Bermaterikan pemain senior dan para pemain muda, Prancis menatap ajang ini dengan rasa optimis. Hugo Lloris, sang kapten sekaligus kiper utama yang sedang dalam performa terbaik seturut dengan bercokolnya Spurs di peringkat tiga EPL. Di depan Hugo Lloris telah siap Koscielny, Evra, Mangala, dan Sagna untuk menggalang pertahanan walau sektor inilah yang paling rawan, apalagi setelah kehilangan Varane dan Mathieu walau nama terakhir dikabarkan masih bisa terlibat di turnamen ini. Di lini tengah Matuidi akan dibantu oleh dua nama yang tidak kalah hebat, N’Golo Kante dan Paul Pogba, dan jika menginginkan kretifitas lebih nama Cabaye dan Payet bisa menjadi opsi. Para juru gedor pun tak kalah hebat, di isi nama – nama muda seperti Coman, Martial, Griezmann. Gelimangan gol sepertinya bukanlah hal yang sulit, ada juga dua nama striker senior bertipe poacher seperti Giroud dan Gignac.

Inilah para pemain muda harapan Prancis di Euro 2016, semuanya sudah menunjukkan potensi terbaiknya di umur mereka yang masih hijau. Mari kita mulai kenapa mereka bisa menjadi alasan terkuat untuk melihat Lloris mengangkat piala di akhir turnamen.

Belum genap dua puluh tahun tapi Coman telah merasakan indahnya menjadi juara di tiga kompetisi berbeda. Ditemukan oleh PSG, dibentuk oleh Juventus, bersinar bersama Bayern Muenchen. Di tiga klub itulah Coman merasakan nikmatnya gelar – gelar domestik. Tak mendapat menit bermain yang cukup di PSG, Coman akhirnya mengikat kontrak bersama Juventus setelah didatangkan tanpa mahar sepeserpun. Juventus yang tidak terbiasa bermain menggunakan winger akhirnya memaksa Coman bermain sebagai striker atau trequatista, tahu potensi tidak akan maksimal jiga tetap menggunakan jersey hitam putih, Bayern Muenchen menawarkan jalan keluar bagi Coman. Cedera yang terus menerus mengerogoti Franck Ribery menjadi berkah untuk Coman, Muenchen, dan tentunya Prancis. Tipe permainan Coman yang lebih sering menyisir sisi lapangan dan crossing selayaknya winger konvesional sangat membantu Lewy untuk menjadi topskor di Bundesliga. Dan di akhir musim ini kita dapat melihat nama Coman berada di posisi paling atas sebagai assister di Champios League.

Telah mencuri perhatian saat bermain bersama Real Sociedad, akhirnya dia direkrut oleh Atletico Madrid. Di sinilah segalanya di mulai. Bermain sebagai winger kiri saat di Sociedad dan di awal karir di Atletico, Simione mentransformasikan Griezmann menjadi seorang striker mematikan. Strategi yang diterapkan oleh seorang Simione yang mewajibkan seorang winger membantu pertahanan membuat Griezmann tergusur di awal karir di Atletico. Kecerdikan seorang Simione merubah posisi bermain Griezmann menjadi striker menuah hasil di musim ini. Ditunjang kecepatan alami seorang winger, kualitas penyelesaian akhir dari Griezmann pun semakin baik. Entah one on one, sundulan, atau tendangan jarak jauh kemampuan mencetak gol Griezmann semakin baik setelah dipoles oleh Simione. Terlihat dengan tiga puluh dua gol yang berhasil dia cetak musim ini, walau akhirnya Griezmann tak dapat meraih trofi kuping besar pertamanya setelah dikalahkan tetangga sebelah. Euro ini lah menjadi pelampiasan dari nirgelarnya musim Griezmann bersama Atletico. Dapat bermain di berbagai posisi menjadikan dia salah satu pemain yang pasti berada di starting line up.

Merantau jauh ke Inggris sana, tak menjadi halangan bagi Martial untuk bersinar. Datang dengan mahar yang begitu tinggi, membuat ekspektasi yang tinggi pula dari suporter MU. Bermain dengan nomor punggung sembilan, langsung membuat Rooney tergeser mundur untuk bermain di “posisi nomor sepuluh”. Kelak saat seorang Marcus Rashford datang pun tak membuat LvG mencadangkan dirinya. Kemampuan bermain di berbagai posisi akhirnya yang membuat Martial tetap bermain. Menjadi winger kiri di akhir musim untuk mengakomodir Marcus Rashford pun dilakukan Martial. Dan kombinasi inilah yang menjadi senjata MU untuk mengakhiri puasa gelar selama LvG menjabat. Dilihat dari statistik, musim seorang Martial lebih baik dari Giroud yang krisis kepercayaan diri di akhir musim, tinggal masalah siapakah yang lebih cocok dengan strategi Deschamps. Martial yang cepat dan licin atau Giroud yang kokoh dan kuat di udara.

Tak mendapat satu pun gelar individual musim ini karena Mahrez dan Vardy menjadi dua pemain terbaik EPL dari dua versi berbeda, tak menyurutkan apresiasi penulis bahwa Kante lah pemain terbaik Leicester musim ini. Kokohnya pertahanan Leicester City tak lepas dari kontribusi pemuda kelahiran Paris dua puluh lima tahun lalu. Kante lah pemain pertama yang akan menghentikan serangan yang datang menuju pertahanan Leicester City. Kemampuan intersep, tackling, dan membaca alur serangan yang kelewat ciamik menjadi modal utama Kante untuk menyelesaikan serangan lawan. Tingginya produktivitas dari Leicester City musim ini pun berkat kontribusi Kante. Strategi counter attack dari Ranieri dapat diterjemahkan dengan baik oleh dirinya. Kante lah distributor bola untuk Mahrez lalu diselesaikan oleh Vardy. Kali ini dirinya akan bemain di tim dengan pemain berbeda dan strategi berbeda, minimnya jam terbang di pertnadingan internasional akan menjadi halangan untuk Kante bersinar. Jadi masalahnya hasnya tinggal aspek non teknis, karena maslah teknis telah dibuktikan dengan permainan hebat yang bermuara pada gelar EPL.

Diberikan beban berat untuk menjadi jenderal lapangan tengah sepeninggal Pirlo dan Vidal, ditambah tanggung jawab menggunakan nomor sakral “10” membuat Pogba bermain buruk di awal musim. Semuanya berubah setelah Juventus melakukan ritiro sebelum bertanding melawan Torino, dan hasilnya pun langsung dirasakan. Pogba membuka kemenangan dengan tendangan voli jarak jauh yang telah lama menghilang saat itu. Dan semua sudah tahu bahwa pada akhirnya Pogba dapat meraih kesuksesan bersama Juventus. Diberkahi fisik yang kuat, mobilitas yang baik, dan umpan mumpuni akhirnya Pogba dapat menjadi jenderal lapangan tengah Juventus. Dan satu lagi kemampuan warisan dari Pirlo karena musim ini Pogba mempunyai kemampuan set piece yang baik dan telah menahbiskan dirinya sebagai box to box terbaik dunia, seturut dengan bersandingnya Pogba bersama pemain terbaik lainnya di tim terbaik FIFA. Menjadi tulang punggung Prancis, Pogba amat sangat diharapkan rakyat Prancis dapat menularkan keberhasilannya di Juventus ke tim nasionalnya. Kemungkinan besar disandingakan dengan Blaise Matuidi, Pogba akan menjalankan peran yang kurang lebih sama seperti yang Ia lakukan di Juve.