
Jakarta - 4 dari 8 Pelaku pemerkosa gadis 14 tahun di Tanggul Kali Sekretaris, Jakarta Barat, sudah ditangkap. Sebagian dari gerombolan itu memerkosa setelah menenggak minuman keras.
"Ada sebagian yang minum-minuman keras. Kita masih jalani pemeriksaan," ujar Kasatreskrim Polres Jakarta Barat AKBP Didik Sugiarto di Polres Jakbar, Jl S Parman, Senin (30/5/2016).
Menurut Didik, hingga kini pihaknya masih memeriksa pelaku dan menunggu hasil visum korban. Sedangkan 4 pelaku lainnya masih diburu.
Polisi menangkap 4 pelaku pukul 01.15 WIB hingga 04.00 WIB tadi. Keempatnya yakni Artadi alias Ari (24) kernet bus warga Ketapang, Tangerang; Slamet alias Gidoi (20) karyawan beralamat di Kebon Jeruk, Jakbar; Teguh Wicahyo alias Dower (20) warga Kebon Jeruk, Jakbar; dan Hendi Rohman alias Mancay (20) warga Kebon Jeruk, Jakbar.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Awi Setiyono mengatakan, pelaku merudapaksa korban secara bergantian pada Minggu (29/5) dini hari. Saat itu, korban datang ke Tanggul Kali Sekretaris dengan maksud menemui pacarnya yang bernama Sugeng tapi pacar korban tidak ada.
Selanjutnya korban diajak pelaku bernama Bewok (DPO) ke tanggul yang kemudian disusul ke 7 orang temannya. Di situlah terjadi peristiwa pemerkosaan.
"Setelah selesai disetubuhi korban ditinggalkan, kemudian korban bertemu tukang ojek dan melaporkan kejadian tersebut ke Polres Metro Jakbar," ujar Awi.
Pemerkosaan ini terjadi tak lama setelah Presiden Jokowi memberlakukan Perppu Perlindungan Anak. Perppu itu memberi hukuman tambahan di samping hukuman pidana pokok dengan tujuan agar pelaku jera.
M Iqbal - detikNews
Yasonna: Perppu Langsung Berlaku, Hakim Bisa Pertimbangkan Hukum Kebiri

Jakarta - Perppu tentang Perlindungan Anak yang diterbitkan Presiden Joko Widodo mengatur hukuman tambahan kebiri. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menegaskan bahwa sanksi itu bisa langsung diterapkan hakim saat ini.
"Sudah (bisa langsung diterapkan), tapi pengesahan jadi undang-undang harus di DPR," ucap Yasonna di Istana Negara, Jl Veteran, Jakarta, Senin (30/5/2016).
Yasonna mengatakan, tugas DPR hanya mengesahkan Perppu itu menjadi Undang-undang. Namun, tidak berarti pemberlakukan Perppu menunggu pengesahan dari DPR karena begitu terbit bisa langsung berlaku.
Terkait hukuman kebiri, Yasonna menyebut bahwa itu adalah hukuman tambahan yang tidak serta merta dikenakan untuk semua pelaku, melainkan bisa dikenakan berdasarkan pertimbangan hakim di pengadilan.
"(Kebiri) ini bukan keputusan yang tiap pelaku dapat diberikan, bukan. Ada beberapa alternatif hukuman tambahan, ada yang diumumkan secara publik untuk memberitahu publik bahwa ini pelaku, kemudian kebiri, lalu pendeteksi elektronik," ujar Yasonna.
"Itu tambahan, hukumannya pokoknya beda. Ada 10 tahun, 20 tahun, seumur hidup, atau hukuman mati," imbuhnya.
Mantan anggota Komisi Hukum DPR itu juga menuturkan, setiap hakim yang akan memutus kasus kejahatan seksual, tentu sudah punya pertimbangan jika ingin memberikan sanksi tambahan berupa hukuman kebiri kepada pelaku.
"Kalau hakim putuskan hukuman kebiri, ya tentu hakim harus dengar pendapat saksi ahli. Bagaimana kejahatan itu sendiri, bagaimana pelaku itu secara fisiologis atau fisiknya, pastilah hakim memberikan atau menilai itu sebelum keputusan tambahan," terang Yasonna.
"Ini bukan hanya terjadi di negara kita, ada juga di negara lain," tegasnya.
Oleh karena itu, peluang hakim memberi hukuman kebiri dimungkinkan dalam Perppu yang baru terbit, Yasonna juga menegaskan hukuman kebiri tidak melanggar HAM.
"Ini kita buat agar ada kemungkinan mungkin saja ada pelaku yang sudah sangat memerlukan treatment ini, kalau tidak akan jadi sangat bahaya, bisa jadi predator seksual anak-anak," terang Yasonna.