- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Kisah Cafe Jamban di Semarang yang Tuai Pro Kontra, Mau Coba?


TS
gil4ngdemonic
Kisah Cafe Jamban di Semarang yang Tuai Pro Kontra, Mau Coba?

Semarang - Media Sosial dua hari ini dihebohkan dengan kehadiran Cafe Jamban. Sesuai namanya, makanan di cafe ini dihidangkan di atas jamban jongkok sebagai wadah dan kursinya dari jamban duduk. Hal itu kemudian menuai pro dan kontra publik di media sosial.
Detikcom menelusuri keberadaan cafe tersebut yang berada di Jalan Untung Suropati nomor 445, Ngaliyan, Semarang, Jawa Tengah. Bertempat di lantai dua bangunan ruko, cafe tersebut nampak tidak ada kegiatan di siang hari. Kami pun bertamu ke rumah pemilik cafe yaitu Dr. dr. Budi Laksono (52) yang berada di belakang cafe.
Budi menyambut dengan ramah dan langsung menanggapi soal cafenya yang banyak dibicarakan netizen. Cafe tersebut ternyata bukan cafe sembarangan yang bisa dikunjungi setiap waktu, melainkan tempat diskusi membahas soal sanitasi di Indonesia khususnya Semarang.
"Ini sudah dua bulan buka. Ada sesi bukanya. Biasanya pukul 18.30 sampai 19.30," kata Budi saat ditemui detikcom di rumahnya, Kamis (30/6/2016).
Cafe itu ternyata bukan bertujuan untuk komersil dan mencari sensasi. Budi menjelaskan cafe tersebut tempat berkomunikasi dan membahas soal jamban. Ia sudah sejak lebih dari 10 tahun lalu memang terjun untuk membantu permasalahan sanitasi di Indonesia secara mandiri bersama para relawan.
"Harus reservasi dulu karena hanya ada 8 kursi. Kita harus siapkan makanan yang cocok untuk pengunjung," terangnya.
Dalam diskusi di Cafe Jamban, Budi akan memberikan persentasi terkait pentingnya jamban dan juga kondisi sanitasi yang ternyata masih banyak warga belum memiliki jamban di rumah mereka.
Usai diskusi, maka sesi yang disebut "atraksi" yaitu mengambil makanan dan minuman dari jamban dilakukan. Tentu saja jamban tersebut sangat steril karena sebelum menyeduh hidangan akan dibersihkan dengan teliti.
"Ada kira-kira 200 orang yang ke sini. Rata-rata yang datang orang berpendidikan dan mereka tidak merasa jijik karena sebelumnya kita memang melakukan diskusi," tandasnya.
Kampanye dengan Cafe Jamban tersebut ternyata tidak hanya menarik komentar positif soal kreatifitas, namun banyak juga yang berkomentar miring bahkan menghujat dengan membawa nama agama. Menanggapi hal itu, Budi tidak keberatan karena justru memberikan kesempatan bagi dia untuk menjelaskan soal jamban.
"Ya memang dibahas sisi buruknya, tapi justru kita bisa masuk angle menjelaskan sisi baiknya. Banyak yang menghujat, tapi biasanya paling keras itu yang, maaf, edukasinya paling rendah. Biasanya over responsif, terlalu fanatik dalam pendapat. Mahasiswa lingkungan yang datang ke sini pun tidak masalah," terangnnya.
Bahkan seorang pengguna facebook sampai membuat petisi agar tayangan soal Cafe Jamban tidak ditayangkan di televisi. Namun Budi juga menanggapinya santai, "semua orang sekarang bisa buat petisi, tidak apa-apa".
Dengan beredarnya foto-foto Cafe Jamban, kini keberadaannya justru membuat penasaran. Lokasinya yang tidak mencolok memang kadang sulit untuk ditemui.
"Saya juga ada cafe 'normal' di lantai bawah. Dikelola para relawan," imbuh Budi
(alg/dra)
http://news.detik.com/berita/3246440...ontra-mau-coba
tujuannya bukan buat komersil, kata ownernya

0
3.4K
17


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan