
Jakarta - Kementerian Kehakiman Australia bersedia memberi bantuan penanganan perkara Jessica Kumala Wongso dengan syarat, Jessica tak dihukum mati. Kabar soal syarat bantuan dan hukuman mati itu ditanggapi Mahkamah Agung (MA) sebagai pemegang kekuasaan kehakiman. MA menegaskan hakim berhak memutus suatu perkara sehingga tidak bisa diintervensi.
"Secara institusional siapapun nggak berwenang itu urusan hakim. Penjatuhan hukuman itu kan wewenang hakim, kok negara bisa menjamin kalau dia tidak akan dihukum hakim," ujar Juru Bicara MA Suhadi ketika dihubungi detikcom Jumat malam (4/6/2016).
Suhadi menjelaskan, jika terbukti di persidangan melakukan pembunuhan berencana apalagi menggunakan racun, bisa saja hakim memutuskan hukuman mati. Hal itu karena jika terbukti pembunuhan berencana biasanya telah direncanakan pembelian racun hingga mempersiapkan sarananya.
"Kalau ada hitam di atas putih kita pertanyakan kan, loh kok bisa menjamin kalau hakim tidak bisa menjatuhkan hukuman mati. Kalau pasalnya kan pembunuhan pakai racun, kalau itu terbukti, biasanya itu pembunuhan berencana karena itu kan seperti senjata yang ditembak, kalau racun kan beli racunnya dulu, menyiapkan bagaimana sarananya, kalau terbukti dan betul tentu pembunuhan berencana," ujar Suhadi.
Dalam menentukan apakah seseorang terancam hukuman mati atau pembunuhan biasa, Suhadi menyebut harus melihat beberapa kualifikasi untuk memenuhi kriteria hukuman mati. Misalnya telah menyiapkan langkah-langkah yang diambil ketika korban mendekat.
"Kalau pembunuhan pakai racun dia pasti cari racunnya dulu, siapa yang ngantar, siapa yang taruh, jadi ada waktu antara persiapan dan pelaksanaannya. Kalau terbukti dia yang pelakunya, kalau terbukti yang dia pelaku mencermati antara fakta yang ada. Kita lihat dulu, itu pembunuhan biasa atau berencana, kalau biasa kan bukan hukuman mati," ujar Suhadi.
Suhadi mencontohkan salah satu perjanjian kedua negara yang tidak bisa menghukum badan misalnya ketika dalam penerapan UU Perikanan ikan nomor 45 tahun 2009. Dalam UU itu Suhadi menyebut pelaku yang melakukan tindak pidana perikanan di Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia bisa dihukum penjara atau berupa hukuman badan. Namun, hukuman itu tergantung kesepakatan antara dua negara yang bertetangga. Bila telah ada kesepakatan dua negara, itu bisa mengikat hakim.
"Pelaku yang melakukan tindak pidana perikanan di ZEE Indonesia misalnya nggak boleh dihukum badan, nggak boleh di hukum penjara, tapi kalau ada perjanjian kedua negara yang bertetangga mana kala ada perjanjian bilateral, kalau ada pelanggaran di ZEE tidak boleh dihukum badan kecuali antara kedua negara terjadi kesepakatan," ujar Suhadi.
Terkait kasus Jessica, Suhadi belum mengetahui apakah ada perjanjian bilateral terkait hal ini. Namun, bila ada maka perjanjian yang ada akan mengikat hakim.
"Saya nggak tahu ada perjanjian bilateral apa engga, tapi kalau ada perjanjiiannya itu kan terikat, karena perjanjian itu berlaku harus pasti. Kalau tidak ada tertulis, itu kan tidak mengikat hakim," imbuh Suhadi.
Sebelumnya Kejaksaan Agung telah memberikan tanggapan terkait dugaan perjanjian ini. Kejagung menyebut tak ada tawar-menawar dengan pemerintah Australia. Hanya ada pegangan formal, yakni berpegang pada aturan hukum murni. Sementara Kapolda Metro Jaya Irjen Moechgiyarto ini juga memastikan tidak ada kesepakatan-kesepakatan khusus antara penyidik Polda Metro Jaya dengan Kepolisian Australia dalam penyidikan soal Jessica di Australia.
Pantes kasusnya lama banget diprosesnya, bakal rumit nih klo sampai terbukti berencana dan dihukum mati, bakal ada drama baru lagi