
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengatakan pekerjaan rumah pada ulang tahun Jakarta yang ke 489 tahun ini adalah masalah kemacetan. Namun, pekerjaan rumah yang paling besar adalah amburadulnya birokrasi dalam penyediaan dan pembelian lahan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
"Hampir semua pembelian tanah enggak beres. Jadi kayak ada mafia lebih tanah. (Orang) yang baik-baik yang enggak mau kasih komisi, (akan) dibolak-balik (seperti) pimpong. Selalu begitu," kata Ahok di Balai Kota, Senin, 13 Juni 2016.
Untuk itu, kata Ahok, Pemprov DKI sedang berupaya memperbaiki sistem birokrasi dengan menghilangkan transaksi tunai. Semua bentuk transaksi dalam pembelian lahan harus dilakukan dengan transfer melalui rekening resmi.
Sampai saat ini, Ahok mengatakan masih sulit mencari bukti kejahatan dari mafia tanah ini sehingga tidak bisa serta merta memecat mereka. Namun, ia yakin lama-lama akan terlihat dari perangai yang dilakukan oleh pihak tak bertanggung jawab tersebut. "Kan sekarang bagaimana mau buktiin. Dia cuma selalu alasan ini nggak bisa (dibeli)," kata Ahok.
Pembelian kerap terhambat karena ada pihak yang mengatakan tanah yang direncanakan akan dibeli ternyata terkendala. Kadang mereka meminta agar Pemprov DKI membayar apa adanya sehingga berisiko pelanggaran. Ahok menyebut hal itu sebagai jebakan seperti dalam pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras.
"Nota dinas (bisa) mengatakan 'ini tidak bisa dibeli karena kekurangan surat keterangan ini, ini, ini'. Tetapi kalau lewat calonya, lancar saja semua tuh. Tanah kami yang dikemplang saja bisa dibayar kok. Diganti juga bisa kok," tutur dia.
Ahok berencana memecat satu paket pejabat di kedinasan yang banyak melalukan pelanggaran. Setelah itu, Ahok juga berencana mengambil pegawai swasta untuk dijadikan pegawai negeri sipil (PNS) namun masih menunggu Peraturan Pemerintah yang mengatur hal tersebut. "Ini kalau mau pecat, mesti pecat satu set ini. Bukan cuma kepala dinas lagi, bisa satu set semua dibuang," ujar Ahok.