ke lokasi kebakaran.
Selain itu, mayoritas bangunan di perumahan elite menggunakan beton atau bahan yang membuat api tidak cepat merambat.
Sementara itu, di kawasan kumuh, banyak warga yang menghalangi jalan petugas ke lokasi kebakaran. Belum lagi kendaraan yang parkir sembarangan di bahu jalan.
Tarji juga mengatakan, bangunan di daerah kumuh padat menduduk mayoritas menggunakan kayu yang membuat api cepat merambat.
Selain itu, lanjut dia, masih ada anggapan di masyarakat bahwa petugas pemadam kebakaran harus dibayar.
"Itu pemikiran yang salah, enggak usah takut. Petugas itu gratis. Tapi kalau kamu telepon, kami aka telepon balik untuk memastikan benar terjadi kebakaran. Karena ada saja orang iseng yang nelfon kalau ada kebakaran, padahal tidak ada," ujar Tarji.
Penulis: David Oliver Purba
Editor: Icha Rastika
Setidaknya demikian yang disampaikan Tarji, seorang petugas pemadam kebakaran dari Sektor 2 Kecamatan Koja, Jakarta Utara.
"Kami tidak punya skala prioritas. Secepat mungkin kami capai, apakah itu kawasan elite atau daerah permukiman warga," ujar Tarji kepada Kompas.com, Jumat (8/7/2016).
Laki-laki yang bertugas sebagai pemadam kebakaran selama 30 tahun ini menepis anggapan yang menyebutkan bahwa pemadam kebakaran bereaksi lebih cepat ketika memadamkan api di kawasan elite dibandingkan dengan kawasan kumuh atau kawasan padat penduduk.
Tarji pun menegaskan bahwa anggapan itu salah. Pihaknya tak pernah membedakan lokasi terjadinya kebakaran.
Diakui Tarji, memadamkan kebakaran di kawasan elite lebih mudah dibandingkan di kawasan padat penduduk.
Sebab, menurut dia, akses di kawasan elite yang luas dan cenderung terbuka itu memudahkan petugas untuk masuk ke lokasi kebakaran.
Selain itu, mayoritas bangunan di perumahan elite menggunakan beton atau bahan yang membuat api tidak cepat merambat.
Sementara itu, di kawasan kumuh, banyak warga yang menghalangi jalan petugas ke lokasi kebakaran. Belum lagi kendaraan yang parkir sembarangan di bahu jalan.
Tarji juga mengatakan, bangunan di daerah kumuh padat menduduk mayoritas menggunakan kayu yang membuat api cepat merambat.
Selain itu, lanjut dia, masih ada anggapan di masyarakat bahwa petugas pemadam kebakaran harus dibayar.
"Itu pemikiran yang salah, enggak usah takut. Petugas itu gratis. Tapi kalau kamu telepon, kami aka telepon balik untuk memastikan benar terjadi kebakaran. Karena ada saja orang iseng yang nelfon kalau ada kebakaran, padahal tidak ada," ujar Tarji.
Penulis: David Oliver Purba
Editor: Icha Rastika
http://megapolitan.kompas.com/read/2...te.atau.kumuh.
salut deh

0
3.2K
Kutip
20
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan