Rabu, 8 Juni 2016 | 16:15 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dapat dianggap publik tak konsisten atau menjilat ludahnya sendiri bila mengusung Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dalam Pilkada 2017.
Namun, dalam politik, perubahan sikap dan arah politik secara tiba-tiba sudah sangat lumrah dijumpai di Indonesia.
"Jadi konsistensi atau menjilat ludah itu bukan sesuatu yang dianggap sakral dalam politik partai di Indonesia," kata Direktur Lembaga Survei Indonesia (LSI) Kuskrido Ambardi saat dihubungi Kompas.com, Selasa (8/6/2016).
Kuskrido melihat ada dua pandangan yang berbeda dalam tubuh PDI-P terkait pencalonan Ahok dalam Pilkada 2017. Menurut Kuskrido, bila Ahok bergabung, PDI-P akan memberikan alasan adanya kader yang setuju dengan pencalonan Ahok.
"PDI-P berada pada dua posisi dan itu bisa dialami salah satu. 'Enggak, kita bisa kerja sama dengan calon independen karena ada tokoh PDI-P yang menyuarakan itu," ucap dia.
Kuskrido menilai saat ini PDI-P tengah mengalami dilema. PDI-P berkeinginan untuk mengusung kadernya untuk maju pada Pilkada 2017. Namun, calon gubernur yang populer di mata publik tak hanya berasal dari partai.
"PDI-P harus memilih, melalui kader belum tentu menang, sementara calon independen itu justru besar peluangnya. Kelihatannya sekarang ini PDI-P lebih cenderung untuk praktis. Elektabilitas lebih penting ketimbang kader dari dalam," tutur dia.
Sebelumnya, ada sejumlah pandangan berbeda di tubuh PDI-P terkait wacana Ahok kembali didukung oleh PDI-P meski calon petahana itu sudah menyatakan niatnya maju melalui jalur independen.
Wakil Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDI-P DKI Jakarta bidang Pemenangan Pemilu, Gembong Warsono menganggap Ahok justru terkesan "menggoda" parpol dengan ucapan-ucapannya. Hal tersebut menunjukkan ketidakpercayadirian Ahok maju melalui jalur perseorangan.
"Kenapa dia menggoda partai politik? Rasanya, bagi saya, Ahok udah enggak pede juga sekarang. Percaya dirinya menurun. Karena menurun, dia menggoda-goda partai politik," ujar Gembong di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Senin (6/6/2016).
Menurut Gembong, alasan logis di balik mulai tidak percaya dirinya Ahok maju melalui jalur independen adalah intensnya komunikasi yang dilakukan sejumlah partai.
Sementara itu, politisi PDI-P Charles Honoris, mengaku, partainya saat ini telah mengantongi beberapa nama hasil survei internal yang akan diusung pada Pilgub DKI Jakarta 2017. Namun, pilihan paling realistis adalah mendukung Ahok-Djarot kembali dalam pilkada.
"Stok calon dari internal pastinya ada, tetapi langkah paling rasional ya tetap mengusung petahana, yakni Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat. Tingkat kepuasan publik mereka masih tertinggi, 82,8 persen," kata dia.
Kemarin saling tertawakan antar kader, sekarang galau, klo buat partai lebih baik jilat ludah dibanding nyungsep dikemudian hari